Tiga hari terbaring dirumah sakit membuatku merasa jenuh dan bosan, apalagi tak ada sanak saudara yang menjenguk sungguh merasa seperti hidup sendiri. Aku sampai lupa kalau memang aku hanya hidup sendiri didunia ini.
Mas Izham, apa kabar kamu Mas? aku merindukanmu. Suara hati ku yang tak bisa aku ucapkan didepan Mas Izham.
Saat teringat tentang Mas Izham, air mataku selalu saja lolos dipipi. Aku masih belum bisa melupakan sosok lelaki romantis yang dulu sering memujiku dengan kata-kata indahnya.
Mas Izham lelaki pertama dalam hidupku, aku tidak pernah dekat lelaki manapun selain Mas Izham.
Wajar, jika sampai saat ini aku masih belum mampu untuk melupakannya.
Mungkin jika Mas Izham tidak mengusirku dan tidak mengatakan talak tiga itu, pasti saat ini aku masih bertahan bersamanya.
Takdir macam apa yang kujalani, orang yang paling aku sayangi tega menjatuhkan talak tiga.
Talak tiga? ya, talak tiga yang artinya aku sudah tidak bisa kembali bersamanya sebelum aku menikah dengan orang lain.
Kenapa Mas Izham tega langsung menjatuhkan talak tiga kepadaku.
Ku hapus sisa air mata di pipiku, aku masih berdiri memandang keluar jendela.
Hanya seperti ini yang kulakukan tidak ada aktifitas lain. Sudah dua hari juga Tante Lyra tidak menjengukku. Pantaskah aku mengharapkan kedatangan Tante Lyra? aku hanya bingung mau kemana. Tidak ada tujuan tetap di Kota atau pulang ke Desa.
Di Desa pun hanya ada Pak,de dan Bude ku saja, mereka juga tidak akan menerimaku karna hidup mereka masih kekurangan.
Saat bertemu Tante Lyra kemarin aku sudah sangat senang, ada harapan hidup baru tapi sekarang harapan itu hilang, karna Tante Lyra tidak lagi menemui ku.
Aku benar-benar merasa bosan, aku menekan tombol Dokter diatas tempat tidurku.
Setelah beberapa lama, Dokter dan perawat datang keruangan ku.
"Ada apa, Buk?" tanya Dokter, karna aku memencet tombol itu, otomatis tombol itu terhubung langsung keruang Dokter.
"Tidak apa-apa, Dok. Apa saya sudah boleh pulang?" tanyaku.
"Sepertinya luka Ibu mulai mengering, Kita ganti perban dulu ya Buk." kata Dokter dengan ramah.
Aku mengangguk dan kembali duduk diranjang, membiarkan perawat melepas perban dikepala ku dan mengganti dengan plester luka.
"Jika Ibu sudah tidak merasa pusing, dan badan Ibu sudah baikan Ibu sudah boleh pulang." jelas Dokter.
"Baik, Dok. Terima kasih." jawabku.
Setelah berkemas aku mulai meraba dinding rumah sakit, karna aku sudah tidak punya tongkat untuk alat bantuku berjalan.
Aku membuka pintu ruangan ku, dan tetap berpegangan dengan dinding jika tidak berpegangan dengan dinding aku tidak bisa berjalan dan harus melompat dengan satu kaki. Sungguh malang, tapi aku sudah terbiasa dengan keadaanku.
Saat sampai di lorong pertigaan rumah sakit, mataku melihat sosok Tante Lyra yang duduk dikursi tunggu sambil menunduk. Aku bingung, harus menghampiri Tante Lyra atau tidak, tapi jika tidak rasanya aku tidak sopan.
Dengan meraba dinding, aku berjalan kearah Tante Lyra.
"Tante,,," panggilku saat sudah sampai didepan Tante Lyra.
Dan Tante Lyra melihat kearah ku.
"Kei..." hiks,, Tante Lyra menangis.
"Tante, kenapa menangis?" tanyaku.
"Anak Tante kondisinya semakin kritis, Kei.
Tante takut kehilangan anak Tante!!" Tante Lyra menjelaskan dengan menangis.
"Sampai sekarang masih belum ada orang yang mau mendonorkan ginjal untuk anak Tante," ucap Tante Lyra dengan sedih.
'Kasihan sekali Tante Lyra, hidupku sudah tidak ada guna. Apa aku donor kan saja ginjal ku? setidaknya sebelum aku mati sudah ada kebaikan yang aku lakukan? tapi,,, huh, aku benar-benar bingung.' aku bergelut dengan fikiran ku sendiri.
