"Kami mohon maaf!" suara masinis dari mikrofon itu terdengar lagi, "Karena perbaikan memakan waktu yang lama, jadi kami mohon para penumpang untuk keluar dari rangkaian kereta dan ikuti arahan petugas menuju stasiun berikutnya."
Begitu pintu kereta terbuka aku segera melompat keluar bergegas menjauh dari gerbong. Sambil sesekali melirik ke belakang berharap 'dia' tidak mengikutiku.
Aku berbaur dengan keramaian untuk mencari aman. Untungnya kereta berhenti tidak jauh dari stasiun. Jadi aku tidak berjalan terlalu jauh untuk sampai ke sana.
Sesampainya di stasiun, peron sudah dipadati calon penumpang. Begitu kereta tiba semua berebut untuk masuk. Karena kereta tertahan cukup lama penumpang jadi menumpuk di stasiun. Ini akan sulit untukku mendapatkan kereta berikutnya.
Aku mulai menyisir sekitar stasiun berharap ada kereta lain yang bisa kunaiki untuk pulang. Biasanya ada lebih dari satu jalur untuk tujuan kereta yang sama.
Aku berjalan ke peron yang agak sepi. Sambil memperhatikan plang jurusan yang tergantung memastikan jurusannya tidak salah.
"Ini lebih baik dari peron sebelumnya." Pikirku. Melihat jumlah penumpang yang menunggu lebih sedikit dari peron sebelumnya.
Begitu kereta tiba aku langsung menerobos di antara penumpang yang berdesakan-desakkan. Akhirnya aku berhasil masuk. Aku memandang ke luar gerbong. Sekitar 10 orang masih tertinggal di peron. wajah-wajah yang tampak lelah memucat tanpa ekspresi.
Pintu menutup. Kereta pun melaju kembali.
Gerbong ramai oleh penumpang namun masih cukup ruang untukku bernafas.
Untungnya tinggal lima stasiun lagi sampai. Jadi tidak ada masalah kalau harus berdiri di antara para penumpang.
Tiba-tiba sesuatu terjatuh bergulir tepat di depan kakiku. Sepertinya itu milik pria berjas hitam di depanku, yang berdiri memunggungiku.
"Pak, ada yang jatuh!" Aku memberitahunya tapi dia tidak menggubris.
Aku berjongkok meraih benda itu untuk membantunya. Sesuatu berbentuk bundar seukuran kelereng besar.
"Apa ini?"
Saat kuperhatikan aku nyaris menjerit tapi kutahan. Aku membekap mulutku menelan kembali suara, menahan nafas. Dengan ketakutan yang membanjiri diriku. Memandang sekeliling berharap tidak ada yang memperhatikan.
Aku menatap kembali benda bulat yang ada di telapak kananku.
Bola mata! Ini nyata! Aku tidak sedang berhalusinasi!
Pria di depan menepuk bahuku. Mengulurkan tangannya seolah meminta benda yang kupungut tadi.
Bodohnya aku! Benda itu bahkan masih ada dalam genggamanku. Kalau orang lain pasti sudah melemparnya jauh-jauh.
Dengan tangan gemetar aku memberikannya pada pria di depanku. Sambil berusaha bangkit dengan kaki lemas.
"Terima kasih." ucap pria itu lalu berbalik. Suaranya membuatku merinding. Aku mengangguk dengan tangan kiriku masih menutup mulut dan hidungku. Sekarang aku tahu bau apa yang sejak tadi menusuk hidungku. Bau anyir bercampur bau busuk. Perutku mual. Aku ingin muntah tapi kutahan.
Perlahan aku melangkah mundur mendekat ke pintu kereta. Tanpa sengaja aku menyenggol wanita di sebelahku yang sedang memunggungiku. Kepalanya yang nyaris putus jatuh ke belakang punggungnya.
"tidak! siapapun tolong aku." jeritku tak berdaya dalam hati, menyaksikan ini.
Dia terlihat marah sekali dan sedikit menggeram. Matanya yang melotot hampir lepas dari wajahnya. Aku membungkuk beberapa kali meminta maaf. Akhirnya dia mengabaikanku dan membetulkan kepalanya.
Pelan-pelan aku berhasil menepi ke pintu gerbong. Aku memperhatikan kembali ke para penumpang. wajah-wajah pucat seperti mayat dengan baju-baju lusuh yang dipenuhi bercak darah.
