Bab 10

Hari rabu. Hari yang paling ditakuti oleh Bagas. Ia memutar otaknya bagaimana bisa aman melalui hari ini dengan selamat sentosa.

"Feb, tukeran tempat duduk ya. Gue mau duduk di depan sama Ami." Feby menatap Bagas dengan pandangan bingung. Gak biasanya Bagas minta duduk di depan.

"Udah cepetan. Jangan kebanyakan bengong. Nanti habis jam istirahat tukeran lagi. Boleh kan?" Bagas mengeluarkan sorot mata yang tak bisa siapapun menolaknya.

"Terus Widi sama siapa?" tanya Feby lagi.

"Sama Ratna. Udah ayo dong tukeran. Widi udah setuju kok. Tuh Dia lagi pindah ke tempat Ratna. Widi mah sejoli sama Ratna."

Feby dan Siti yang duduk di sampingnya pun menurut. Toh tempat duduk Bagas tidak terlalu buruk. Posisinya di tengah-tengah sangat pas menurut Feby. "Yaudah nanti habis istirahat tuker lagi loh!"

"Iya tenang aja. Makasih ya Feby yang manis." Feby tersenyum mendengar gombalan Bagas. Huft... hanya Ami aja yang kebal dengan godaannya. Hanya Ami yang gak peduli bahwa terkadang gombalannya bukan sekedar gombalan namun suatu bentuk pujian yang tulus.

Jam 7 kurang 5 menit. Ami masih belum datang juga. Bagas mulai deg-degan. Bagaimana kalau Ami gak masuk. Lalu Ia akan sendirian duduk di depan menghadapi Bu Fanny yang terkenal garang itu?

Sang malaikat penolong pun tiba. Ami datang dengan kaki yang lemas sehabis menaiki tangga 3 lantai. Langkahnya mulai goyah, Ia memutuskan berjalan pelan sambil mengatur nafasnya.

Ia melihat jam tangannya sudah pukul 7 kurang 2 menit. Selamat Ia tidak telat. Ia masukkan lagi jam tangan ke saku seragamnya. Belum sempat Ia pakai jam tangan warna hitam bertuliskan G-Shock. Ibu Budi selalu menyuruh Ami pakai jam tangan agar tau waktu dan jangan sampai telat. Ibu Budi pun membelikan jam G-Shock versi Kw yang hanya seharga 40 ribu rupiah. Itu saja sudah membuat Ami keren apalagi kalau pakai yang asli?

Ami membuka pintu kelasnya yang langsung disoraki anak-anak. "Ah elah Mi. Kirain Bu Fanny yang datang!" suara Widi yang paling kencang diantara yang lain.

"Weits... selow aja men. Kok lo disini?" Ami bingung dengan perubahan tempat duduk mereka.

"Tuh si Bagas minta tuker." Ratna menunjuk ke arah Bagas yang sedang melambaikan tangan pada Ami.

"Sini Mi. Duduk bareng gue." Ami mengernyitkan keningnya. Bagas menepuk kursi kayu kosong di sampingnya.

Masih dengan wajah bingung Ami mendekati Bagas dan duduk di sampingnya. Ia menggantungkan tasnya di pinggiran kursi.

"Tumben lo mau duduk di depan? Pake nyiapin tempat duduk buat gue lagi." Ami menyorotkan pandangan penuh selidik pada Bagas.

"Ya gak apa-apa. Biar gue fokus belajar. Kalo sama lo kan gue jadi serius belajarnya." kata Bagas beralasan.

"Alesan aja lo. Bilang aja takut sama Bu Fanny. Iya kan?"

"He..he..he.. tau aja lo. Habis Bu Fanny tuh kalo sama lo baik banget. Siapa tau gue bakal ketularan dibaikkin sama Bu Fanny gara-gara duduk deket lo." bisa banget kan Bagas baik-baikkinnya.

"Terserah lo aja. Udah kerjain tugas Bu Fanny minggu kemarin blm?" Ami mau menawari buku tugasnya untuk Bagas. Ia sekarang sudah seperti ibu perinya Bagas yang selalu menawari contekkan.

"Gak usah. Udah gue kerjain kok semalem. Oh iya, lo mau roti bakar gak? Gue bawa nih buat sarapan." Bagas mengeluarkan tempat makan yang Ia bawa. Dua buah roti bakar dengan selai cokelat dan taburan keju ada di dalamnya.

"Gak usah makasih. Udah sarapan tadi di rumah. Karena sarapan juga gue jadi hampir telat tadi. Biasa, perut gue mules pas gue mau jalan jadi gue ke toilet dulu deh. Tumben banget lo udah bikin sarapan. Biasanya juga datengnya telat."

Bagas mengambil satu roti dan memakannya. Bu Fanny sepertinya telat. Memang suka seperti itu Guru cantik yang wajahnya seperti Meriam Bellina itu.

"Dibikinin sama cewek gue." Ami langsung mikir yang tidak-tidak. Kok bisa pacarnya pagi-pagi sudah buatin sarapan buat Bagas? Apa mereka sudah tinggal bareng? Mereka masih anak kelas 3 SMP loh. Masa iya hubungan mereka sejauh itu?

Bagas melihat Ami yang memandangnya dengan pandangan penuh tanda tanya tersebut. "Jangan mikir yang enggak-enggak deh. Pacar gue tuh rumahnya deket rumah gue. Dia biasa sebelum berangkat sekolah ketok-ketok pintu rumah buat bangunin gue. Tadi lagi kebetulan Dia bikin sarapan jadi gue dibikinin deh."

