Pernikahan kami sudah memasuki tiga bulan,
kami seperti pengantin baru yang setiap hari semakin mesra dan romantis.
Mas Izham sangat menyayangiku dan peduli padaku, tak ada jeda waktu dia selalu mengucapkan kata-kata romantis.
Aku masih berdiri didepan pintu, air mataku masih mengalir, Ibu yang berdiri disampingku mencoba menenangkan dan mengusap bahuku.
"Maafin Ibu ya kei, gara-gara Ibu kamu tidak bisa ikut Izham kerja dikota." raut wajah ibu terlihat sedih.
Aku menatap wajah Ibu.
"Tidak pa-pa Bu, ini bukan salah Ibu, walau kami tinggal terpisah tapi Mas Izham janji akan memberi kabar dan setiap sebulan sekali akan libur Bu, mengunjungi kita disini Ibu jangan sedih lagi ya." Aku bergantian menenangkan Ibu.
Sebenarnya hatiku merasa sedih, tidak bisa ikut Mas Izham pergi kekota Metropolitan itu. Apa daya aku kasihan jika harus meninggalkan Ibu sendiri, sekarangpun Ibu sedikit tidak enak badan.
Malam tadi, Mas Izham mendapat E-mail panggilan dari kantor didaerah Ibu Kota Jakarta. Antara senang dan sedih, senangku karna Mas Izham sudah mendapatkan pekerjaan yang sangat dia idamkan, yaitu bekerja Kota Jakarta. Sedihku karna harus menjalani hubungan jarak jauh.
Banyak cerita dari tetangga, terkadang hubungan jarak jauh itu suka menimbulkan perselingkuhan.
Itu salah satu yang menghantui fikiranku, aku takut Mas Izham akan menduakan ku. Aku sangat sadar dengan fisikku yang tidak sempurna, aku takut mas Izham tergoda dengan wanita Kota yang berpakaian modis dan cantik-cantik.
Sebelum berangkat dan berkemas Mas Izham selalu meyakinkanku, bahwa dia akan selalu setia dan tidak akan meninggalkanku.
Disitu aku sedikit lega, dan mencoba untuk mengikhlaskan kepergian Mas Izham.
Lagi pula, setelah sukses nanti kita akan berencana membangun rumah didesa saja, yang jauh dari keramaian dan hidup tenang.
Aku berjalan gontai menuju kamarku, ku hempaskan tubuhku diatas kasur dan menangis lagi tanpa suara, aku takut Ibu mendengar suara tangisku dan akan kembali sedih.
Baru beberapa saat lalu Mas Izham pergi tapi aku sudah merasakan rindu, selama tiga bulan ini kami selalu bersama dan sekarang aku harus menjalani hari-hariku sendiri.
Ku ambil handphone diatas kasur, kulihat dan berharap ada pesan masuk tapi tak ada notifikasi sama sekali.
Pastilah Mas Izham belum sampai. Perjalanan dari desa menuju kota paling tidak menempuh 5 jam.
Ketika makan malam, aku hanya duduk berdua dengan Ibu, rasanya aku sangat kehilangan Mas Izham.
tuling,
Saat aku ingin menyendok makanan, mendengar ponselku berbunyi.
Kulihat dilayar yang menyala bertuliskan Suamiku.
Dengan cepat aku tekan tombol membuka kunci dan membaca pesan itu.
"Yang, aku sudah sampai di Jakarta, kamu lagi apa?"
"Aku lagi makan malam bersama Ibu, Mas. Mas sudah makan belum?"
"Belum, ini aja Mas baru sampai dikontrakkan dan langsung mengirim massage buat kamu."
"Ya udah, Mas makan dulu jangan sampai sakit."
"Iya, Yang. Kamu jangan tidur malam-malam ya, maaf Mas belum bisa telfon, Mas masih harus beres-beres."
"Iya Mas, kalau sudah selesai Mas langsung istirahat."
" Iya Yang, I love you." pesan terakhir dari Mas Izham yang menyudahi percakapan kami.
Aku pun terus saja tersenyum membaca pesan dari Mas Izham tadi.
"Pasti, pesan dari suamimu ya?" Ibu bertanya.
"Iya, Bu." jawabku tersenyum.
"Pantes senyum-senyum terus dari tadi, gimana apa suamimu udah sampai diJakarta?"
"Sudah Bu, baru saja sampai dan langsung memberi kabar Kei, sekarang Mas Izham sudah dikontrakan dan sedang membereskan barang-barang bawaan tadi."
