Bab 14

Tugas seorang sekretaris dalam kelas adalah menyiapkan alat belajar seperti spidol dan juga bagian menuliskan catatan di papan tulis. Setiap minggu ada pembagian spidol dan refillnya untuk setiap kelas. Tugas Ami sebagai sekretarislah yang mengurusnya.

Spidol yang sudah habis Ami isi ulang sebelum pelajaran di mulai. Kalau habis diisi ulang harus dikocok terlebih dahulu agar tintanya turun. Spidol yang sudah diisi ulang kemudian dijajarkan di papan tulis. Saat mau digunakan sudah siap.

"Kalian catat dulu ya catatan yang saya berikan. Siapa yang biasanya bertugas mencatat di papan tulis?" tanya Bu Risma guru Biologi yang mengajar di kelas.

"Amiiii." jawab anak-anak kompak sambil menunjuk Ami.

Ami pun maju dan menghampiri Bu Risma.

"Ami tolong di catat ya. Kalau sudah kembalikan ke meja saya. Saya mau rapat dengan guru-guru yang lain ya." pinta Ibu Risma.

"Iya Bu." Ami menerima buku yang Bu Risma berikan dan mulai menulis di papan tulis. Tak lama Bu Risma pun meninggalkan kelas karena ada rapat dengan para guru.

Ami memang yang jadi favorit menulis di papan tulis, selain karena tulisannya bagus dan jelas di baca karena besar-besar dan rapi juga anak-anak bisa request kecepatan mencatat Ami.

"Mi, nulisnya pelan-pelan ya. Pegel nih." teriak Widi. Ami pun menuruti kemauan Widi. Inilah yang membuat Ami jadi favorit. Anak-anak bisa sambil ngobrol tapi tetep mencatat materi.

Satu bagian papan tulis sudah selesai Ami tulis. Ami pun menulis di bukunya juga agar tidak tertinggal dengan yang lain. Ami malas menyalinnya di rumah, lebih baik sekalian saja catatnya.

"Udah semua belum?" tanya Ami pada teman-temannya.

"Udaaaahhh." jawab mereka kompak.

Ami pun menghapus catatan yang tadi Ia tulis dan menulis catatan yang baru. Kalau Ami lagi malas Ia suka ngebut catatnya sampai membuat teman-temannya meneriakinya suruh slow speed.

Ami sedang asyik-asyiknya menulis ketika Bagas datang menghampiri ke depan. Apa yang Bagas lakukan berikutnya membuat Ami kaget.

"Gerah, Mi." Bagas pun mengelap hidungnya di lengan baju Ami.

"Ciiieeee.." ejek seisi kelas melihat ulah Bagas.

"Ih lo ngapain sih Gas? Diliatin anak-anak tau!" omel Ami yang langsung menghentikan kegiatan menulisnya.

"Gak apa-apa. Iseng aja." Bagas pun kembali lagi ke tempat duduknya.

Pandangan mata Ami masih mengikuti Bagas sampai Ia duduk kembali di kursinya. Ami pun mulai melanjutkan menulis lagi.

"Lo nyari perhatian banget Gas sama Ami. Suka mah tembak aja." celetuk Widi yang terdengar sampai ke telinga Ami yang berdiri di depan.

Ami memasang telinganya tajam-tajam, menunggu jawaban apa yang Bagas akan ucapkan. Namun Bagas hanya cengir-cengir saja. Ami kesal. Ia merasa dikerjai lagi oleh Bagas.

Kekesalan Ami terbawa pada tulisannya di papan tulis yang makin lama makin cepat saja. "Mi.... pelan-pelan." kali ini protes dari Ahmad.

"Udah jangan bawel. Masih banyak nih yang harus di tulis." jawab Ami dengan nada gusar.

Tak ada yang berani menjawab perkataan Ami. Mereka menurut saja mencatat catatan yang memang jumlahnya banyak.

Bagas kembali lagi berjalan ke depan dan mengelap hidungnya ke lengan Ami yang sedang terjulur ke papan tulis. Tidak ada yang menyoraki lagi. Mereka udah mulai biasa dengan sikap Bagas yang suka cari perhatian sama Ami.

"Hmm... bau acem." kata Bagas lalu Ia kembali duduk lagi setelah Ami cuekki. Ami sadar yang Bagas lakukan adalah mencoba memperbaiki hubungannya kembali dengan Ami yang sempat renggang. Kalau Bagas memang berniat baik maka Ami pun akan menyambut niat baiknya juga.

Selesai menulis di papan tulis, Ami pun menyalinnya juga ke catatannya. Bagas sudah duduk di samping Ami. Ia memberikan catatannya pada Ami.

"Nih bawa aja pulang kalo lo ketinggalan. Udah gue catetin semua kok buat lo contek." kata Bagas.

"Masih keburu kok gue catet di sini. Makasih ya." kata Ami dengan tulus. Ia mencoba membuka hubungan baik lagi dengan Bagas, setelah bertengkar di tangga mereka saling diam-diaman. Rasanya gak enak.

"Iya sama-sama. Udah lama ya Mi kita gak ngobrol bareng kayak gini." Bagas pun menyandarkan kepalanya di bahu Ami yang sibuk mencatat. Anak-anak di kelas sudah terbiasa melihat kedekatan Ami dan Bagas. Mereka tidak ada lagi yang meledek.

"Habis lo nyebelin sih. Bikin gue berada di posisi yang gak enak. Bingung harus memihak lo atau Titi." keluh Ami.

Bagas tersenyum mendengar perkataan Ami. "Maaf Mi. Bener deh gue tuh emang udah lama pengen putus sama Titi. Sejak latihan di rumah Ahmad, Titi mulai tebar pesona sama temennya Ahmad yang waktu itu nongkrong di depan rumahnya Ahmad. Mereka kenalan terus masih berhubungan di belakang gue. Gue coba sabar. Kok makin lama sikap Titi makin keterlaluan. Saat gue sadar kalo tetep ada lo di sisi gue meskipun seisi sekolah menghujat gue, itu buat gue yakin keputusan gue ini tepat. Jujur aja Titi lebay banget, putus kok nangis kayak diapain aja. Bikin geger satu sekolah. Kan gue jadi malu Mi."

Sekarang Ami yang tertawa kecil mendengar cerita Bagas. Bener juga sih. Kan Bagas cuma pengen putus, tapi Titi lebay nangis kayak ditinggal suami aja. Bikin satu sekolah geger aja. Bagas mengangkat kepalanya dari bahu Ami dan menyandarkannya di meja.

"Makanya jangan bandel jadi orang." Ami baru saja hendak menjitak kepala Bagas tapi tiba-tiba Ami teringat perkataan salah seorang gurunya. Katanya anak yang tidak pernah diusap kepalanya oleh orang tuanya bisa jadi anak yang nakal. Apakah karena Bagas anak yatim piatu jadi tidak ada yang mengusap kepalanya dan Bagas banyak bikin ulah dan nakal?

Tangan Ami spontan mengusap kepala Bagas. Ia ingat saat membahas tentang usapan di kepala sorot mata Bagas menggambarkan kesedihan dan kerinduannya pada kedua orang tuanya yang sudah lama tiada. Semoga usapan tangan Ami bisa membuat kenakalan Bagas berkurang dan rasa kangen Bagas terhadap orang tuanya terobati.

"Makasih Mi. Belaian tangan lo rasanya nyaman banget. Apa karena gue gak pernah ngerasain rasanya dibelai sama orang tua gue ya?" kata Bagas dengan suara lirih.

"Hmm... Maaf nih Gas. Gue denger kedua orang tua lo udah meninggal ya?" Ami memberanikan diri bertanya tentang kehidupan pribadi Bagas. Hal yang selama ini Ia tak mau tanyakan pada Bagas karena baginya terlalu pribadi.

"Iya. Sejak gue kecil. Gue aja gak pernah inget muka kedua orang tua gue."

"Boleh tau meninggal kenapa?"

Bagas mengangkat kepalanya dan menatap Ami. Ia tidak pernah menceritakan tentang kehidupan pribadinya pada siapapun. Semuanya hanya tahu kalau Ia anak yatim piatu tapi Bagas tidak pernah menceritakan pada siapapun penyebab kematian kedua orang tuanya.

"Mereka berdua.... kecelakaan Mi. Dan.... meninggal di tempat." Bagas menundukkan pandangannya. Mencoba menyembunyikan kesedihannya.

"Maaf ya Gas. Gue...udah nanya-nanya kehidupan pribadi lo."

"Gak apa-apa Mi. Cuma lo doang yang baru gue kasih tau."

"Makin gak enak nih gue."

Bagas tersenyum tipis. "Ada lagi yang mau lo tanyain gak sama gue?"

Ini yang udah Ami tunggu-tunggu. Ini yang sejak pertama Ami ingin tanyakan. Kesempatan ini tidak Ami sia-siakan.

Terpopuler

Comments

Amalia Khaer

Amalia Khaer

lgi caper nih si Bagas

2023-08-19

0

BirVie 💖🌈☁️

BirVie 💖🌈☁️

cinta monyet klo masih SMP tp banyak jg yg terus berjodoh sampe nikah😁

2021-12-26

0

BirVie 💖🌈☁️

BirVie 💖🌈☁️

Ami top

2021-12-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!