"Tante, kalau ginjal saya cocok sama anak Tante, ambil saja ginjal saya." kata ku mantap. Aku sudah memantapkan hatiku, setelah aku mendonorkan ginjal ku, aku akan mengabdikan diriku dirumah sakit untuk menghibur anak-anak yang sakit, atau ke Panti Asuhan mengurus anak-anak panti saja, aku hidup hanya sendiri dan sudah tidak ada yang aku harapkan lagi. Dengan banyaknya kemalangan dalam hidupku.
Tante Lyra kaget mendengar perkataan ku barusan, dia langsung menolehkan ke
arahku.
"A,,apa maksut kamu, Kei? A,apa Tante tidak salah dengar?" tanya Tante Lyra terbata, dan seperti tidak percaya.
Aku tersenyum memandang Tante Lyra, dan ku genggam tangan Tante Lyra.
"Tidak!! Tante tidak salah dengar. Saya mau mendonorkan ginjal saya untuk anak, Tante." jawabku.
"Ta,,tapi kenapa Kei, kamu mau mendonorkan kan ginjal mu untuk anak Tante?" tanya Tante Lyra heran.
"Karna anak Tante lebih membutuhkan. Kesembuhan anak Tante pasti ditunggu banyak orang, seperti Tante yang sangat mengharapkan anak Tante bisa sembuh. Jika saya, Huh,,, tidak ada gunanya hidup, tidak ada satu orangpun yang mengharapkan kehidupan saya. Saya hanya hidup sendiri, jika saya matipun tidak ada yang akan menangis untuk saya." jawabku.
"Kamu tidak bisa berbicara seperti itu, Kei. setiap manusia hidup pasti ada orang yang perduli. Tante juga perduli dengan kehidupanmu." kata Tante Lyra.
Sebelum pembicaraan ku dengan Tante Lyra selesai, Dokter keluar dari ruang rawat.
"Buk," panggil Dokter.
Dan Tante Lyra segera bangkit menghampiri Dokter yang memanggil nya.
"Iya, Dok. Bagaimana keadaan Ken?" tanya Tante Lyra pada Dokter itu.
"Tuan Ken, benar-benar harus mendapat donor ginjal secepatnya Buk, kalau tidak Tuan Ken..." Dokter itu tidak meneruskan kata-katanya.
hiks,,hiks,,
Tante Lyra semakin menangis terisak dan duduk dengan lemas. Ku dekap pundak Tante Lyra mencoba menenangkannya.
"Ken, Ken, Mami tidak bisa kehilanganmu, Nak. Bertahanlah demi Mami," ucap Tante Lyra lirih.
Berjalan meraba dinding, aku mengejar Dokter itu. Dan Dokter itu belum terlalu jauh berjalan.
"Dok,,,Dokter!! tunggu!!" teriakku memanggil Dokter.
"Iya, ada apa?"
"Dok, saya mau mendonorkan ginjal saya untuk anak Ibu tadi." jawabku.
Dokter itu memandangku bingung dan heran.
"Apa kamu yakin, Nak?" kata Dokter itu.
"Iya, saya yakin Dok." jawabku mantap.
"Baiklah, kita harus melakukan tes dulu untuk mengetahui apa ginjal kamu cocok untuk Tuan Ken." kata Dokter.
Dan aku mengangguk.
Aku dibimbing perawat keruang pemeriksaan, setelah menunggu hasil itu keluar dan ternyata ginjal ku cocok dengan ginjal anaknya Tante Lyra.
Tak menunggu waktu lama aku sudah berada diruang operasi, Dokter menyarankan untuk cepat melakukan operasi karna kondisi Ken terus menurun.
Sebenarnya Dokter juga masih mengkhawatirkan kondisiku. Karna aku baru saja pulih dari kecelakaan.
Tapi aku terus memaksa Dokter, aku bilang kondisiku sudah tidak apa-apa dan nyawa anak Tante Lyra lebih penting.
Akhirnya Dokter setuju untuk segera melakukan operasi dengan catatan aku harus menandatangani sebuah surat berisi ketersediaan ku mendonorkan ginjal tanpa adanya pemaksaan. Tak menunggu lama aku langsung menandatangi surat itu.
Sebelum aku masuk keruang operasi tadi, Tante Lyra menemui ku didepan ruang operasi.
Dia sangat berterima kasih kepadaku.
