Hari pun berakhir. Sekarang saatnya semua pekerja kembali ke rumah masing-masing. Sama halnya dengan Lisa dan Nathan. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil. Lisa melihat Nathan yang terdiam. Nathan tak banyak bicara. Wajahnya bahkan terlihat sangat kesal.
"Kakak kenapa?" tanya Lisa. Nathan tak menjawab.
"Marah ya sama Lisa?" tanyanya lagi.
"Enggak." jawab Nathan singkat.
"Kok diem?" Nathan kembali tak menjawab.
Lisa terus memandang suaminya. Namun, ia tak tahu harus berkata apa. Lisa mengambil nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Setelah itu, ia memandang keluar jendela. Tanpa terasa air matanya luruh. Nathan tetap fokus dan tak menyadari air mata Lisa yang telah mengalir.
Tak lama, mereka sudah memasuki halaman rumah. Begitu Nathan menghentikan mobil, Lisa segera turun dan berjalan cepat. Nathan baru menyadarinya ketika Lisa berjalan menjauhinya.
Di ruang tamu, papi Gerry dan mami Nindya sedang menonton tv. Mami melihat Lisa yang berjalan cepat tanpa menyapa mereka, merasa aneh.
"Sudah pulang sayang?" Lisa tak menjawab. Ia terus berjalan. Mami Nindya mengikuti Lisa.
"Lisa..." panggil mami Nindya. Lisa terus berjalan ke kamar dan menutup pintu.
Lisa segera masuk ke kamar mandi dan menangis di sana. Mami Nindya, tidak meneruskan langkahnya ketika pintu kamar anak dan menantunya di tutup. Ia memutuskan kembali ke bawah.
Dari tangga, Nindya melihat anaknya berjalan masuk. Tak bisa menahan rasa ingin tahunya, ia memutuskan bertanya.
"Lisa kenapa Than?" Nathan tak menjawab.
"Nathan... Mami tuh lagi ngomong sama kamu. Kok malah di cuekin?" protes Nindya.
"Nathan gak tahu mi. Nathan masuk dulu."
Nathan melangkah cepat masuk ke dalam kamarnya. Mami dan papinya hanya melihat dengan raut bingung. Kemudian mereka hanya menggelengkan kepala.
"Hmmm... Heran sama mereka." ucap Nindya.
"Emang Lisa kenapa mi?" tanya Gerry.
"Itu pi, Lisa kayanya ngambek. Tapi heran, Nathan dari mukanya kaya lagi kesel. Jadi mami bingung. Mereka itu sebenarnya kenapa ya?"
"Biar mereka menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri. Kalau kita terus ikut campur, mereka gak akan jadi dewasa."
"Papi bener." mereka kembali dengan kesibukan masing-masing.
******
Nathan sudah masuk ke dalam kamar. Namun ia tak melihat Lisa di dalam.
Sepertinya dia di dalam kamar mandi.
Lisa menyalakan shower dan membiarkan baju yang di pakai basah. Ia merasa sangat sedih. Nathan yang merasa bosan menunggu, memutuskan mandi di kamar lain.
Aku paling benci di diemin kaya gini. Lebih baik dia ngomong kalau dia marah dari pada diem.
Nathan sudah kembali ke kamar. Ia belum melihat Lisa. Masih terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ia mencoba memutar handle pintu. Ia takut terjadi apa-apa pada Lisa. Ternyata pintu masih terkunci. Nathan berteriak memanggil Lisa.
"Lisa... Kamu belum selesai?" tak ada jawaban.
"Lisa..." belum juga di jawab. Nathan mulai merasa khawatir.
"Kalau gak cepat keluar, aku buka paksa ya."
Tak lama Lisa membuka pintu kamar mandi. Ia belum mandi sama sekali. Nathan melihat baju kerjanya masih melekat di tubuhnya dan basah. Wajah Lisa menunduk tak melihat Nathan. Bahkan tubuh Lisa terlihat menggigil.
"Kenapa baju kamu basah?"Nathan hendak masuk ke dalam.
Beruntung ia tiba di dekat Lisa tepat waktu ketika tubuh Lisa terjatuh dan tak sadarkan diri.
"Lisa...Lisa... Jangan buat aku takut sayang. Cepat bangun."
Nathan dengan cepat membuka semua pakaian Lisa dan menggantikan bajunya. Setelah itu, Nathan mengangkat tubuh Lisa ke atas ranjang. Nathan menyelimuti tubuh Lisa. Ia melihat kuku Lisa yang sudah berwarna biru. Bibirnya pun sudah berubah warna biru. Nathan segera mendial nomor seseorang.
"Halo Gas, bisa ke rumah gue?"
"Kenapa Than?"
"Istri gue pingsan."
"Hmmm.. Oke."
Sambil menunggu Bagas datang, Nathan mengeringkan rambut Lisa.
Dua puluh menit kemudian Bagas tiba di rumah Nathan. Ia diantarkan oleh Nindya ke kamar Nathan. Nindya yang mendengar Lisa pingsan, ikut masuk dan melihat kondisi Lisa.
"Lisa kenapa Than?" tanya Nindya panik. Nathan hanya menggeleng.
"Cepat periksa Gas." pinta Nathan. Bagas mengangguk.
Bagas membuka tasnya dan mengeluarkan peralatannya. Ia mulai memeriksa kondisi Lisa. Mulai dari denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
"Tekanan darahnya sedikit menurun, suhu tubuhnya normal. Dia kedinginan dan sedikit stress. Dia hanya perlu beristirahat." Bagas menuliskan resep dan memberikannya pada Nathan.
"Ini aku resep kan vitamin. Jangan lupa di berikan."
"Makasih Gas." Bagas mengangguk.
"Kalau begitu, aku permisi dulu. Tante, Bagas pulang dulu ya." Bagas pamit pada mami Nindya dan Nathan.
Nathan hanya mengangguk. Nindya sudah berdiri akan mengantarkan Bagas.
"Ayo tante antar." Nindya dan Bagas keluar bersama.
Nathan memandang wajah Lisa dan mengusap pipinya. Ada raut penyesalan di wajahnya.
"Maafkan aku sayang. Aku hanya cemburu pada pria itu. Aku tidak terima jika dia bilang, dia mencintaimu dan akan merebut hatimu. Aku marah. Maaf Aku tidak bermaksud mendiamkan mu. Bangunlah sayang." Nathan sudah menitikkan air matanya.
Nathan menghapus air matanya dengan jarinya. Ia melihat Lisa mengigau.
"Mami jangan tinggal Lisa mi.... Vira...."
Nathan menepuk pipi Lisa dengan lembut. "Sayang, bangunlah. Sayang..."
Perlahan, Lisa mulai membuka matanya. Ia melihat wajah Nathan. Lisa menahan sesak di dadanya hingga air matanya luruh. Nathan memeluk Lisa. Lisa semakin terisak. Nindya yang akan masuk, mengurungkan niatnya dan menutup pintu kamar itu kembali.
"Maafin aku ya." Lisa menggeleng.
"Aku minta maaf karena udah diemin kamu. Aku gak ada maksud begitu."
"Aku ngerti kok. Tapi aku lebih suka kakak marah dan ngomong sama aku apa salah aku."
"Kamu gak salah sayang. Aku yang salah. Aku terlalu cemburu."
"Jadi kakak cemburu?" Nathan menganggukkan kepala. "Sama Kenzi?" Nathan kembali mengangguk.
"Aku udah jadi milik kakak. Kakak gak perlu cemburu. Kak, aku itu sangat mencintai kakak." Nathan menatap manik mata Lisa. Ada kesungguhan di sana.
"Maaf karena aku meragukan cintamu. Aku juga mencintaimu sayang."
Nathan memeluk Lisa erat. Tiba-tiba ia teringat dengan igauan Lisa.
"Boleh aku tanya sesuatu?" Lisa mengangguk.
"Tadi kamu sempat mengigau dan memanggil mami. Mami itu siapa?" tanya Nathan hati-hati.
Lisa terkejut. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Banyak pertanyaan yang timbul di hatinya. Apakah sudah waktunya ia memberitahu siapa dirinya? Bagaimana reaksi Nathan setelah ia tahu kebenarannya? Bagaimana nasib pernikahannya? Akankah semua ini berakhir? Jika benar berakhir, apakah dia sanggup hidup tanpa Nathan di sisinya?
"Sayang?" Lisa masih berperang dengan pikirannya sendiri.
"Lisa.." Nathan mengguncang bahu Lisa. Lisa tersadar.
Sejujurnya ia tak berani memberitahu siapa mami yang di igaukan nya. Ia terlalu takut. Lisa hanya tersenyum. Nindya masuk.
"Kamu sudah baik-baik saja sayang?" Lisa mengangguk.
Hufth... Untung ada mami. Selamat aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments