"Jadi, korban tabrak lari ya?" ujarku menyimpulkan.
"Kurasa bukan. Aku mengenali mobil yang menabraknya. Itu mobil milik pria yang waktu itu kutemui di gang bersamanya." Ujar Jho.
"Jadi korban pembunuhan dengan dalih tabrak lari. Apa kamu ingat plat no mobilnya?" Tanyaku lagi. Jho mengangguk.
"Kalau gitu. Kau tinggal melaporkannya agar kasusnya diusut tuntas." Ucapku. Tapi sepertinya Jho tidak sependapat. Ekspresinya kelihatan khawatir dan bingung.
"Kenapa Jho?" Tanyaku.
"Aku tidak bisa melaporkannya." Jawab Jho.
Ya, aku tahu. Kalau dia memang bisa melaporkannya sejak kemarin, hantu ini pasti tidak akan menempel padanya.
"Apa ada alasannya?" tanyaku.
"Pria yang kuceritakan itu, anak dari salah seorang pejabat tinggi. Aku bisa saja mendapatkan masalah jika mereka tahu aku saksi matanya. Bahkan nyawaku bisa terancam." Ujar Jho menjelaskan.
Aku mengerti. Rendahnya tingkat perlindungan saksi dan lemahnya hukum terhadap orang-orang berkuasa menjadikan orang-orang ragu menjadi saksi kunci sebuah kejahatan.
Apalagi jika itu melibatkan orang-orang yang memiliki kedudukan. Bisa jadi keadaannya bisa berbalik membahayakan dirinya sendiri. Aku tidak bisa menyalahkan keputusan Jho sepenuhnya. Itu manusiawi.
"Aku tidak mengerti, kenapa wanita itu menghantuiku. Aku tidak melakukan kejahatan padanya." Keluhnya.
"Jho, apa kamu pernah dengar istilah 'diam berarti melakukan'. Kamu benar. Kamu tidak melakukan kejahatan apapun yang membuatmu harus dihukum. Tapi tidak bagi korban. Karena kamu melihat dan menyaksikannya. Tapi kamu mengabaikannya dan tidak menolongnya. Jika kamu ada di posisi wanita itu, bagaimana perasaanmu?"
"Di mata korban, sikap diam mu sama kejamnya dengan kejahatan itu sendiri."
"Kalau gitu, kenapa dia tidak menempeli pria itu? Kenapa harus aku dan bukan pria itu?" Protes Jho.
"Aku juga tidak tahu. Mau kutanyakan?"
"Tidak usah! Membayangkan dia ada di punggungku saja sudah membuatku merinding." tolak Jho.
"Wua!" Jho melompat kaget dari kursi, "apa itu? Aku mendengar suara mengerang?" Tanyanya panik.
" Tenang Jho! Dia cuma sedang menjawab pertanyaanmu. Dia bilang dia sudah mendatangi pria itu. Tapi pria itu sama sekali tidak terpengaruh. Dia bilang pria itu bukan manusia. Tidak punya perasaan. Selebihnya hanya cacian untuk pria itu. Mau kuterjemahkan semua?" Ujarku menjelaskan.
"Tidak perlu."
"Menurutnya kau lebih manusiawi. Dia menyukaimu. Karena itu dia menempel padamu." Ucapku melanjutkan.
"Aku tidak mengharapkan disukai hantu. Jadi sekarang aku harus bagaimana?" Tanyanya lagi.
"Aku punya kenalan seorang pejabat polisi yang kebetulan sedang dinas di sini. Aku akan coba meminta bantuannya. Jika berhasil aku akan menghubungimu." Kataku. Jho mengangguk tanda setuju.
Malamnya aku menghubungi Pak Bima. Aku mengenalnya dari Angga. Angga pernah membantu pak Bima menyelesaikan kasusnya, jadi semenjak itu Angga dan Pak Bima berhubungan baik. Dia adalah seorang polisi yang jujur. Begitulah Angga berpendapat.
Setelah berhasil mengontaknya, aku menceritakan permasalahannya. Kebetulan Pak Bima kenal dengan polisi yang sedang mengusut kasus ini.
Pak Bima bersedia membantu. Aku dan pak Bima menemani Jho memberikan kesaksian peristiwa itu. Polisi juga bersedia merahasiakan identitas Jho sebagai saksi dan menjamin keselamatannya.
Dari polisi itu aku dan Jho baru tahu ternyata korban sedang mengandung. Aku merasa miris dengan nasib wanita itu dan anaknya. Dan juga geram pada pelakunya. Dia bukan hanya membunuh satu nyawa tapi dua nyawa tak berdosa.
"Aku harap pelakunya lekas mendapat ganjarannya." Ucapku.
"Apa menurutmu orang itu akan ditangkap?" Tanya Jho padaku.
"Menuntaskan kasus kejahatan tidak cukup dengan saksi saja. Polisi juga membutuhkan barang bukti kejahatan untuk menangkap si pelaku. Dan itu akan menjadi pekerjaan polisi yang mengusut kasusnya." Kata pak Bima menggantikanku menjawab.
"Kamu sudah melakukan hal hebat, nak Jhonatan. Butuh keberanian yang besar untuk menyampaikan kebenaran. Kamu sudah membantu polisi dalam mengusut kasus ini." Ucap pak Bima pada Jho. Membuat dirinya merasa bangga telah melakukan hal yang besar.
"Kami membutuhkan orang-orang muda seperti kalian yang berani dan jujur untuk membangun keadilan di masa depan. Karena keadilan tidak bisa dibangun oleh satu pihak saja. Tapi secara bersama-sama"
Aku setuju dengan apa yang disampaikan pak Bima. Keadilan bukan tugas satu pihak saja tapi dibangun oleh banyak orang Termasuk masyarakat di dalamnya.
Pak Bima menawarkan kami tumpangan untuk mengantarkan kami pulang. Tapi kami menolaknya. Kami berencana mengunjungi makam korban. Kami mengucapkan terima kasih untuk bantuannya dan pamit pergi.
Ekspresi Jho lega. Seolah sebuah beban berat telah lepas darinya. Padahal kenyataannya hantu wanita itu masih menempel dan menggantung di punggungnya. Aku membiarkannya karena aku tahu sebentar lagi makhluk itu akan menghilang dengan sendirinya.
Di makam, kami berpapasan dengan seorang pria muda yang baru saja mengunjungi makam itu.
Aku menyikut Jho dan berbisik, "Apa dia pria yang menabraknya?" Aku curiga karena wanita itu memancarkan emosi yang aneh saat kami berpapasan dengan pria tadi.
Bukan hal yang aneh jika pelakunya pura-pura mengunjungi makam korban untuk menghilangkan kecurigaan.
"Bukan. Itu tunangannya." Jawaban Jho membuatku tercengang.
"Sebenarnya aku sudah mendengar beberapa gosip belakangan ini. Si pelaku sepertinya jatuh hati pada korban dan memaksanya untuk bersama. Tapi korban menolak karena sudah punya tunangan dan akan menikah. Jadi menurutku, karena tidak terima dengan penolakan korban, pelaku memutuskan membunuh korban." Begitulah yang diceritakan Jho padaku.
"Wah, aku pernah dengar istilah cinta di tolak dukun bertindak. Tapi ini beda lagi. Cinta ditolak nyawa melayang." Ujarku.
Aku merasa kasihan pada wanita itu. Menjadi wanita cantik dan didambakan oleh kaki-laki tak selalu memberimu kebahagiaan. Nyatanya wanita ini memiliki akhir hidup yang tragis.
Disaat dia mengharapkan kebahagiaan bersama calon anak dan calon suaminya yang tinggal sebentar lagi diraihnya, dia harus meregang nyawa di tangan orang yang mencintainya secara sepihak.
Wanita itu sekarang telah lepas dari pundak Jho dan menatap bunga yang diletakkan pria tadi di makamnya. Aku memang tidak melihat wajahnya dengan jelas. namun, aku yakin dia pergi dengan senyuman.
"Jadi, dia yang kamu tunggu ya." ucapku pada wanita itu yang menghilang bersama angin.
"Apa?" Tanya Jho yang tak paham mendengar ucapanku.
"Bukan apa-apa. Ayo pulang." Ajakku.
Kadang takdir memang sulit diterjemahkan. Seperti wanita itu yang telah mengalami perpisahan yang indah dengan orang yang ditunggunya, roda takdirku pun bergerak lagi.
Saat itu aku sedang menunggu bus di halte. Angin bertiup kencang. Secarik kertas terbang ke arah ku dan menempel di kakiku. Aku memungutnya dan tidak sengaja melihatnya. Sebuah poster pencarian orang hilang. Aku terkejut mengenali foto yang terpampang di poster itu. Wajah dari bocah laki-laki yang ku temui beberapa hari yang lalu di stasiun. Namun nama yang dituliskan di poster itu berbeda. Rafael.
"Ello?" Seruku kaget.
Aku mencari tahu dari mana kertas itu terbang. Tak jauh dariku, di dekat zebra cross seorang pria muda sedang menyebarkan selebaran. Usianya tidak lebih tua dariku bahkan mungkin lebih muda.
Yang mencolok darinya adalah pria itu masih menggunakan almamater kampus. Dan aku mengenalinya. Itu almamater kampusku dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
yutantia 10
boom like mendarat thor, semangat
salam dari cinta diwaktu yang salah
2021-01-04
2
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
kakak😊
cinta pak bos hadir lagi ya
mampir kembali yuk kak😉
semangat dan sehat selalu
2020-12-25
2
NabiilaZ
semangat up thor
2020-12-17
2