Aku masih menangis dibawah kaki Mas Izham, tubuh kami sama-sama basah kuyup diguyur hujan yang lumayan deras tapi aku tak menghiraukannya. Aku masih mencerna kata-kata yang keluar dari mulut orang yang paling ku sayangi dengan segenap jiwa, bukan hal mudah bertahan dengan posisi ku sekarang, harus berbagi suami dan tidak mendapat keadilan. Tapi semua harus berhenti disini, saat ini, dengan miris.
"Pergi kamu!!"
Bentakan Mas Izham membuyarkan lamunan ku. Aku tersadar kembali kedunia nyata ku, dunia yang begitu kejam bagiku.
"Mas, teganya kamu mengucap talak tiga untukku!" Aku berganti memandang kearah Mas Izham, dengan sesekali menyeka guyuran air hujan yang jatuh diwajahku.
Mas Izham tidak bersuara dan tidak menjawab hanya diam mematung, sorot matanya juga memandang kearah ku.
Aku ambil tas pakaian yang tergeletak disamping tongkatku. Susah payah aku berdiri, badanku terasa sangat lemas.
Aku berdiri tepat didepan Mas Izham.
"Baik, jika itu sudah menjadi keputusan mu, Mas. Mungkin hanya sampai disini kita berjodoh. Terima kasih, untuk waktu indah yang kamu luangkan untukku, meski banyak juga luka yang kamu berikan. Semoga kamu bahagia."
Setelah mengatakan itu aku mengangkat tas jinjing ku. Sebelum melangkah aku menengok kearah Mas Izham dia menundukkan pandanganya. Di samping pintu Mira sedang memandangku dengan senyum kemenangannya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, dalam hati aku yakin Tuhan akan memberi keadilan dan akan menunjukkan kebenaran suatu saat nanti.
Aku mulai meninggalkan halaman rumah itu.
Berjalan tak tentu arah, yang terpenting aku menjauh dari rumah yang penuh kenangan buruk dan menyakitkan.
Sudah semakin jauh aku berjalan, hujan masih turun namun sudah tak sederas tadi.
Aku berjalan gontai fikiran ku entah kemana, hingga dijalan yang meski hujan, tapi masih tetap banyak mobil yang melintas.
Aku berjalan sambil melamun sampai tak sadar aku sudah berada ditengah-tengah jalan raya.
tiiiiinnnnnn,,,,
Brakk,,
"Astaga,,, ada apa, pak Joko?" wanita paruh baya bertanya pada sopir pribadinya. Wanita paruh baya itu bisa merasakan bahwa mobil yang ditumpangi itu sudah menabrak sesuatu.
"Sepertinya saya menabrak seseorang, Nya!" jawabnya panik.
"Ya Tuhan, ayo kita turun dan lihat orang itu." kata seorang wanita paruh baya.
Sang sopir pribadi langsung turun dan mengambil payung yang disimpan dibagasi belakang. Dia membuka pintu mobil belakang dan bersiap memegangi payung itu untuk majikannya.
Wanita paruh baya itu terpaksa turun, high heels mahalnya harus rela menapaki jalan beraspal yang penuh genangan air.
Dia terkejut seorang wanita pingsan didepan mobilnya.
"Ya ampun, cepat angkat wanita ini dan kita bawa ke rumah sakit sekarang!!" wanita paruh baya menyuruh sopir pribadinya untuk mengangkat wanita itu kedalam mobil. Ia juga panik melihat perempuan pingsan dan ada darah keluar dari samping pelipisnya.
"Ta,,pi Nyoya, kita 'kan baru pulang dari rumah sakit. Apa perlu kita kembali lagi."
"Nyawa wanita ini lebih penting, Pak. Cepat!!" wanita paruh baya sedikit membentak sopir itu.
"Baik, Nya." sopir itu langsung mengangkat tubuh Kei dan memasukkannya dikursi belakang.
Sopir itu kembali melajukan mobilnya menuju kerumah sakit.
"Lebih cepet lagi pak, darahnya semakin banyak."
"Iya, Nyonya."
Dan dua puluh menit, mereka sampai dipelataran rumah sakit. Pak Joko, sopir tadi mengangkat tubuh Kei, membawanya masuk kedalam rumah sakit. Beberapa perawat sigap membawa brankar. Dan tubuh Kei ditidurkan diatas brankar itu lalu perawat membawanya keruang UGD.
Wanita paruh baya itu bernama Nyonya Lyra. Dia menunggu Kei didepan ruang rawat dan duduk dikursi tunggu.
Pak Joko kembali kemobil dan mengambil sebuah jaket untuk Nyonya Lyra.
"Ini Nyonya, pakailah jaket ini. Baju anda basah nanti bisa sakit." kata pak Joko.
"Iya, terima kasih, Pak"
Menunggu beberapa saat, Dokter yang menangani Kei keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana Dok? apa dia baik-baik saja?"
"Pasien baik-baik saja, Buk. Sekarang masih belum sadar karna masih dalam pengaruh obat bius.
Baik, saya permisi dan kalau ada apa-apa bisa hubungi kami."
"Iya, terima kasih Dok."
Dokter itu mulai berlalu pergi, Nyonya Lyra masuk kedalam ruangan.
Dia mendekati Kei masih belum sadarkan diri.
Nyonya Lyra mengamati wajah Kei yang terlihat pucat dan terdapat luka bekas cakaran kuku, membuat Nyonya Lyra merasa aneh dan bingung.
"Permisi Nyonya, sudah sangat larut malam mari saya antar anda pulang."
"Baiklah kita pulang sekarang."
'Mudah-mudahan kamu baik-baik saja, besok tante akan kembali kesini.' batin Nyonya Lyra.
Setelah itu, Nyonya Lyra meninggalkan rumah sakit dan memutuskan untuk pulang, karna seharian dirumah sakit membuatnya lelah. Setiap hari Nyonya Lyra memang datang kerumah sakit untuk menemani anaknya yang juga dirawat karna menderita penyakit gagal ginjal dan sekarang sedang membutuhkan pendonor ginjal. Meski sudah menyebar kertas pengumuman tapi masih belum ada yang menghubungi. Padahal Nyonya Lyra akan memberi imbalan yang sangat besar bagi siapa saja yang mau mendonorkan ginjal untuk anaknya.
Kendra Kenichi putra pertama dari pasangan Tuan Hiro Kenichi dan Nyonya Lyra. Tuan Hiro berasal dari Jepang dan Nyonya Lyra asli orang Indonesia. Dari pernikahan itu mereka mempunyai 2 orang putra yaitu Kendra Kenichi dan Rayden Kenichi.
Satu tahun yang lalu, Tuan Hiro pergi untuk selamanya karna penyakit Kanker yang dideritanya. Kendra putra pertama mereka lah yang menggantikan dunia bisnis sang Ayah.
Taisei Comporation perusahan besar yang saat ini merajai dunia bisnis. Taisei Comporation lebih berkembang cepat setelah berganti kepemimpinan. Tuan Ken, begitu kejam dalam memimpin perusahaan. Para karyawan lebih berhati-hati dan disiplin dalam bekerja, karna Tuan Ken tak mau melihat kesalahan sedikit pun.
Namun saat ini, Tuan tajam itu sedang lemah tak berdaya karna penyakit yang diderita. Sekertaris Lee, sekertaris pribadi yang menggantikan posisi Kendra untuk mengurus perusahaan sampai Tuan Ken benar-benar sembuh.
Nyonya Lyra masih menikmati sarapan pagi bersama putra keduanya. Ray yang sudah 5 hari tinggal dirumah orang tuanya karna libur kuliah.
"Hari ini Mami mau kerumah sakit lagi?" tanya Ray.
"Iya, Mami harus menemani Kakak mu, dan melihat kondisi wanita itu."
"Wanita? wanita siapa yang Mami maksut?" tanya Ray lagi.
"Tadi malam saat pulang dari rumah sakit, pak Joko tidak sengaja menabrak seorang wanita. Dan Mami membawanya kerumah sakit yang sama, dimana Kakak mu juga dirawat." terang Nyonya Lyra.
"Apa wanita itu mengalami luka yang parah, Mi?"
"Tidak terlalu parah, tapi saat Mami tinggal pulang semalam dia masih belum sadar, karna mengalami benturan di kepala."
"Kamu, tidak mau ikut Mami kerumah sakit? dari hari kepulangan mu dari Tokyo, kamu baru sekali menjenguk Kakak mu!" tanya Nyonya Lyra.
"Iya sih, boleh deh aku ikut Mami sebentar buat jenguk Kak Ken, sebelum aku kembali ke Tokyo." jawab Ray.
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, Nyonya Lyra dan Ray pergi kerumah sakit, Nyonya Lyra selalu membawa makanan dari rumahnya, karna Ken tidak mau makan makanan dari rumah sakit yang rasanya hambar.
Sampai dirumah sakit, Nyonya Lyra dan Ray menuju keruang rawat Ken terlebih dahulu, untuk memberikan makanan itu.
"Ken, kamu sudah bangun?" Nyonya Lyra mendekati putranya.
"Sudah, Mi." jawab Ken singkat, dia memang irit bicara tidak seperti Ray yang cenderung lebih bawel.
"Mami sudah bawakan makanan kesukaanmu. Ayo, sarapan dulu."
"Aku tidak berselera, Mi. Nanti saja taruh makanan itu dimeja."
"Kalau kamu seperti ini kapan kamu bisa cepat sembuh, Ken!" kata Nyonya Lyra.
"Ken memang tidak akan sembuh Mi, biar Ken seperti ini. Ini lebih baik, dan Ken akan segera menyusul Oliv." jawab Ken tak bersemangat.
Olive adalah istri Ken yang sudah meninggal 7 bulan yang lalu. Ken dan Olive mengalami kecelakaan yang mengakibatkan istri dan calon buah hatinya itu pergi untuk selamanya.
Ken sangat terpukul dengan kejadian itu, terpuruk hampir 2 bulan. Dan disaat, Ken sudah kembali melihat dunia luar. Dia harus menerima kenyataan pahit dengan penyakit yang dideritanya.
"Ken, Mami benci mendengan kamu mengatakan itu. Olive juga pasti akan sedih melihat kamu putus asa seperti ini."
"Yang dikatakan Mami benar, Kak. Kakak harus semangat untuk sembuh." Ray menyahut pembicaraan.
Ken tidak menjawab dan hanya melirik kearah Ray saja.
"Ray, kamu temani kakak kamu dulu, Mami akan melihat kondisi wanita itu."
"Iya, Mi" jawab Ray.
"Wanita siapa, Mi?" suara Ken bertanya.
"Semalam, pak Joko menabrak seorang wanita dan Mami membawanya kerumah sakit ini juga." terang Nyonya Lyra.
Ken diam, sudah tak bertanya lagi.
Kei baru sadar sejak semalam.
"Aku dimana?" dia bingung, dan mengamati sekitar. 'Seperti dirumah sakit' gumamnya.
Kei beranjak ingin duduk,
'sstt, au!' tangannya reflek memegang kepala yang terasa sangat sakit.
Sekilas kejadian semalam teringat kembali.
'Siapa yang sudah menolongku dan membawaku kerumah sakit?' dia sama sekali tidak tahu siapa yang membawanya kerumah sakit karna sudah tak sadarkan diri.
'Aku, aku harus pergi dari sini. Bagaimana nanti aku bisa membayar biaya rumah sakit, aku tidak punya uang sama sekali'
Dengan pelan-pelan Kei mendudukan tubuhnya, kakinya mulai menyentuh keramik rumah sakit. Saat ingin mencabut jarum infus yang menusuk tangan kirinya, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Kei langsung mengalihkan pandangannya.
'Ibu itu?' batin Kei.
"Selamat pagi, Nak." sapa Nyonya Lyra ramah.
"Pa,pagi Buk?" jawab Kei.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Saya tidak apa-apa, Buk."
Kei melihat sekitar ruangan, matanya mencari tongkat yang biasa dia gunakan.
"Kamu mencari sesuatu?" tanya Nyonya Lyra yang melihat Kei seperti kebingungan mencari sesuatu.
"Saya mencari tongkat alat bantu saya berjalan, Buk"
"Maaf, mungkin semalam tertinggal dijalan. Karna khawatir Saya sampai lupa membawanya." Nyonya Lyra merasa bersalah.
Dan Kei merasa sedih, jika tidak ada tongkat itu dia akan sangat kesusahan untuk berjalan dengan satu kaki. Dengan keadaan saat ini yang tak sepeserpun punya uang.
Nyonya Lyra mendekati Kei.
"Kamu tenang, nanti saya akan membelikan yang baru untukmu."
"Tidak, tidak usah, Buk. Saya masih bisa berjalan dengan bertumpu pada satu kaki saya. Besok kalau saya sudah punya uang, biar saya beli sendiri." Kei menolak karna tak mau merepotkan orang lain.
"Tidak apa-apa, itu sebagai salah satu tanggung jawab saya. Dan maaf semalam sopir saya sudah menabrak kamu, sampai kamu harus dirawat."
"Semalam juga salah saya, Buk. Karna saya melamun dijalan."
"O,, ya, nama kamu siapa?" tanya Nyonya Lyra.
"Kei, Buk."
"Perkenalkan nama Ibu Lyra, jangan panggil saya Ibu, panggil saja Tante."
"Baiklah, Tan,,te." jawan Kei kaku.
"Maaf Tante, saya sudah baik-baik saja. Biar saya pulang saja." pamit Kei.
"Loh, kenapa? keadaan kamu masih seperti ini kamu harus dirawat sampai sembuh!" kata Nyonya Lyra.
Kei tidak menjawab, dia hanya menunduk bingung harus mengatakan alasannya. Dia merasa tidak enak jika harus jujur tentang biaya rumah sakit. Tapi Nyonya Lyra paham apa yang ada didalam fikiran Kei.
"Nak, tenang saja. Biaya rumah sakit ini sudah Tante bayar hingga kamu sembuh. Kamu sudah tidak usah khawatir." jelas Nyonya Lyra.
"Tapi Tante, saya merepotkan Tante." jawab Kei tak enak hati.
"Tidak, seperti yang sudah Tante katakan tadi, ini sebagai bentuk pertanggung jawaban Tante pada mu, jadi kamu tidak perlu merasa tidak enak hati."
"Terima kasih banyak, Tante. Tante sudah berbaik hati menolong saya." ucap Kei.
"Sama-sama." jawab Nyonya Lyra.
"Memang kamu tinggal dimana?" tanya Nyonya Lyra.
Kei kembali bingung dengan pertanyaan Nyonya Lyra, dia tidak mau dikasihani orang lain dengan keadaannya yang sekarang.
"Kok melamun?" tanya Nyonya Lyra lagi, dilihat wajah Kei yang penuh kesedihan.
Kei menghembuskan nafas pelan.
"Sebenarnya saya tidak punya tempat tinggal dan tidak punya tujuan. Saya ingin pulang ke desa tapi sama sekali tidak ada uang." jawab Kei sedih, rasanya dia terpaksa menceritakan sedikit beban hatinya.
"Memang sebelum ini kamu tinggal bersama siapa?" Nyonya Lyra penasaran.
Kei menunduk dan meneteskan air mata, teringat kembali kejadian tadi malam.
Nyonya Lyra mengelus bahu Kei untuk menenangkan.
"Semalam saya diusir oleh suami saya, dia menalak saya dan mengusir saya dari kontrakan yang kami tinggali bersama. Dia lebih memilih istri sirihnya dibanding saya istri sahnya." Kei, tak kuasa menahan tangis saat menceritakan kejadian semalam.
Nyonya Lyra membimbing Kei kepelukannya. Nyonya Lyra merasa sangat kasihan dengan apa yang dialami oleh Kei.
"Lelaki macam apa yang tega mengusir seorang wanita malam-malam begitu!!" Nyonya Lyra terlihat emosi mendengar cerita Kei barusan.
"Apa didesa kamu masih punya orang tua?"
"Tidak Tante, orang tua saya sudah tidak ada, saya juga bingung disini sama sekali tidak kenal dengan siapapun."
"Bagaimana kalau kamu tinggal dirumah Tante saja."
"Tidak, tidak usah Tante, nanti saya malah merepotkan keluarga, Tante." Kei menolak tawaran Nyonya Lyra.
"Tidak apa-apa, kamu bisa bekerja merawat anak saya yang sedang sakit."
"Tante akan memberikan kamu gaji yang lumayan, kalau kamu mau"
"Benarkan, Tante?"
"Iya."
"Tapi,,,"
"Tapi apa?"
"Tapi apa saya bisa merawat anak Tante, sedang keadaan saya saja seperti ini." sedih Kei.
"Tante yakin kamu pasti bisa." Nyonya Lyra memberi semangat kepada Kei dan tersenyum ramah.
Dalam hati Kei sangat bersyukur bisa bertemu orang sebaik Tante Lyra.
Kei sangat berterima kasih kepada Tante Lyra yang sangat baik hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Sweet Girl
orang baik, pasti akan bertemu orang baik juga.
2022-08-30
0
Sweet Girl
Aamiin...
2022-08-30
0
Siti Sri Wahyuni
mampir
2022-06-24
0