"Aku yakin sudah memastikannya sebelum naik, jadi kenapa ini terjadi?! Bagaimana bisa aku terjebak di gerbong yang dipenuhi hantu!" gerutuku kesal dalam hati, mengutuk semua kejadian hari ini.
Aku merasakan kelelahan yang semakin menjadi. Kalau aku pingsan di sini apakah orang-orang akan menemukanku dalam keadaan hidup. Atau aku malah terjebak selamanya di sini tanpa bisa kembali.
Aku harap hari yang berat ini segera berlalu. Aku harap begitu aku terbangun semuanya kembali normal seperti tidak terjadi apa-apa. Namun harapanku pupus saat memandang ke luar jendela. Pemandangan yang nampak asing untukku.
Aku bahkan tidak tahu aku di bawa kemana. Aku menelan keputusasaan.
Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya aku mendengar kereta akan berhenti di stasiun berikutnya. Aku tidak tahu di mana itu. Tapi itu lebih baik dari pada berdiam di sini bersama mereka.
Aku bergegas melompat turun dari kereta begitu pintu terbuka. Aku berbalik dan melihat anak laki-laki yang kutemui tadi pagi. Memakai switer kuning bertudung, berdiri di antara mereka. Dia melambaikan tangannya padaku sesaat sebelum pintu kereta tertutup dan meluncur pergi.
"Jahat!" serukutku kesal. "Aku memberimu Permen dan kamu membalasnya dengan semua ini?! Aku tidak akan memberimu Permen lagi! Tidak akan!"
Pandanganku beralih ke bangunan yang disebut stasiun ini. Bangunannya tampak tua berbeda dengan stasiun-stasiun lainnya. Stasiun ini hanya terdiri dari dua peron.
Aku berjalan sepanjang peron yang lenggang tanpa ada seorang pun. Beberapa lampu sudah dipadamkan sisanya dibiarkan menyala.
"Di mana ini?"
Aku memperhatikan plang yang menggantung di langit. Tapi cahaya yang samar dan tulisan yang mulai memudar membuatku sulit membacanya.
Aku berjalan menuju pos informasi berharap masih ada seseorang yang bisa kutanyai.
Pintunya terkunci dan tak dapat seorang pun di dalam saat aku mengintip melalui kaca jendela.
Aku duduk di kursi. Beristirahat sejenak sambil mengecek handphoneku. Jam menunjukkan pukul 22:30.
'Berapa lama aku terperangkap di kereta tadi? Huff! Paling tidak tempat ini nyata,' pikirku melirik lokasi yang terdeteksi di handphoneku. Walaupun tempat ini cukup jauh dari tujuanku.
Aku mencoba memesan ojek online atau taksi online. Sayangnya semuanya gagal setelah lama menunggu.
Aku terlalu lelah untuk berpikir. Sambil duduk, aku meluruskan kaki yang keram sejak tadi.
"Bermalam di stasiun mungkin bukan ide yang buruk." ucapku setengah putus asa. Aku sangsi masih ada kereta yang lewat.
Aku harap tidak akan ada hal buruk lagi yang muncul. Aku terlalu lelah untuk berlari. Sayangnya harapan itu mengkhianatiku saat aku mendengar suara langkah kaki yang menggema dari lorong yang gelap.
Aku terdiam sambil mengumpulkan semua keberanian. Suara langkahnya semakin mendekat. Sesosok pria berseragam keluar dari balik bayangan. Dia menghampiriku.
"Adek dari mana?" Tanyanya.
Aku memandangnya ragu. Wajahnya tidak tampak jelas. Tapi dari suaranya dia tampak ramah. Pria tua dengan wajah kecil dan sedikit rambut di kepalanya yang hampir botak.
Dia orang sungguhan kah? petugas stasiunkah? kenapa dia sendirian? atau..
Orang itu masih memperhatikanku menunggu jawabanku.
"Tidak tahu, Pak? Sepertinya saya salah naik kereta dan tiba di sini." jawabku lesu.
"Jam berapa kereta arah sebaliknya datang pak?" tanyaku balik bapak tua itu yang tampak seperti petugas stasiun ini. Sementara dia mengamatiku balik.
"Pak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
senja
dia indigo kah? kok lgsg se ekstrim itu digangguinnya
2022-03-19
1
Sulis- Tyo- Wati
seru sampe degdegan
2021-04-09
1
🌻Ruby Kejora
like mendarat kk...mari qt slg dukung sampai akhir eps
2021-02-19
1