"Kei, Tante sangat-sangat berterima kasih kepadamu, kamu mau mendonorkan ginjal mu. Tapi,,, kalau kamu tidak yakin tidak apa-apa Kei, nanti biar Tante mencari orang lain." kata Tante Lyra.
"Tante, sudah tidak ada waktu. Anak Tante harus cepat dioperasi, Saya yakin Tante dengan keputusan saya. Tante tenang saja, semua pasti baik-baik saja." jawabku.
"Terima kasih ya,Kei. Terima kasih."
"Tante, boleh saya minta satu permintaan."
"Permintaan apa, Kei?" tanya Tante Lyra memandangku dengan bingung.
"Saya minta, tolong rahasiakan hal ini. Jangan katakan kepada siapapun kalau saya sudah mendonorkan ginjal saya, begitu juga dengan anak Tante, jangan katakan kepadanya kalau saya yang mendonorkan ginjal untuknya" permintaan ku pada Tante Lyra. Aku ingin menyimpan kebaikanku, tanpa memberitahu siapapun.
"Tapi, Kei??"
"Tante, saya minta tolong. Hanya itu permintaan saya." jawabku.
"Memang kenapa, Kei?"
"Tidak apa-apa, Tante. Aku hanya ingin menyimpan kebaikanku saja, tanpa orang lain mengetahuinya." jawabku.
"Kenapa, kenapa hatimu sungguh mulia, Kei." Tante Lyra langsung memelukku dan menangis.
Diruang Operasi.
' Ya Allah, jika takdir hidupku hanya sampai disini aku ikhlas. Selamatkan lah nyawa anak Tante Lyra, kesembuhannya sangat dinantikan banyak orang.' Do'a ku dalam hati.
Aku pun sudah mengatakan permintaanku untuk merahasiakan operasi ini kepada Dokter juga. Dan Dokter menyetujui permintaanku.
Aku sudah berbaring diranjang ruang operasi, dan perawat datang dengan mendorong brankar, diatas brankar itu ada seorang laki-laki wajahnya pucat tetapi masih terlihat sangat tampan.
Aku tersenyum pada laki-laki disebelah ku itu, bukan karna ada perasaan padanya, hanya membayangkan ketika dia sudah sembuh pasti akan ada banyak keluarga yang berbahagia. Meski dia lelaki sangat tampan, tapi hatiku masih tidak bisa berpaling, karna dihati ku masih ada Mas Izham.
'Mudah-mudahan kamu cepat sembuh.' Do'a ku untuk lelaki itu, padahal aku sama sekali tidak mengenalnya.
Semua Dokter dan perawat yang ada ruang operasi berkumpul mengelilingi ku dan lelaki itu. Salah satu Dokter membimbing do'a, supaya operasi ini berjalan lancar dan berdo'a untuk keselamatan ku dengan lelaki itu.
Selesai berdo'a bersama, Dokter itu menyuntikkan obat bius ketubuh ku.
Dan beberapa saat setelah itu aku sudah tidak ingat apapun.
Aku mengerjapkan mata, kesadaran ku mulai kembali, ku amati sekeliling.
Diruang rawat lagi, ternyata aku masih hidup.
Aku kira akan mati setelah mendonorkan ginjal ku, karna setidaknya itu lebih baik daripada hidup sendiri seperti ini.
Ku raba perut bagian bawah, masih teras sangat nyeri.
Tak lama Tante Lyra masuk keruangan ku.
"Pagi, Kei." sapa Tante Lyra tersenyum.
"Pagi juga, Tante." jawabku.
"Bagaimana keadaan kamu, Kei?" tanya Tante Lyra.
"Masih lemas dan bekas operasinya masih nyeri."
"Maaf ya, Kei. Gara\-gara kamu mendonorkan ginjal untuk anak Tante, kamu jadi kesakitan seperti ini." kata Tante Lyra sedih.
"Sudahlah Tante, ini bukan salah Tante atau anak Tante, tapi ini kemauan saya sendiri. Saya fikir sudah tidak bisa melihat dunia ini lagi, tapi Tuhan masih memberi saya takdir kehidupan lagi." kataku.
"Kamu jangan sedih seperti ini Kei, Tante sangat berhutang Budi kepada mu. Tante akan membalas kebaikanmu, Kei. Tante sudah menganggapmu sebagai saudara Tante, bahkan seperti putri Tante. Kamu harus semangat sembuh ya, nanti kamu tinggal dirumah Tante saja." tawar Tante Lyra.