"Owwhhh. Kirain. Perhatian ya Dia sama lo. Udah berapa lama lo pacaran sama Dia?" kesempatan ini Ami pakai untuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang Bagas.

"Perhatian sih perhatian. Tapi terlalu banyak ngatur Mi. Pusing gue. Dia kebanyakan ngatur hidup gue. Udah 2 tahun gue pacaran sama Dia. Dulu Dia sama gue satu SD. Widi juga kenal kok." kata Bagas sambil asyik mengunyah rotinya.

"Dari omongan lo barusan kayaknya lo gak begitu suka sama pacar lo. Kenapa masih lo pacarin kalo hubungan lo udah gak sehat kayak gitu?"

"Pengennya sih gitu. Tapi Dia gak mau diputusin. Padahal gue sering duain Dia masih aja Dia maafin. Dulu gue suka sama Dia karena perhatian sama gue. Sekarang perhatiannya terlalu berlebihan. Kebanyakan ngelarang bikin gue makin terkekang aja. Yaudahlah gue biarin aja Dia tetep jadi pacaf gue." Bagas menutup tempat makannya dan mengambil Aqua gelas yang Ia bawa lalu meminumnya.

"Pacaran kok gitu sih? Lo sendiri yang bilang gue jangan nyakitin orang dengan kasih harapan. Apa bedanya sama lo yang terus ngasih harapan sama Dia?" Ami mulai mempertanyakan perkataan Bagas tentang teori kecoa waktu itu.

"Beda lah. Ini kan gue udah mutusin Dia. Udah bilang kalo diterusin cuma nyakitin eh Dia nya mau yaudah gue lanjutin. Dia sendiri yang tetep mau ambil resiko. Udah tau kalo gue gak suka masih aja dipaksa. Udah sering Mi, Dia gue putusin. Alesannya banyak. Masih cintalah. Gak bisa kalo tanpa gue lah. Makanya gue cuekkin aja." jawab Bagas santai.

Percakapan Ami dan Bagas terhenti saat suara sepatu hak tinggi milik Bu Fanny terdengar menaiki anak tangga. Suara anak -anak sekelas yang tadinya ramai pun menjadi sunyi.

"Pagi semuanya." sapa Bu Fanny dengan senyumnya yang memamerkan barisan gigi indahnya.

"Pagi Bu." jawab anak-anak kompak.

"Maaf ya Ibu telat. Ibu habis makan soto dulu. Laper. Kan gak enak makan soto ayam kalo udah dingin. Ya gak?" tanya Bu Fanny meminta dukungan.

"Betul Bu..." jawab anak-anak lagi.

"Bagus. Eh sebentar. Bagas, ngapain kau duduk di depan? Pake ngajak-ngajak Ami lagi di sebelahnya! Wah ini pasti taktik kau ya biar gak Ibu omelin lagi?"

Bu Fanny dengan benar menebak jalan pikiran Bagas. Ami pun menahan tawanya. Ibu Guru baik begini kok bisa bikin Bagas segitu takutnya?

"Enggak kok Bu. Habis Ami kan pinter jadi bisa sekalian ngajarin saya juga." jawab Bagas.

"Ah bisa aja kau. Yaudah gak apa-apa kalau kau memang niat belajar. "

Bu Fanny menjelaskan tentang pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Ia sibuk mencatat materi sambil menjelaskan kepada anak muridnya. Tiba-tiba Bu Fanny menghentikan kegiatannya menulis di papan tulis. Ia melihat di belakang Aryo sedang tertidur

Inilah yang membuat Bagas takut dengan Ibu Fanny. Bu Fanny orangnya ekspresif dan impulsif. Tidak ada yang menyangka apa yang dilakukannya berikutnya. Ia mencopot sepatu hak tingginya yang berwarna merah senada dengan dressnya lalu melemparkan kencang-kencang dan membuat Aryo yang tertidur langsung terbangun karena kaget.

"Hei You! Berani ya saya lagi ngajar You malah tidur?"

Aryo sudah berwajah pucat pasi melihat kemarahan Bu Fanny. "Ambilkan sepatu saya dan bawa kesini!" perintah Bu Fanny. Wajah cantiknya langsung berubah menyeramkan. Ami baru melihatnya kali ini.

Bagas lalu memegang tangan Ami. Mereka saling menguatkan di tengah ketakutan. "Bener kan kata gue, Bu Fanny tuh galak." bisik Bagas di telinga Ami. Ami mengangguk setuju dengan perkataan Bagas.

Aryo dengan takut-takut menghampiri Bu Fanny dan mengembalikan sepatunya. Ia siap dengan hukuman yang akan Bu Fanny berikan padanya. Bu Fanny langsung menjitak kepala Aryo dan berkata. "Udah gak ngantuk lagi kan?" Aryo mengangguk takut. "Sana kembali lagi ke kursi kamu! Awas ketiduran lagi.

Aryo kembali ke tempatnya. Bu Fanny memakai sepatu high heelsnya dan melihat Bagas tengah bisik-bisik dengan Ami. "Heh Bagas. Kali ini kau selamat karena duduk sama Ami. Kalau kau kayak si Aryo nanti saya lempar sepatu juga ke kamu. Ngerti gak?"

"Ngerti Bu." Bagas pun menghela nafas lega. Selamat ... Semua berkat Ami. Memang Ami malaikat pelindungnya yang dikirim Tuhan padanya.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***