"Maaf, Dek." ucapnya memecah keheningan, "Kereta terakhir jam 10 tadi. Setelah itu tidak ada kereta yang melintas lagi."
"Apa masih ada bus atau angkutan umum yang lewat, Pak?" tanyaku lagi.
Dia menggeleng, "Ini desa yang kecil di pinggiran kota. Jarang orang yang mau lewat sini. Jadi hanya sedikit kendaraan yang lewat dan terakhir jam 9 tadi."
Petugas itu memandangku prihatin, "Kalau adek gak keberatan, adek bisa menginap di rumah bapak kebetulan tidak jauh dari sini. Dan bapak juga hanya tinggal berdua saja dengan istri bapak." Bapak itu menawarkan.
Kurasa itu lebih baik daripada menginap di stasiun. Aku setuju. setelah itu, aku berjalan mengikutinya keluar stasiun.
"Bapak gak takut sendirian?" tapi sambil memperhatikan bapak tua itu menggembok pintu pagar besi stasiun.
"Bapak sudah kerja di sini bertahun-tahun. Bapak sudah ngalamin banyak kejadian. Awal-awal bapak takut sampai mau berhenti kerja. Tapi lama-lama bapak terbiasa." kata bapak itu sambil mengenang.
Kami melangkah meninggalkan stasiun. Sementara aku mengikuti di belakangnya, bapak itu melanjutkan percakapan.
"Kadang 'mereka' suka iseng bawa tamu dari jauh untuk mampir kesini." Bapak itu berkata sambil melirik ke arahku dari balik bahunya.
Sepertinya bapak itu tahu apa yang terjadi padaku. Dan itu pasti bukan kejadian yang pertama kali terjadi.
"Mereka gak ada maksud jahat. Cuma kadang mereka kesepian di tempat ini. Jadi jangan diambil hati candaan mereka." Bapak itu tertawa.
'bapak gak tahu saya hampir pingsan di dalam.' gerutuku jengkel dalam hati.
"Bapak bicara begini kayak udah kenal lama sama 'mereka' pak." Sindirku bergurau.
Bapak tua tertawa. "Kadang kadang, Dek. Mereka suka temani bapak kalau lagi jaga sendiri." Aku ikut tertawa menimpali.
Kami melintasi sebuah lahan luas di sisi jalan di tutupi pepohonan Rimbun berbaris kedalam jauh sampai ujung layaknya hutan. Tapi yang menjadi perhatianku bukan hutan itu sendiri, melainkan sesuatu yang berada tepat di tengah-tengah tinggi menjulang.
'Apa itu? Tingginya tidak masuk akal jika itu pohon. Lalu apa?' gumamku bertanya-tanya dalam hati. Apapun itu, bukan sesuatu yang bagus kurasa. Siapapun yang melihat akan bergidik ketakutan.
"Apa adek lihat?" tanya pak tua itu berpaling. "Pohon itu, katanya hanya muncul di malam hari. Sebagian orang bisa melihatnya. Tapi kebanyakan tidak."
"Saya tidak lihat apa-apa pak." Aku berbohong.
"Hutan ini terkenal angker, Dek. Sering terjadi kecelakaan tunggal, sampai orang hilang dan tidak pernah ditemukan." Bapak itu menjelaskan lagi.
Kami diam mengakhiri percakapan sampai tiba di rumah pak Dodo, begitulah dia memperkenalkan dirinya.
Sebuah rumah sederhana bercat putih dengan pagar besi warna biru. Ada sebuah pohon menghiasi halaman kecil. Dua buah kursi rotan dan meja kaca menghiasi teras. Sebuah dekorasi rumah yang mengingatkanku pada rumah-rumah di desa.
Pak Dodo memperkenalkan istrinya. Seorang wanita yang lembut dan ramah. Dia menyambutku hangat. Wanita itu membawaku ke sebuah kamar milik anaknya.
"Adek bisa pakai kamar ini dulu. Anak ibu kerja jauh dari sini, seminggu sekali baru pulang." kata Bu Dodo.
Kamarnya tidak besar tapi terasa bersih dan rapi. Sebuah tempat tidur berseprai warna gelap polos terletak di dekat jendela kamar. Sebuah lemari pakaian dari kayu di sisi lainnya. Dan sebuah meja kecil dengan beberapa buku di atasnya ditata rapi.
"Adek sudah makan?"
"Sudah, Bu.Terimakasih. Saya hanya butuh tempat bermalam. Maaf, sudah merepotkan." Jawabku.
"Tidak apa apa dek. Ibu senang membantu." Bu Dodo lalu pamit pergi.
Aku merebahkan diri di atas tempat tidur yang nyaman melepaskan stress dan terlelap dalam mimpi.
Pagi menyingsing. Sinar matahari menyusup ke dalam kamar membangunkanku. Aku menggeliat di atas tempat tidur. Melihat jam di handphoneku pukul 6 pagi.
Aku segera mengirim kabar ke kantor meminta ijin tidak bisa masuk hari ini karena tidak enak badan.
Tadinya aku berniat memberikan sedikit uang sebagai ucapan terima kasih, tapi Bu Dodo menolaknya. Jadi aku berinisiatif menemaninya belanja. Setelah membayarkan belanjaan dan membantunya membuat sarapan, aku pamit pergi.
Mereka sepasang suami-istri yang baik dan ramah. Mereka mau menerima orang asing sepertiku dengan hangat. Di zaman sekarang orang-orang seperti mereka sudah sangat langka.
Aku memutuskan untuk mampir ke suatu tempat sebelum pulang. Dalam perjalanan ke halte bus aku mengamati rumah-rumah sekitar. Ada jarak antara rumah satu ke rumah lainnya.
Beberapa ibu rumah tangga sedang berkerumun di tukang sayur gerobak, sambil bergosip. Aku sedikit menundukkan kepala menyapa mereka saat lewat. Mereka tersenyum lalu bergosip lagi.
Halte bus nya tidak jauh dari hutan yang kulewati tadi malam. Aku menatap kosong ke dalam hutan. Lalu, anak itu muncul.
Dia melambaikan tangan padaku dari seberang jalan berdiri di antara pepohonan. Tanpa sadar aku mengikutinya, masuk kedalam hutan. Pohon-pohon tinggi dan rimbun mengelilingi dan semak-semak yang lebat di sekitar.
"Ke sini! Ke sini!" panggilnya sambil terus menjaga jarak di depanku.
Aku tahu ada anak-anak lain di situ. Bersembunyi dibalik pohon memperhatikanku.
"Aduh!" Seru salah seorang anak yang bersembunyi di semak-semak. "Kakak tanganku tersangkut." ucapnya berbisik hampir menangis.
"Ssst! Jangan berisik!" Kata anak sebelahnya. Dari suaranya sepertinya dia lebih besar satu atau dua tahun dari anak yang tadi.
"Tapi kak.." rengek anak itu lagi.
"Duh! Udah dicopot aja tangannya! Nyusahin. Nanti tinggal dipasang lagi."
Hah?? Tangannya bisa dicopot pasang?? Pikirku bergidik ngeri campur geli. Saat sadar aku perhatikan mereka merunduk lagi bersembunyi.
Mereka kira mereka bisa sembunyi kalau seberesik itu? Aku menghela nafas. Menoleh ke sisi lain. Seorang anak bersembunyi dibalik batang pohon sambil sesekali mengintip. Siapa anak-anak sebenarnya? Apa mereka penghuni hutan ini?
Sementara anak laki-laki yang tadi memanggilku tampak agak jauh di depan.
"Ke sini kak ! Ayo ke sini!"
Aku mengikutinya. Tapi makin lama langkahku semakin berat. Suasana hutan semakin gelap dengan rimbunan pohon semakin lebat. Aku juga semakin jauh dengan jalan raya.
Ini tidak bagus. Tidak ada yang tahu aku datang ke sini. Dan tidak ada jaminan aku bisa keluar dengan selamat. Aku tidak tahu apa yang menungguku di dalam sana. Dan apa aku bisa menghadapinya sendirian. Jika aku tiba-tiba menghilang, keluargaku akan cemas. Ini bukanlah tempat yang bisa kudatangi sendirian tanpa rencana
"Sedikit lagi kak! Ayo ke sini!" panggilnya lagi.
"Kau ingin aku mengkutimu?" tanyaku. Dia mengangguk.
"Apa kau bisa menjamin aku bisa keluar dari tempat itu dengan aman?" Dia mengangguk lagi.
"Kau ingin aku membantumu?" Anak itu menggaguk dengan semangat.
"Setelah menggangguku seharian dan membuatku susah, kau masih berharap aku membantumu? " ucapku dingin. Anak itu terdiam. Ada sedikit campuran emosi di dalam suaraku.
Aku tahu dia menggangguku untuk meminta bantuanku. Tapi caranya sama sekali tidak menyenangkan.
"Aku harus kembali. Di dalam sana tampaknya berbahaya. Dan aku juga tidak yakin apa kau akan menepati janji jika aku membantumu kali ini. Karena kebanyakan di antara kalian lebih sering ingkar janji ketimbang menepatinya." ucapku. Sebelum berbalik aku memandangnya lagi. Dia tampak kecewa. Sorot matanya merunduk sedih. Lalu berbalik pergi.
kenapa tiba tiba aku merasa sedih. Hatiku sakit. Aku merasa bersalah. Padahal dia bukan siapa-siapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
🌻Ruby Kejora
like mendarat🕊🕊
2021-02-21
1
Elis
Kalo aku ya pastii kaburrrrr dehh😓😓😓😓
2021-01-15
1
Wely Tantri 83
mngkin mayat ny blm d temukan
dy mnta tlong agr myat ny d kbur kn dgn layak
2021-01-04
2