"Syukurlah kalau suamimu sudah sampai diJakarta dengan selamat."
Setiap hari Mas Izham tidak pernah telat memberiku kabar, tentu dibubuhi kata-kata romantis.
Aku berfikir, ternyata tidak semua yang menjalani hubungan jarak jauh itu berselingkuh dan selalu bertengkar.
Nyatanya Mas Izham tidak berubah, dia masih Mas Izham yang penuh kasih sayang dan romantis meski kami berpisah jarak begini.
Mas Izham pernah berkata, jika dia sudah banyak uang dia akan membiayai operasi kakiku.
Aku sangat senang dan beruntung memiliki suami seperti Mas Izham.
Aku berharap, dia tidak berubah dan akan menepati janjinya.
Semenjak menikah sampai saat ini, keluarga Mas Izham tidak lagi pernah datang.
Apalagi sejak mengetahui Mas Izham sudah bekerja di Ibu Kota, sama sekali mereka tidak pernah berkunjung.
Hari ini Ibu menyuruhku mengantar makanan untuk Mertuaku dan untuk menjenguknya.
Sudah lama tidak saling bersilahturahmi,
walau bagaimanapun dia tetap orang tuaku juga.
"Kei berangkat dulu ya, Bu." Kei berpamitan pada Ibunya.
"Iya nak, hati-hati."
Aku mencium tangan ibuku dan mengambil tongkat yang tak jauh dariku, berjalan pelan mendekati tukang ojek yang sudah aku pesan.
"Bu, tolong antar kejalan xxx ya," aku memberitahu tujuanku.
"Siap mbak, silahkan."
Ibu tukang ojek itu memberiku helm berwarna hijau, tongkat ku senderkan disamping motor, kupakai helm hijau itu setelah itu baru aku naik diatas motor.
Tidak membutuhkan waktu lama aku sudah sampai didepam rumah orang tua Mas Izham.
Kei masuk ke pekarangan yang lumayan luas dan sampai didepan pintu dia mengetuknya.
"Assalamu'alaikum.. Bu..." Kei mengucap salam tapi tidak terdengar jawaban.
Dan sekali lagi aku mengetuk pintu itu, baru terdengar suara dari dalam.
Ibu mertuaku yang membuka pintu.
"Mau apa, kamu datang kesini?" Tanpa basa-basi ibu mertuaku menanyaiku.
Tak ada sambutan hangat dan hanya tatapan sinis yang ditunjukkan.
"Bagaimana kabar Ibu?"
"Halah nggak usah basa-basi, aku sibuk! cepet katakan mau apa kamu kemari." nada bicara yang ibu ucapkan sangat ketus.
Aku tidak terlalu kaget, karna sikap Ibu mertuaku memang begitu padaku tidak pernah suka padaku.
"Aku mengantar makanan ini untuk Ibu." Kei menyodorkan rantang makanan itu.
Tanpa disangka, Ibu mertuaku malah membuang rantang makanan itu ketanah.
Brraak...
"Astaga..." Kei terlonjak kaget.
"Aku nggak butuh makanan darimu sudah pergi sana, wanita cacat. Bagaimana dulu anakku yang sempurna bisa menikahi wanita sepertimu."
Langsung saja pipi kanan kiriku banjir air mata. Sungguh ucapan dari Ibu Mas Izham, sangat menyakitiku.
Aku tahu, Ibu mertuaku tak menyukaiku, tatapi aku tak menyangka Ibu Mas Izham bisa berbicara seperti itu.
Setelah membuang makanan ketanah, Ibu membanting pintu rumahnya cukup keras.
Kutaruh tongkatku, dan berjongkok mengambil rantang makanan.
Aku duduk sebentar diteras itu untuk menenangkan tangisku, agar Ibu ku tidak curiga bahwa aku habis menangis.
Ibu ku sendiri tidak pernah tahu, kalau Mertuaku tidak menyetujui hubungan kami, yang Ibu tau hubunganku dengan keluarga Mas Izham baik-baik saja.
Aku menghapus air mata ku dan memesan ojek online untuk kembali kerumah.
Sebelumnya aku membuang makanan yang dibuat Ibu keselokoan, agar seolah-olah makanan Itu sudah aku berikan pada Ibu mertua ku.
Tak lama tukang ojek memanggilku dan aku membonceng dibelakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Viaa
*keselokan
2023-05-29
0
Viaa
*tapi
2023-05-29
0
Sweet Girl
sabar.... sabar....
2022-08-29
0