Setelah perdebatan panjang semalam, Lisa akhirnya setuju menjadi sekertaris pribadi suaminya itu.
Bertengkar? Tidak mereka tidak bertengkar. Hanya berdebat dengan sengit tanpa ada yang mau mengalah. Dan jika di teruskan, tidak akan pernah selesai.
Hingga akhirnya, Lisa mengalah. Kini ia tahu jika suaminya itu tidak bisa di bantah. Lisa sendiri sudah menjelaskan jika ia baik-baik saja. Namun Nathan tak menghiraukannya.
"Kak, Lisa baik-baik aja. Jadi, Lisa gak perlu alih profesi." ucap Lisa dengan nada memohon.
"Aku gak mau lihat kamu di rendahkan kaya tadi siang. Lagian mereka kok gak ada takutnya ya. Itukan perusahaan ku, kenapa mereka bersikap seenaknya?" ucap Nathan.
"Tapi mereka gak akan berani lagi sekarang kak. Boleh ya Lisa tetap di posisi Lisa sekarang." wajah Lisa sudah terlihat memohon.
Nathan tetap pada pendiriannya. Ia benar-benar merasa khawatir.
"Pokoknya, tidak bisa. Mulai besok, kamu tetap jadi sekertaris pribadiku. Meja kerjamu akan ada di dalam ruangan ku. Semua sudah aku persiapkan."
Sudah sampai jam 11 malam mereka belum juga mencapai kesepakatan. Lisa yang ingin tetap berada di posisinya, dan Nathan yang ingin Lisa selalu dalam pengawasannya.
"Kak...." Lisa sudah kehilangan kata-kata.
"Sudah aku tidak mau di bantah. Tidur sekarang." Nathan sudah masuk ke dalam selimut. Lisa masih merasa bingung.
"Hah... Ya sudah Lisa jadi sekertaris kakak. Tapi meja Lisa di luar ya bareng sekertaris lain." Lisa mencoba bernegosiasi.
"Di ruang staff sekertaris maksudmu?" Nathan menoleh ke arah Lisa. Lisa mengangguk.
"Tidak bisa. Di depan ruangan ku. Itu sudah keputusanku. Kamu di larang resign. Keputusanku sudah final. Jangan coba-coba bernegosiasi lagi. Sekarang tidur." ucap Nathan.
Lisa tak bisa lagi berdebat. Ia pun masuk ke dalam selimut dan terlelap.
Mereka tiba di kantor dan menuju lift. Di depan lift, Lisa ingin masuk ke dalam lift karyawan. Dengan cepat Nathan menarik tangan Lisa dan membawanya menaiki Lift khusus.
Karyawan lain tak ada yang berani membicarakannya. Karena mereka mengetahui siapa Lisa. Di divisi keuangan saat ini pun sudah tak lagi mempersoalkan penghinaan Lisa sebelumnya. Seakan tak terjadi apapun.
Mia, menggantikan posisi Lisa sebagai manager. Tentu saja itu permintaan Lisa saat mereka berangkat bersama. Dan itu di setujui Nathan.
Di dalam lift.
"Harusnya aku naik lift biasa saja tadi." gumam Lisa. Namun masih dapat di dengar oleh Nathan.
"Terus kamu mau di hina lagi gitu di sana? Kalo kamu lawan sih gak apa-apa. Kamu kan diam saja." Lisa tak menjawab.
"Padahal kamu punya kuasa loh. Mau pecat mereka juga bisa."
"Emangnya aku suka menyalah gunakan kekuasaan ku apa?" Lisa mulai mencebikan bibirnya.
"Kata siapa menyalah gunakan?" Lisa baru akan menjawab, namun lift sudah tiba di lantai yang mereka tuju.
Mereka keluar bersama dan menuju ruangan presiden direktur.
"Ini meja kamu. Oh iya, kamu yang atur semua jadwal meeting dan orang yang ingin bertemu dengan ku. Jika ada rapat, kamu harus ikut bersama dengan ku dan Kris." Nathan masuk ke dalam ruangannya.
Lisa langsung duduk di tempatnya dan mengerjakan semua pekerjaannya. Ia mulai mengatur jadwal suaminya itu. Dalam satu jam jadwal itu telah rapih. Ia mengirim jadwal suaminya itu melalui email.
Lisa masih berkutat dengan pekerjaannya saat Kris akan masuk ke ruangan Presiden direktur.
