Hati memang tidak bisa berbohong. Seperti halnya hati seorang Elisa. Elisa tak bisa memungkiri betapa ia mencintai Nathan.
Semakin ia menyangkal, semakin cinta itu tumbuh. Bagaimana dengan Nathan? Berulangkali pria itu mengingatkan dirinya bahwa ia hanya mencintai Elvira.
Ia begitu mati-matian membunuh rasa cinta yang mulai tumbuh di hatinya. Dengan mudahnya Nathan jatuh hati pada pesona Elisa.
Pria itu tidak tahu saja bagaimana Lisa dengan susah payah menutupi perasaannya. Hingga 5 bulan pernikahan mereka, tidak ada yang terjadi.
Nathan sendiri, benar-benar berusaha keras menekan hasrat yang selalu saja timbul dalam dirinya. Bagaimana tidak, ia adalah pria dewasa normal yang memiliki hasrat. Apa lagi, dia tidur seranjang dengan seorang wanita yang sudah sah dinyatakan sebagai istrinya. Tentu saja dia ingin menikmati malam-malam panjang bersama istrinya itu.
___________
Hari ini, mereka sudah tiba di kantor. Seperti biasa, mereka berpisah di lift. Lisa masuk bersama karyawan lainnya melalui lift karyawan. Sementara Nathan melalui lift khusus petinggi di perusahaan.
Lisa memang tidak suka menyalah gunakan statusnya sebagai istri dari Nathan Darmawan. Ia tetap menjadi dirinya sendiri.
Tiba di ruangannya, Kris segera menyerahkan laporan yang di minta Nathan padanya.
"Maaf pak, ini laporan yang bapak minta." Kris menyerahkan laporan itu.
Nathan melihat secara teliti.
"Sudah selama ini, dia tetap diam? Apa yang di pikirkan nya?" gumam Nathan.
"Kenapa dia tidak pernah cerita padaku?" masih bergumam.
"Sepertinya, istri Anda tidak menyalah gunakan posisinya. Walau dia tahu, dia bisa memecat mereka semua." ucap Kris.
"Kau benar. Aku juga tidak mengerti dengan jalan pikirannya."
"Baiklah kau boleh pergi." ucap Nathan pada Kris.
"Baik pak, saya permisi." Nathan mengangguk.
Nathan mendesah frustasi. Ia merasa bingung bagaimana melindungi Lisa. Karena Lisa sendiri tidak pernah memberitahunya masalah yang tengah di hadapinya. Ia merasa tak di anggap suami oleh istrinya sendiri.
Suami? Rasanya tidak pantas ia menyebut dirinya sendiri sebagai suami. Selama ini, ia tak pernah melakukan kewajiban sebagai suami. Berbanding terbalik dengan Lisa.
Entahlah... Dia tak mengerti.
________
Malam hari di kediaman Darmawan.
Nathan sudah selesai makan malam. Ia memutuskan masuk kedalam kamarnya. Sementara Lisa segera membereskan meja makan dan dapur seperti biasa. Di kamar, Nathan mulai merasa gelisah.
Aku harus bicara dengan Lisa. Ini tidak bisa di biarkan. Bagaimana pun, dia tetap ISTRIku. Tunggu ISTRI???? Nathan tersenyum memikirkannya. Ia tetap berputar-putar di dalam kamar.
20 menit kemudian, Lisa masuk ke dalam kamar. Nathan yang melihat Lisa masuk, dengan segera memegang pergelangan tangan Lisa. Membuat Lisa terkejut.
"Kenapa kak?" tanya Lisa. Nathan belum bicara hanya menatap pada Lisa. "Kakak mau aku siapin teh atau kopi?" tetap tak bersuara. Lisa heran pada suaminya ini.
"Duduk." perintah Nathan seraya menarik Lisa untuk duduk di sofa. Lisa mengikutinya.
"Ada apa sih kak?" Lisa merasa ada sesuatu yang ingin di sampaikan Nathan padanya.
"Katakan padaku semua." Lisa bingung. Ia menatap Nathan.
" Katakan apa?" Lisa mencoba menanyakan apa yang ingin di dengar Nathan.
"Tentang pekerjaanmu?" Lisa membelalakkan matanya.
"Apa pekerjaanku bermasalah kak?" ucap Lisa polos. Nathan menggeleng.
Sepertinya dia tidak akan mengatakannya padaku. "Hufth." Nathan mendesah.
"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku jika banyak yang menghina dan mencaci mu di kantor? Kau selalu diam seakan bisa mengatasinya sendiri. Kau tidak menganggap ku suamimu, hingga kau tidak pernah memberitahuku?" Lisa terkejut. Nathan ternyata menaruh perhatian padanya. Tanpa disadari, mata Lisa mulai berkaca-kaca.
Suami??? Dia bilang, dia SUAMIku??? Apa aku tidak salah dengar? Apa aku sudah diakui?
Lisa terdiam. Dia bingung harus mengatakan apa.
"Kenapa diam? Ceritakan padaku semua. Jangan ada lagi yang kamu tutupi." pinta Nathan.
"Aku...." Lisa mencoba menahan air mata yang mulai menetes. Karena perhatian yang ia dapat dari suaminya dan juga ia mengingat rasa sakit atas penghinaan yang selama ini di terimanya dari beberapa rekan kerjanya
"Maaf..." hanya itu kata yang mampu terucap.
"Kenapa minta maaf?" Lisa masih terisak. Ada rasa sakit ketika melihat Lisa menangis.
Entah apa yang ada di pikirannya, ia menarik Lisa ke dalam dekapannya. Tidak ada penolakan. Lisa justru semakin mengeratkan pelukannya di dada bidang Nathan. Lisa semakin menangis. Nathan membiarkan Lisa meluapkan emosi yang tersimpan di dadanya melalui air matanya.
Hingga 15 menit, tangis Lisa belum juga mereda. Nathan masih setia memeluknya dan mengusap punggung istrinya itu.
20 menit, akhirnya Lisa berhenti menangis.
"Hemm..." Nathan mendesah. "Sudah lebih baik?" tanya Nathan. Lisa mengangguk masih dengan sisa tangisnya. "Sudah mau cerita?" Lisa mengangguk.
Lisa mulai bercerita, Nathan mendengarkan dengan seksama. Beberapa kali ia mendesah. Dalam pikiran nya, sepertinya mereka tidak takut pada konsekuensi yang akan mereka terima akibat penghinaan yang mereka lakukan. Lebih terkejut lagi, alasan Lisa tidak membalas atau melaporkannya pada dirinya.
"Jadi, kau tidak ingin mereka kehilangan pekerjaan meski mereka sudah menghinamu?" Nathan tak habis pikir. "Itu sudah konsekuensi mereka. Bukan salahmu."
"Tidak kak. Mencari pekerjaan itu sulit. Bagaimana dengan keluarga mereka. Mereka harus menghidupi keluarga mereka. Apa lagi, mereka semua sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan kita. Pekerjaan mereka pun tidak bermasalah." Lisa membela mereka. Nathan sendiri, berkali-kali mendesah.
"Aku tidak tahu harus berkata apa. Kau terlalu baik pada mereka. Meski mereka sudah berlaku jahat padamu." Nathan membelai rambut Lisa dengan sayang.
"Kak, aku akan resign." Nathan terhenyak menatap Lisa dengan matanya yang membola dengan sempurna?
"Kenapa kau yang resign?" tanya Nathan heran.
"Kurasa, tabunganku cukup untuk membuka usaha." ucap Lisa lirih.
"Oke, simpan tabungan mu." Nathan mengambil sebuah kartu dari dompetnya. dan memberikannya pada Lisa.
"Ini untukmu. Maaf selama ini, aku tidak pernah memberimu nafkah." Lisa menatap kartu yang di berikan Nathan padanya. Ada rasa tak percaya dalam matanya.
"Kenapa? Itu hak mu. Terimalah." Nathan kembali menyodorkan kartu itu pada Lisa.
"Apa kakak salah makan?" tanya Lisa.
"Salah makan apanya? Kalau aku salah makan, kau pun pasti salah makan." ucapnya enteng. Lisa memeriksa suhu tubuh Nathan.
"Aku tidak sakit Lisa. Aku baik-baik saja."
"Tidak kak. Ada yang salah dengan kakak."
"Tidak sayang." SAYANG???? Apa aku gila? Argh Nathan terkejut dan menjerit dalam hatinya. Begitupun Lisa.
Sayang??? wajah Lisa sudah merona. Dia sudah menunduk malu.
"Lisa.... tidur.... duluan.... ya kak...." ucapnya terbata. Ia pun melangkah dengan cepat.
Nathan tak menjawab. Dia masih merasa malu. Setelah melihat Lisa berbaring, ia ikut berbaring. Namun mereka saling membelakangi.
Sampai jam 12 malam, mereka belum tertidur. Mereka sibuk berperang dengan pikiran dan perasaan mereka. Hingga mereka lelah dan tertidur sendiri.
Pagi harinya, tanpa mereka sadari, mereka tidur saling berhadapan. Bahkan, tangan Nathan, memeluk pinggang ramping Lisa.
Lisa terbangun dan sempat terkejut. Namun ia menatap lekat wajah suaminya dan tersenyum. Mengagumi wajah suaminya dengan tatapan memuja. Menelusuri garis wajahnya dengan jarinya.
Hingga tiba-tiba mata Nathan terbuka dan melihat istrinya yang tengah menelusuri wajahnya dengan jemarinya. Lisa terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments