Aku dan Mas Izham sedang menuju kerumah sakit. Tadi malam Pak Wahyu menelfon, memberi kabar bahwa Ibu Esih masuk Rumah Sakit. Dan pagi-pagi sekali kami sudah naik kereta api untuk pulang ke Desa.
"Mas, kamu tenang ya, Ibu pasti baik-baik saja." Aku menenangkan Mas Izham karna dari tadi dia terlihat cemas. Mas Izham mengangguk dan menyenderkan kepalanya di bahu ku.
"Ayo jalan yang cepat Kei, Aku sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Ibu!"
"Iya,,, Mas" Mas Izham menyuruhku berjalan cepat, padahal aku sudah berusaha menyeimbangkan langkahku dengannya, namun, mau bagaimana kakiku tidak bisa berjalan normal.
"Au" Aku meringis memegangi lututku yang lecet karna terjatuh.
"hah, Kamu ya, bener-bener!! sudah berjalan lama, sekarang terjatuh lagi,!!" Mas Izham bukannya menolongku dan malah memarahiku.
"Maaf.."
Aku berdiri pelan ku tahan perih di lututku, ku ambil kembali tongkatku dan berjalan lagi. Mas Izham sudah berjalan jauh, aku kewalahan mengikuti langkah Mas Izham.
Sampai diruangan Melati no 202, Mas Izham langsung membuka pintu dan masuk kedalam ruang rawat Ibu Esih. Aku juga ikut masuk.
"Ibu, ibu tidak apa-apa kan?" Tanya Mas Izham pada Ibunya.
"Ibu sudah baikan, jangan kwatir lagi ya,"
"Tadi malam Bapak telfon, katanya Ibu dirawat jadi pagi-pagi tadi Izham langsung pulang" Mas Izham terlihat sudah sedikit tenang.
"Tidak apa-apa, Ibu hanya kecapean saja."
Aku memberanikan untuk mendekati Ibu mertuaku.
"Bagaimana kondisi Ibu?" Tanyaku.
"Baik!" Ibu menjawab dengan cuek, Ibu terlihat sangat tidak suka denganku.
"Ibu,!" Suara Mas Izham menegur Ibunya, mungkin agar lebih bersikap baik pada ku.
Pak Wahyu masuk membawa bungkusan makanan.
"Izham, Kei, kalian sudah datang?" Pak Wahyu begitu ramah.
"Ayah,"
"Kalian apa kabar?"
"Kami baik Ayah. Ayah apa kabar?" Kata Mas Izham.
"Baik, maaf ya Ayah harus menelfon dan memberitahu kondisi Ibumu, katanya dia kangen sama Kalian"
"Aku kangen sama Izham aja Pak," sahut Ibu Esih.
Hatiku sedih tidak disambut baik oleh Ibu mertuaku, dia pun tidak menginginkan aku disini. Tapi Aku bersabar, Aku selalu berdo'a semoga suatu saat Ibu bisa menerimaku menjadi Menantunya.
Sore hari, Dokter sudah memberi izin Ibu Esih pulang. Kami sangat senang karna keadaan Ibu sudah jauh lebih baik. Kami sudah sampai didepan rumah Mertuaku.
Pak Wahyu membuka kunci pintu, Mas Izham memapah Ibunya, dan Aku memegang tongkat dan membawa tas pakaianku dan Mas Izham.
"Ibu senang bisa cepet pulang kerumah, dan bisa melihatmu Nak, sudah lama kamu tidak pulang menjenguk Bapak sama Ibu." Kata Ibu Esih kita sedang duduk diruang tamu.
Meski sudah lama bersama Mas Izham, dan hampir setahun pernikahan Kami, tetapi Aku belum pernah diajak kerumahnya. Setelah kami menikah pun, Mas Izham tinggal bersama dirumah ku, dan tidak pernah mengajakku kerumahnya. Jadi ini pertama kali Aku memasuki rumah Mertuaku.
"Maafin Izham Bu, Izham sibuk bekerja sampai lupa pulang dan jenguk Ibu."
Aku hanya diam tidak berani bersuara.
"Izham, ajaklah istrimu kekamar, Kalian pasti lelah." Perintah Pak Wahyu. Mas Izham memandangku sebentar dan berdiri.
"Ayo Kei kita istirahat dulu," Ajaknya.
"Iya Mas" Jawabku. Aku berdiri mengambil tongkat dan tas, Mas Izham mengambil tas yang Aku bawa.
"Biar Aku saja yang bawa."
"Izham," Panggil Ibu Esih.
"Iya Bu?"
"Nanti malam suruh istrimu membuat makan malam, karna Ibu masih sakit" Kata Ibu Esih.
"Iya Bu, Kei akan masak untuk makan malam" Bukan Mas Izham, tetapi Aku yang menjawab.
"Bu, sudah biar Kei istirahat dulu, kasihan dia pasti capek karna menempuh perjalanan jauh." Kata Pak Wahyu.
"Ya Ibu kan cuma mengingatkan saja Pak."
Mas Izham menarik tangan ku untuk pergi kekamarnya. Mas Izham langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kasur.
"Huh, Kei rasanya hari ini Aku lelah sekali."
"Iya Mas, Aku juga"
"Sini" Mas Izham menyuruhku untuk tidur disampingnya. Aku pun menurut, ku rebahkan tubuhku dan menghadap kearah Mas Izham.
Tetapi Mas Izham langsung mencium bibirku.
"Katanya lelah Mas" Kataku.
"Kalau untuk yang satu itu tidak pernah lelah sayang" Mas Izham memandangku genit. Aku menjadi malu.
Dan,,, Meski keadaan kami lelah, yang tadinya ingin istirahat, kami malah melakukan kewajiban sebagai suami istri. Setelah kelelahan Kami pun terlelap.
Jam 19.05, Aku masih memasak untuk makan malam, Bapak, Ibu dan Mas Izham sudah duduk dimeja makan.
"Kei, apa belum matang juga? Kami sudah lapar!" Teriak Ibu dari ruang sebelah.
"Iya Bu, ini tinggal Kei bawa kesitu." jawabku.
Aku menyajikan makanan yang buat. Dan Aku ikut duduk bergabung dimeja makan. Aku mengambilkan makanan untuk Mas Izham, dan setelah itu untuk ku sendiri.
"Wah,,, Kei, masakan kamu enak" Puji Pak Wahyu.
"Terima kasih, Pak" jawabku tersenyum. Mas Izham juga tersenyum, hanya Ibu Esih yang melirikku sinis.
"Halah, masakan kayak gini kok dibilang enak to, Pak! enakan masakan Ibu!" sahut Ibu Esih.
"Ya biarin to Bu, Bapak puji masakan Kei, memang kenyataannya enak kok, Iya nggak Zham?"
Mas Izham hanya tersenyum.
"Izham, kami menikah sudah hampir setahun ya, gimana Bapak sudah mau punya cucu belum?" Pertanyaan Pak Wahyu membuatku kaget, dan terbatuk.
"uhuk, uhuk"
"Pelan-pelan Kei." Mas Izham menepuk pundak ku dan mengambilkan segelas air putih. Aku mengambil gelas itu dan langsung meminumnya.
"Maaf ya Kei, kalau pertanyaan Bapak tadi membuat kamu tidak nyaman" Pak Wahyu merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa Pak" jawabku.
"Entahlah Pak, kami sudah berusaha tetapi mungkin Tuhan belum mempercayai kami punya Anak" Jawab Mas Izham.
"Waktu setahun itu sudah lama Loh, kamu ingat si Yudi anaknya Pak Joko, yang nikahnya hanya selisih waktu satu bulan sama kamu, istrinya sudah hamil besar dan sudah mau melahirkan. Apa istrimu belum ada tanda-tanda hamil?" Tanya Ibu Esih.
"Kayaknya belum Bu, Kei juga baru selesei datang bulan." Jawab Mas Izham, aku hanya diam, sambil menikmati makanan yang rasanya hambar, seperti suasana hatiku.
"Jangan-jangan,,,"
"Jangan-jangan apa, Bu?"
"Jangan-jangan istri kamu tidak subur, alias mandul."
Deg,Deg, Ucapan Ibu mertua ku bagai pedang yang langsung menusuk hatiku. Aku menunduk, air mataku jatuh begitu saja.
Begitu teganya Ibu mengucapkan itu, menuduhku mandul.
"Bu, jaga ucapan mu!!!" Pak Wahyu memperingati istrinya.
"Itu hanya dugaan ku saja Pak," kilah Ibu Esih.
"Walau cuma dugaan saja, harusnya Ibu tidak mengatakannya didepan Kei" Pak Wahyu membelaku dan terlihat marah dengan istrinya.
Didalam hati, kenapa? kenapa bukan Mas Izham yang membelaku? Apa dia juga berfikir seperti itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
Sweet Girl
wws Kei.... jangan sok kuat dheh....
2022-08-29
0
Berdo'a saja
haduuuhhhh suami apa itu
2022-06-24
0
Sukliang
mulut ibu meryua perlu dicabein
2022-06-23
0