Hari-hari aku jalani seperti biasa tidak ada yang berubah sama sekali bahkan sekarang madu ku semakin sering menghinaku, mencaci maki dengan kata-kata buruk, menganggap ku seperti pembantu, dia menyuruhku membersihkan rumah seperti yang dilakukan pembantu, dia menyuruhku mencuci pakaiannya, aku sempat menolak, tetapi Mas Izham tidak membelaku, dia malah membiarkan istri sirihnya menyuruh ku dia seperti membela istri sirihnya.
Sakit hati sudah pasti, sampai tidak bisa diungkap dengan kata-kata. Aku diam, aku tidak bersuara, rasanya aku sudah lelah untuk bertengkar karena akhirnya Mas Izham selalu membela istri sirihnya.
Aku selalu menyalahkan diriku sendiri yang terbelenggu dengan perasaan yang masih utuh untuk suamiku.
Meski lelah untuk bertahan, tetapi aku masih belum mampu untuk berpisah dengan Mas Izham.
Pagi sekali Aku sudah terbangun dan bermain didapur untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Ya,,, mereka! setiap hari akulah yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, termasuk menyiapkan makanan untuk mereka. Madu ku... huh, dia sudah seperti seorang ratu hanya menyuruh dan mencibirku dengan mulut pedasnya. Setiap hari, bangun, mandi, bersiap, dandan secantik mungkin, secantik lenong dan duduk manis menunggu sarapan yang aku buat.
Dan sedihnya, Mas Izham tidak membelaku sama sekali ketika istri sirihnya menyuruhku bagai pembantu dan mencaci ku.
Jika Aku tidak kuat menahan sakit, aku hanya bisa menangis dikamar.
Mas Izham dan istri sirihnya sudah duduk dimeja makan. Aku membawa nampan berisi segelas susu dan secangkir teh. Dengan susah payah aku membawanya, karna aku juga harus menyeimbangkan tubuhku dengan sebuah tongkat.
Untung tanganku sudah terbiasa dengan beban berat yang aku lakukan.
Aku menaruh minuman didepan mereka masing-masing.
"Hoek,,Hoek,,," Istri sirih Mas Izham berlari kekamar mandi dan sepertinya memuntahkan isi perutnya.
Mas Izham pun menyusul kekamar mandi.
aku menunggu dimeja makan. Tak lama mereka sudah terlihat kembali dengan Mas Izham yang memapahnya berjalan.
"Sayang, aku enek mencium bau susu itu!" keluhnya.
"Memang kenapa Sayang?" Mas Izham bertanya pada istri sirihnya.
"Entahlah, rasanya aku ingin muntah terus."
"Kei, apa itu bukan susu yang biasa dikonsumsi Mira?" mas Izham bertanya padaku.
"Itu susu yang biasanya kok, Mas. Dan takarannya juga sama," jawabku.
"Pokoknya kamu singkirkan susu itu sekarang juga!!" lerintah Mira dengan membentak ku.
Dan Mas Izham lagi tidak ada pembelaan.
Aku mengambil segelas susu itu dan kubawa kembali kedapur.
Ku elus dadaku yang terasa sesak. "Ya Tuhan kuatkan Aku." hanya itu yang selalu diucapkan.
"Sayang apa perlu kita kedokter? kamu terlihat pucat sekali," Mas Izham terlihat sangat kwatir dengan Mira. Aku sedikit mengintip mereka.
"Entahlah, badanku terasa tidak enak sekali. Tetapi, kita harus segera berangkat kekantor Sayang"
"Apa kamu tidak bisa cuti dulu hari ini?"
"Tidak, kerjaan dikantor pasti akan menumpuk, tidak apa-apa, nanti pasti baikan kalau sudah dicium kamu." Mira bersikap manja pada Mas Izham.
"Kamu ya, pagi-pagi sudah genit."
Mas Izham mengelus rambut Mira dan mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Mira.
Dadaku terasa sakit, menyaksikan suamiku bermesraan dengan madu ku. Apa mereka benar-benar sudah tidak punya hati? Kenapa harus melakukan itu diruang terbuka, kenapa tidak dikamar mereka saja. Mereka tidak memikirkan perasaan ku yang terluka melihat mereka bermesraan seperti itu.
Lagi, Aku menangis dalam diam, ku terisak.
Ku remas kuat dadaku untuk meredakan sesak. Ku dengar suara Mas Izham memanggilku, aku buru-buru menghapus air mataku.
Ku ambil tongkatku dan berjalan pelan menghampiri mereka.
"Ada apa, Mas?" Tanya ku.
"Aku sama Mira berangkat ke Kantor dulu ya, kamu baik-baik dirumah."
Mira sudah menggandeng tangan kiri Mas Izham. Aku menyodorkan tanganku untuk mencium tangan Mas Izham, saat Mas Izham ingin mencium keningku, Mira menarik tangan Mas Izham. Dan Mas Izham berlalu tanpa menciumku.
Seperti biasa aku hanya memandangi kepergian mereka dibalik jendela.
Berat Badanku sekarang sudah turun drastis, mungkin terlalu banyak fikiran dan harus makan hati setiap hari.
Ternyata seperti ini wanita yang dimadu tanpa keadilan.
Sore hari mereka sudah kembali bersama.
Aku membuka pintu dan mencium tangan Mas Izham.
"Mau minum teh Mas?" Aku menawari suamiku. Madu ku? tidak Sudi aku menawarinya.
"Bikinin Aku jus Mangga ya, yang manis." Mira menyuruhku.
"Kamu bisa kan buat sendiri?" jawabku.
"Sayang,,?"
"Kei, tolong kamu buatkan jus yang diminta Mira tadi ya, kasihan dia capek baru pulang kerja dan dia juga tidak enak badan hari ini."
ho,,, Mas Izham, malah menyuruhku tanpa membelaku sama sekali.
"Tap,,"
"Tolong Kei, aku lelah kalian jangan berdebat ya!"
Aku berjalan kedapur membuat minuman untuk mereka.
Mereka masuk kedalam kamar. Aku menaruh minuman dimeja makan untuk sekalian makan malam.
Mereka sudah duduk bersama.
Kebetulan aku hari ini memasak tumis kangkung, lauk tempe, dan juga sayur santan ikan Mas, karna itu makanan kesukaan Mas Izham.
"Sayang, makanan apa ini? seleraku buruk setelah melihat lauk pauk itu."
"Kenapa? ini enak kok, Kei selalu pintar memasak"
"Ini makanan kampung Sayang, aku tidak berselera, Aku ingin makan Ayam panggang barbeque, di Restoran langganan kita" berbicara dengan Manja.
Aku sangat muak, melihat dan mendengarnya.
"Tapi Mira, kalau kita makan di Restoran, mubazir makanannya, Kei juga sudah capek-capek memasak untuk kita, kasihan dia."
"Kamu nggak mau?? kamu lebih perduli dengan dia? hidup dia memang hanya dari belas kasih dari orang lain." Mira merendahkan ku.
Aku tidak mampu menjawab, aku sudah menangis. Aku hanya melanjutkan makan malam ku dengan air mata yang terus mengalir seperti air terjun.
Aku lelah berdebat, aku lelah membela diri, karna pada akhirnya Mas Izham tidak pernah membelaku. Aku melanjutkan makan ku seperti tidak terjadi apapun.
Padahal hatiku sudah hancur lebur.
Kata-kata," hidup dia memang hanya dari belas kasih orang lain" Selalu terngiang ditelinga ku.
Apa segitu rendahnya diri ku? dan segitu jahatnya dia tega mengatai ku seperti itu.
Mira pergi kekamarnya.
"Kei, kamu tidak apa-apa?"
Apa mulutmu hanya bisa bertanya pertanyaan yang tidak bermutu itu Mas? batinku.
Aku tidak menjawab dan hanya diam menunduk, terus mengunyah makanan.
Harusnya dia tidak memberi pertanyaan seperti itu.
"Kei, maafkan ucapan Mira tadi, dia hanya lelah dan kurang istirahat. Makanya emosinya tidak stabil."
"Tidak apa-apa Mas, memang disini hanya istri sirih mu itu yang lelah dan aku tidak pernah lelah. Kamu susul saja dia, nanti dia semakin marah padamu." kataku halus tetapi menyindir.
"Bukan seperti itu maksutku, Kei."
Aku menghela nafas. Tidak mendengarkan ucapan Mas Izham. Aku berlalu pergi kedapur membawa piring bekas makan ku dan mencucinya.
Aku terus menghapus air mata sialan ini yang tidak berhenti keluar.
"Aku kuat dan Aku tidak lemah." aku menyemangati diri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Tri Utari Agustina
ilham suami tak tahu diri kasihan dengan iri sah bikin emosi
2022-10-02
0
Sweet Girl
ndak usah bertahan....
2022-08-29
0
Berdo'a saja
heemmmm sungguh
2022-06-24
0