"Maaf bu, jadwal bapak sudah ibu beritahu?" tanya Kris.
"Sudah saya kirimkan melalui email." jawab Lisa.
"Maaf, tapi seharusnya ibu membacakannya pada bapak." ucap Kris. Kris berbicara dan menegur dengan sopan.
"Oh, begitu ya. Maaf ya, aku belum paham. Kamu jangan panggil saya ibu. Saya kan bawahan kamu. Kamu itu orang nomor dua di perusahaan ini."
"Tidak bisa bu. Ibu kan istrinya bos." Lisa tersenyum kaku.
"Kita harus bersikap profesional mas." Lisa memanggil Kris dengan sebutan 'mas'.
"Ibu bisa panggil nama saya seperti bapak."
"Kalau begitu, kamu panggil saya nama juga. Jadi impas kan." Lisa bangkit dan masuk lebih dulu ke dalam ruangan Nathan.
Hanya beberapa orang yang bisa keluar masuk ruangan Nathan. Selain orang tua Nathan, Kris sebagai asisten pribadinya, serta sekertaris pribadi yang sekarang di jabat Lisa istrinya.
"Pagi pak, jadwal bapak saya bacakan atau saya serahkan saja pada bapak?" Lisa bersifat profesional dalam bekerja.
"Kenapa bicara formal begitu?" Kris yang masuk ke dalam pun terdiam mendengar perkataan Lisa.
"Saya hanya bersikap profesional. Jika di sini, Anda adalah atasan saya. Di luar pekerjaan...." Lisa tak melanjutkan perkataannya karena Nathan memotongnya.
"Tidak bisa. Panggil aku seperti biasa." ucap Nathan tegas.
Ya ampun aku baru tahu dia ini punya watak sekeras ini. Lisa mendesah.
"Baiklah."
"Mana jadwalku." pinta Nathan tanpa menoleh. Lisa memberikannya.
"Kalau begitu saya permisi." Lisa kembali ke mejanya.
Dia suka sekali berbuat se-enaknya.
Lisa kembali berkutat dengan pekerjaannya. Hingga tak menyadari jam makan siang. Nathan keluar dari ruangannya dan melihat Lisa masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Ayo makan siang dulu." ajak Nathan.
"Sebentar ini sedikit lagi." ucap Lisa masih dengan fokusnya.
"Kamu bisa mengerjakannya setelah makan siang." Nathan menarik tangannya.
Lisa merasa semakin tidak nyaman.
"Kak kerjaan Lisa tuh belum kelar."
"Kamu itu gak akan nurut kalo aku gak ambil tindakan."
"Bisa gak sih kita bersikap profesional dalam pekerjaan?"
"Khusus kamu tidak."
Mereka sudah sampai di restoran seberang kantor mereka. Nathan memesan makanan dan minuman untuknya dan Lisa.
"Aku tuh gak enak loh kak sama karyawan lain kalau kakak seperti ini." Nathan tak menanggapi.
"Lagian kakak tuh kenapa sih tiba-tiba bersikap baik sama aku?" ucapnya pelan namun masih terdengar Nathan.
"Kamu kan istri ku." jawabnya.
"Apa dia sudah benar-benar anggap aku istrinya yah?" ucapnya sangat pelan. Nathan membaca gerak bibir Lisa.
Berarti dia pikir selama ini pernikahan kami itu apa? Pura-pura?
"Emang ada istri bohongan?" Lisa terkejut mendengar pertanyaan Nathan.
"Bukannya kakak belum terima aku sepenuhnya?" tanyanya
Mereka sudah selesai makan siang saat pertanyaan Lisa itu terlontar.
"Memang aku pernah bilang tidak terima?" Nathan sedikit emosi.
Lisa terdiam. Ia tak bisa menjawab pertanyaan itu. Ada gelanyar aneh di hatinya. Dia tersentuh dengan perhatian Nathan yang berubah beberapa hari ini.
Kak Nathan gak lagi mainin perasaan ku kan? Aku takut kalo ini cuma perasaan ku saja.
"Kenapa diam? Aku serius ingin memulai semuanya dari awal sama kamu." ucap Nathan serius. Lisa terdiam tak menjawab.
Ada sesuatu yang aneh di dalam dadanya. Tiba-tiba saja air matanya luruh tanpa diminta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments