Di sekolah mungkin mengajarkan ilmu pengetahuan seperti matematika, IPA, IPS dan sebagainya. Namun pengalaman hidup biasanya didapat justru dari orang terdekat, yakni teman.
Tidak ada yang tahu kalau Ami yang cerdas justru belajar pengalaman tentang hidup dari Bagas, si Playboy Cap Kapak. Ami menyadari kalau diberi harapan lebih menyakitkan dibanding dikasih tahu kenyataan pahit di awalnya.
Contoh yang Bagas berikan pada Ami, yakni tentang membunuh kecoa tanpa menyakiti lebih banyak. Pemikiran Bagas yang sederhana dan tidak rumit membuat Ami mudah mencerna setiap perkataannya. Tentunya sambil memandangi wajah Bagas yang memang enak dilihat.
Bagas memiliki hidung yang mancung dengan garis muka yang jelas. Muka khas laki-laki dalam drama. Wajah yang tak pernah bosan orang memandangnya.
Alisnya tebal dengan potongan rambut belah tengah yang sedang tren saat ini. Seperti Ami yang suka melanggar peraturan sedikit, Bagas pun demikian.
Peraturan di sekolah adalah wajib pakai sepatu warrior, selain itu hanya boleh sepatu warna hitam tanpa ada warna lain didalamnya. Ami hobby memakai sepatu basket, begitupun dengan Bagas.
Biasanya setiap senin sudah kudu wajib mesti pakai warrior. Ami teringat waktu kelas 2 Ia pernah kesiangan dan lupa pakai sepatu warrior. Alhasil Ia memakai sepatu basketnya. Ami berusaha menyelinap di barisan anak-anak agar tidak terlihat pakai sepatu basket.
Namun tiba-tiba guru bahasa inggrisnya yang sudah sepuh datang menghampiri, Ia menyuruh Ami kumpul setelah upacara selesai di depan ruang laboratorium.
Ami dan beberapa anak lainnya sudah menunggu di depan ruang laboratorium. Saat itu ada Bagas juga disana. Guru bahasa Inggris tersebut walau sudah tua namun tegas. Ia meminta semua mencopot sepatu dan kaus kaki lalu membawa sepatu tersebut ke ruang guru.
Ami sudah pasrah kalau sampai orang tuanya dipanggil ke sekolah. Tapi masa iya karena masalah sepatu saja orang tuanya sampai harus masuk ruang BP?
Bagas tiba-tiba mencolek bahu Ami. "Kita ambil aja sepatunya terus dibawa kabur gimana?"
"Gimana ngambilnya? Gila lo ya, itu kan ruang guru?!" protes Ami.
Bagas menarik tangan Ami dan mengajaknya mengendap-endap. "Tuh lo liat. Sepatu kita tuh ada dipinggir pintu. Guru-guru lagi pada ngobrol sambil ngemil gorengan. Gak bakalan ada yang tau kalo kita ambil."
Ami berpikir sejenak, bener juga sih. Daripada orang tuanya tahu, lebih baik Ia bawa kabur sepatunya. "Oke. Tapi lo yang ngambil ya?"
"Iya. Tenang aja. Sepatu lo yang mana?" tanya Bagas.
"Itu. Yang merk Piero. Warna biru, merah sama putih." tunjuk Ami.
"Gue ambilin. Lo liat sikon ya. Kalo ada guru yang liat lo kasih tau gue, oke?"
"Oke."
Mengendap-endaplah Bagas menuju kolong meja tempat sepatu berada. Suatu keberuntungan tidak ada yang memperhatikan perbuatannya. Bagas pun mengambil sepatu miliknya dan milik Ami lalu membawanya kabur.
Dengan hati dag dig dug, Ami dan Bagas berhasil kabur menyelamatkan sepatu mereka. "Aduh gila, jantung gue deg-degan sampe mau copot. Ide lo gila." Ami mengambil sepatu yang Bagas berikan.
"Udah diem-diem aja. Kalo bisa istirahat lo jangan sampe ketemu sama tuh nenek-nenek. Bisa ketahuan kita nanti." kata Bagas memperingatkan.
"Iya, tenang aja. Makasih ya." Ami dan Bagas pun berpisah karena kelas mereka berbeda.
*****
"Eh Mi, inget ya kalo hari senin jangan lo pake lagi sepatu basket lo." kata Bagas setelah menurunkan tangannya dari kepala Ami.
"Kok lo tau? Eh sebentar deh. Lo yang waktu itu nyolong sepatu dari ruang guru sama gue ya?"
Raut wajah Bagas menggambarkan kekecewaan karena ternyata Ami tidak mengingatnya, padahal sejak pertama bertemu Ami di kelas 3 ini Bagas langsung mengenali partner in crime nya waktu nyolong sepatu. "Yah kirain lo inget. Ternyata lupa sama gue." kata Bagas kecewa.
"He..he..he... Maaf deh. Gue suka gak hapal sama orang yang mukanya pasaran." gurau Ami.
"Ah sialan lo. Muka gue tuh ganteng dan cuma satu-satunya di sekolah ini. Cuma lo doang yang bilang muka gue pasaran. Memang ya pesona gue tuh gak mempan sama lo." gerutu Bagas.
Ami menyunggingkan senyum kecil. "Pantesan kayak gak asing muka lo. Iya nanti kalo hari senin gue gak pakai sepatu basket lagi. Sok nasehatin lagi lo. Lo juga kena sidak waktu itu."
Widi yang baru dateng langsung nyeletuk melihat asyiknya Ami dan Bagas. "Tumben lo duet maut yang suka telat udah pada dateng jam segini. Ngobrolnya pake hadep-hadepan lagi. Kayak lagi di warkop aja."
"Yeh.... bukannya seneng gue dateng pagi. Itu tandanya perubahan yang baik dalam diri gue." balas Bagas.
"Ah gak pantes lo. Biasanya juga suka bikin masalah. Eh Gas, lo kemarin abis nembak Vira ya anak kelas 2 yang cakep banget itu?" tanya Widi penasaran.
Ami menyimak saja pembicaraan mereka. Rasanya malas membalikkan bangkunya lagi. Seru ngobrol sama dua orang ini.
"Siapa yang bilang? Udah nyebar ya gosipnya?" tanya Bagas dengan santainya.
"Yaiyalah kan gosip tentang lo paling cepet nyebarnya." Widi menaruh tasnya di kursi dan duduk bergabung dengan Ami dan Bagas.
"Artis mah gitu. Baru nembak cewek aja udah digosipin." kata Bagas dengan bangganya.
"Tapi bener Gas lo nembak Vira?" kali ini Ami yang bertanya.
"Ih penasarang juga lo. Tumben. Biasanya lo yang paling sebodo amat sama hidup gue." jawab Bagas.
"Ya lo gak kasih tau juga gak masalah sih di hidup gue. Emang gue pikirin." Ami baru saja mau membalikkan kursinya lagi ketika Bagas menahannya.
"Yaelah baru begitu aja ngambek. Ntar dulu ngapa ngadep depannya. Kita ngobrol dulu. Masih lama masuknya." cegah Bagas. Ami pun tak jadi mengubah kursinya.
"Siapa yang ngambek? Santai aja lagi. Gue gak ambekkan anaknya."
"Nah ini yang gue suka dari sifat lo." Bagas menyunggingkan senyumnya. "Jadi kemarin pulang sekolah gue nembak Vira. Dan diterima dong."
"Yang bener lo? Vira mau sama lo?" tanya Widi yang masih tidak percaya.
"Bener. Meragukan kredibilitas gue aja lo. Vira tuh suka sama gue. Pas gue gombalin wuih Dia mukanya bersemu merah gitu."
"Ah playboy banget lo. Gue aja mau gombalin anak kelas 1 takut sama Silvi. Bisa digorok gue kalo ketauan selingkuh." aku Widi.
Ami senyam senyum mendengar percakapan Widi dan Bagas. "Kalian emang kalo ngobrol gak jauh-jauh dari pacar ya?" tanya Ami.
"Ya kalo cowok ngumpul emang ngomonginnya tentang cewek. Kalo cowok ngomongin cowok emang kita cowok apaan?" jawab Widi.
"Lo sih Wid. Takut banget sama pacar lo." ledek Bagas.
"Bukan takut Gas. Gue tuh tipikal cowok yang setia."
"Preettt. Setia kok demen gombalin cewek lain. Mendingan kayak gue. Biar adil, gue pacarin semuanya." kata Bagas dengan bangganya.
"Emang sekarang pacar lo ada berapa Gas?" Ami tak bisa menahan dirinya untuk bertanya. Saat Bagas bilang semua berarti ada lebih dari satu pacar yang Bagas punya.
"Hmm... cuma punya 2 aja kok. Pacar gue yang udah jadian 1 tahun tapi beda sekolah. Dan Vira yang kemarin baru gue tembak." jawab Bagas santai.
"Gila lo ye. Mainin perasaan anak orang aja. Gak takut kena karma apa?" omel Ami.
"Ya kan gue mainnya cantik, Mi. Mereka kan gak akan ketemu. Lagi juga kan gue cuma pacaran bukan nikahin dua-duanya."
Ami memandang Bagas dengan pandangan sebal. Kok bisa sih Dia bersikap setega itu. Sebagai sesama wanita, Ami tak suka dengan perbuatan Bagas. Ya itulah, setiap orang ada plus minusnya.
Dalam hati Ami bertekad, jangan sampai Ami jatuh hati dengan Bagas. Mau Bagas tampan kek atau pintar merayu, Ami mewanti-wanti dirinya agar jangan sampai suka sama Bagas.
Tidak ada harapan dalam hubungannya dan Bagas. Sebelum Ami mulai berharap, lebih baik perasaan suka itu ditebas dari awal. Selamanya Bagas tidak akan pernah bisa dirubah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Henny Kesumawati
next🥰
2022-02-25
0
Anisatul Azizah
lah Widi ternyata cowok ya???🤣
2021-11-29
0
Eny Martin
iya ya... saya juga heran, novel2 bagus yang like sangat sedikit...
2021-09-04
0