Begitu sampai dirumah aku langsung masuk kedalam dan ternyata Ibu masih menungguku dimeja makan.
"Kamu sudah pulang, Kei?"
"Sudah, Bu."
"Makanannya sudah kamu berikan pada mertuamu?"
"Sudah, Bu." lagi-lagi menjawab sama. Aku menjawab pertanyaan dari Ibu hanya seperlunya saja karna aku sedang menahan sesak di dada, rasanya aku ingin terus menangis saat teringat kata-kata Ibu Esih tadi dan dia tega mengusirku seperti itu.
"Kamu terlihat sedih, kenapa Kei?" Ibu bertanya lagi, padahal aku sudah ingin langsung masuk kekamar.
"Tidak apa-apa Ibu, tadi Ibu dan Ayah Mas Izham mau pergi, jadi rantang makanannya belum dicuci." jawab ku berbohong.
"Iya nggak apa-apa, nanti biar Ibu yang cuci."
"Kamu nggak sekalian makan siang dulu?"
"Nanti saja Bu, Kei mau kekamar saja. Kei lelah Bu." jawab ku. Aku langsung masuk kedalam kamar, langsung menumpahkan segala rasa sesak di dada.
Satu tahun sudah kami menjalani pernikahan dengan jarak jauh.
Tiga bulan sekali Mas Izham pulang kerumah untuk menengokku, itupun hanya dua atau tiga hari saja ada dirumah setelah itu mas Izham akan langsung kembali ke Jakarta.
Perlakuan Mas Izham tidak berubah sama sekali, dia tetap romantis dan menunjukkan rasa sayangnya padaku.
Banyak tetangga yang bergosip tentang hubungan kami, tapi aku coba untuk tidak memperdulikan mereka. Namun ketika mereka menanyakan tentang keturunan, kadang hatiku terasa tersentuh, dengan pernikahan yang hampir satu tahun ini tapi aku masih belum dikaruniakan sebuah anak.
Sudah tiga hari sakit Ibu kambuh, aku hanya merawat Ibu dirumah, jika dirawat diRumah Sakit membutuhkan biaya yang banyak.
Tetapi semakin hari sakit Ibu semakin parah sampai Ibu jatuh pingsan.
"Ibu, bangun Bu,,, Bu,," aku menangis, ku gerak-gerakan tubuh Ibu tapi tetap tidak sadar.
Aku memanggil tetangga, meminta bantuan mereka untuk membawa Ibu ke Rumah Sakit.
Diperjalanan aku tatap memegang tangan Ibu ku yang mulai dingin, aku takut terjadi sesuatu pada Ibu.
Sampai di Rumah Sakit para perawat membawa Ibu keruang UGD.
Aku menunggu diluar, menangisi dan terus berdo'a semoga Ibu baik-baik saja.
Karna panik aku sampai lupa tidak memberi kabar Mas Izham, setelah aku tenang dan ingat, aku langsung menekan nomor ponsel Mas Izham, namun beberapa kali masih belum ada jawaban.
"Kemana kamu, mas?" Aku mondar-mandir didepan ruangan Ibu, harap-harap cemas menunggu Dokter yang merawat Ibu segera keluar dan memberi kabar baik.
Aku coba terus menelfon Mas Izham, masih sama hanya suara operator yang kudengar.
Jam didalam ponselku menunjukan pukul 5 sore, harusnya Mas Izham sudah pulang dari kantornya.Tapi kenapa dia masih belum bisa dihubungi.
Beberapa saat Dokter yang menangani Ibu keluar, aku langsung menghampiri.
"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?"
"Maaf mbak, Ibu anda nyawanya tidak tertolong karna pembuluh darahnya sudah pecah." Dokter memberi jawaban yang mengejutkan.
Kalimat yang diucapkan dokter itu sungguh membuatku shok.
Aku tidak percaya Ibu meninggalkanku sendiri. Ku tutup mulutku tak percaya karna aku benar-benar tidak percaya.
Aku berlari masuk kedalam dengan tongkatku, dua perawat menutup wajah Ibu dengan selimut.
Seketika tangisku pecah, aku berlari mendekati Ibu, Aku menangis meraung-raung, ku dekap tubuh Ibu ku.
"Ibu jangan pergi Ibu, jangan tinggalkan Kei, Bu!!"
"Ibu tolong bangun Bu, Ibu, Bu,??" Aku terus memeluk Ibu ku memanggil dan ku gerak-gerakkan badan Ibu supaya terbangun, aku masih tak percaya secepat ini Ibu pergi untuk selama-lamanya.
Aku sudah lemas dan aku pun jatuh pingsan, dua perawat tadi membawaku keruang perawatan. Dan jenazah Ibu dibawa keruang jenazah.
Saat ini Aku masih menangis diatas tanah kuburan Ibu. Pakde, Bude, semua saudara menghadiri pemakan Ibu, mereka semua menenangkanku.
Bagai jatuh tertimpa tangga, bahkan sampai jenazah Ibu sudah dimakamkan tapi Mas Izham belum bisa dihubungi dan nomor ponselnya juga masih tidak aktif.
Pakde, Bude, semua mengajukan pertanyaan yang hampir sama, yaitu dimana suamimu, kenapa tidak datang dipemakaman mertuanya.
Pertanyaan itu menambah daftar kesedihanku, sampai saat ini aku juga tidak tahu kemana Mas Izham dan kenapa nomornya tidak aktif.
Aku istri yang menyedihkan bukan.
Semua pelayat sudah pulang, sekarang hanya tinggal aku yang masih duduk diatas pusaran Ibu, Aku kembali menangis.
Aku merasa sangat lelah, aku mengambil tongkatku dan berjalan pulang. Sampai dirumah sepi sudah pasti, biasanya aku berdua dengan Ibu dan sekarang hanya tinggal aku sendiri.
Aku langsung pergi kekamar dan tak terasa mataku terpejam begitu saja, mungkin karna aku sangat kelelahan.
Hari terus berganti, aku menjalani hidupku seperti biasa. Namun begitu memilukan, sampai saat ini aku masih belum bisa menghubungi nomer Mas Izham. Selain merindukan suara Mas Izham, Aku juga sangat khawatir dan sangat takut terjadi apa-apa dengan Mas Izham.
Aku masih punya beberapa simpanan uang, aku bingung, apa aku harus menyusul Mas Izham ke Ibu kota atau aku harus sabar menunggu sampai Mas Izham kembali pulang.
Aku duduk dimeja makan, aku hanya mengaduk-aduk makanan saja, rasanya aku tidak berselera makan sama sekali. Sedih yang belum hilang dan juga menunggu kabar dari Mas Izham.
Aku selalu membawa ponselku kemanapun, biar sewaktu-waktu Mas Izham menelfon aku bisa langsung menjawab. Namun sampai seminggu dari pemakaman Ibu, Mas Izham masih tak ada kabar dan nomornya pun sekarang sudah tidak aktif.
Sakit dan sedih rasanya menunggu tanpa adanya kepastian.
Fikiran ku sudah kemana-mana, apa terjadi sesuatu dengan Mas Izham atau dia mau menghindari ku, tapi untuk apa Mas Izham menghindari ku, kami tidak bertengkar sama sekali.
Biarlah Aku akan mencoba untuk menunggu Mas Izham, jika sampai minggu depan Mas Izham tidak memberi kabar dan tidak pulang, maka aku putuskan untuk menyusul Mas Izham ke Ibu Kota.
Aku membawa piring makan ku kedapur, masih tersisa banyak nasi dipiring. Mau bagaimana lagi, aku benar-benar tak berselera makan. Aku membereskan meja makan.
pyaaarr,,,,
Tak sengaja tanganku menyenggol gelas diatas meja.
"Astaga..." Aku sangat kaget dan perasaanku menjadi tidak enak.
Aku kefikiran Mas Izham, 'ada apa ini? mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu padamu, Mas." aku membatin.
Ku bereskan pecahan kaca itu dan tak sengaja pecahan itu melukai jari tangan ku.
Semakin kalut fikiran ku, Apa ini pertanda buruk ? ingin rasanya aku segera menyusul Mas Izham ke Jakarta.
Aku masuk kedalam kamar, dan memasukan bajuku kedalam tas kecil.
Firasat ku sudah tidak karuan, ku putuskan besok pagi aku akan ke Jakarta untuk menyusul Mas Izham.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Viaa
*seorang anak
2023-05-29
0
Sweet Girl
ya disusul aja.... biar ndak kepikiran...
2022-08-29
0
Berdo'a saja
harus siap tisu mungkin yaa
2022-06-24
0