"Terima kasih Tante, tapi biarkan seperti perjanjian awal Tan. Meski saya tinggal dirumah Tante, biarkan saya bekerja semampu saya. Perlakukan saya biasa saja Tante." pintaku.
Dan Tante Lyra mengangguk sambil tersenyum.
'Anak ini baik sekali, aku belum pernah bertemu wanita sebaik dia. Hatinya sungguh sangat mulia, mudah\-mudahan kamu cepat mendapatkan kebahagiaan mu, Kei." batin Tante Lyra.
Seminggu sudah berlalu sejak operasi itu, kini kami sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang.
Aku sudah punya tongkat alat bantu berjalan lagi, karna Tante Lyra sudah membelikan yang baru untukku.
Dijemput sopir pribadi Tante Lyra, kini kami sudah ada didalam mobil.
Ku lihat lelaki itu juga sudah membaik. Wajahnya sudah tidak se pucat waktu ku lihat diruang Operasi.
"Kenapa wanita itu ikut kita pulang, Mi?" tanya Ken kepada Maminya.
"Nama dia Kei, dia ikut kita pulang karna dia yang akan merawat kamu dalam masa pemulihan mu, Kei." terang Tante Lyra.
"Mami tidak lihat, keadaan dia seperti itu? bagaimana bisa dia merawat, Ken!" kata Ken agak sinis, seperti tidak menyukaiku.
Aku duduk disamping kemudi, jadi aku bisa mendengar pembicaraan Tante Lyra dan anaknya itu.
Sampai didepan halaman rumah Tante Lyra, aku benar-benar dibuat takjub dengan bangunan kokoh yang ada di hadapanku.
Ini bukan sebuah rumah lagi, tetapi ini seperti istana bagiku. Aku sampai terbengong memandang bangunan yang sangat megah itu.
"Kei, kenapa melamun? ayo masuk." suara Tante Lyra menyadarkan ku.
"Iiiya, Tante."
Sampai didepan pintu, semua orang berjejer-jejer menyambut pemilik rumah.
"Selamat datang, Nyonya. Selamat datang, Tuan Ken." para pelayan yang berjejer itu menyambut dengan ramah.
"Perkenalkan, ini Kei. Dia yang akan merawat Ken." Tante Lyra memperkenalkan ku pada pelayan yang berjejer-jejer itu.
"Selamat datang, Kei." pelayan itu juga menyambut ku.
"Terima kasih," ucapku.
"Oh,, iya. Tante sampai Lupa, kalian belum saling kenalkan." Tante Lyra melihat kearah ku dan berganti melihat kearah anaknya.
"Tidak perlu, Mi." Ken menjawab cuek dan berlalu pergi.
"Ken!!" panggil Tante Lyra, tapi anaknya itu tidak menjawab dan tetap berjalan menjauh.
"Maafin dia ya, Kei. Ken memang sedikit dingin seperti itu." kata Tante Lyra.
"Tidak apa-apa, Tan. Mungkin, em,," aku bingung harus memanggil apa pada anak Tante Lyra itu.
"Panggil Ken saja tidak apa-apa," sahut Tante Lyra, tapi aku tidak berani memanggil namanya saja.
"Em, Tuan Ken saja Tante, saya tidak enak jika harus memanggil nama saja." kataku.
"Baiklah, terserah mu saja, Kei."
"Ita, tolong kamu antar Kei, kekamar tamu ya. Dia akan menempati kamar itu." Tante Lyra menyuruh salah satu pelayannya.
"Baik, Nyonya."
"Mari saya antar kekamar tamu." pelayan bernama Ita itu berjalan duluan, sedang aku mengikuti dibelakang.
"Ini kamarnya kamu," ucapnya sedikit sinis.
"Terima kasih." ucapku, tapi pelayan itu tidak menjawab dan langsung pergi begitu saja. Aku tidak terlalu memusingkan sikap pelayan tadi.
Mataku masih meneliti setiap sudut, kamar tamu saja seperti ini mewahnya, aku benar-benar kagum. Ternyata Tante Lyra sangat kaya.
Cuma mau ucapin selamat membaca.
Dan maaf kalau masih banyak kata yang salah, author masih terus mencoba belajar untuk menghasilkan cerita yang menarik.
Terima kasih
salam author kecil
mei_mei.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Sweet Girl
Alhamdulillah...
2022-08-30
0
Berdo'a saja
heemmmm
2022-06-24
0
Sukliang
ada yg komen, mira hamil anak dimas
mira selingkuh dg dimas yz
aku baca nya fi skip karna dak kuat, kasihan kei
2022-06-23
0