Diikuti Makhluk Ghaib
'Hari yang buruk.' keluhku.
Aku menengok ke langit gelap, kilat dan petir menyambar bergantian. Sedangkan hujan deras disertai angin kencang. Suara Guntur bergemuruh seolah menertawakan pejalan kaki yang basah kuyup menerobos lebatnya hujan.
'Apa aku harus menerobos juga?' gumamku sambil melirik payung lipat di tangan kananku.
Tidak! tidak! Payung kecil ini tidak akan menyelamatkanku dari badai. Dan aku tidak punya baju salin. Aku tidak mau memakai baju basah seharian di kantor.
Aku melirik jam di handphone. Aku mulai bekerja jam 6 dan sekarang baru jam 5:15. perjalanan ke kantor hanya memakan waktu 5-10 menit jadi masih ada waktu. Kurasa tidak masalah jika menunggu sebentar lagi.
Aku berdiri memandang sekitar area stasiun. Beberapa orang sudah berkerumun menawarkan ojek payung. Seorang bocah laki-laki menggunakan jas hujan berwarna kuning terang, berdiri di tengah hujan sambil membawa payung yang besar.
Payung itu terlihat kebesaran untuk anak yang usianya tidak lebih dari 5 tahun. Dan wajahnya yang putih hampir pucat. Sesekali dia bermain air hujan, mencipratkannya dengan sepatu bootnya.
'Apa dia tidak kedinginan? Apa yang dilakukannya di tengah hujan begini? Di mana orangtuanya?' Kepalaku dipenuhi banyak pertanyaan tanpa jawaban. Sambil menatap prihatin pada sosok kecil yang sedang berdiri di tengah guyuran hujan.
Tanpa sadar pandangan kami bertemu. Aku tersentak, dan segera mengalihkan pandanganku darinya. Matanya yang bundar menatapku tanpa berkedip.
Dia memperhatikanku? sejak kapan?
Aku melirik kembali dan dia masih menatapku. Pandangannya entah mengapa membuatku tidak nyaman. Aku bergerak maju menyusup di antara orang-orang di depan.
Sekali lagi aku melirik ke tempat bocah tadi berdiri. Tetapi, dia tidak ada.
Rasa penasaran mendorongku untuk mencarinya. Di antara orang-orang di sekitar stasiun.
Aku menengok ke kiri dan ke kanan bahkan ke belakang. Sayangnya dia tidak ditemukan di mana pun. Ke mana dia? Dan saat aku berbalik..
Hah ??
Aku terkejut. saat bocah laki-laki yang kucari-cari tadi muncul tepat di depanku. Dan wajahnya jauh lebih pucat dari yang tadi.
"Kakak! Payung!" seru bocah itu sambil mengarahkan payungnya padaku.
'Apa dia sedang menawarkan ojek payung padaku?' pikirku.
"Tidak, Adik kecil. Kakak sudah bawa payung." Aku menolak baik-baik. Sambil menunjukkan payung di tanganku agar dia paham.
Dia tampak kecewa. Si kecil menunduk sedih sambil berbalik pergi.
"Ah tunggu sebentar!" Aku memanggilnya lagi. Dia menoleh dan menunggu.
Aku teringat sesuatu lalu merogoh tasku. Ada beberapa permen lollipop yang masih kusimpan. Aku memberikan padanya. Dia tampak senang menerimanya. Senyumnya mengembang lebar, tampak gigi-gigi kecil putih berderet.
Entah mengapa senyumnya terlihat aneh. Tawanya menggema bercampur dengan deras hujan. Dia berlari pergi sambil melambaikan tangan dari jauh. Dan menghilang di antara orang-orang.
'Dia hanya anak normal.' pikirku.
Jadi mengapa aku merasa merinding sejak tadi?
'Mungkin karena dingin. Ya, Pasti karena dingin.' Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri. Sambil mengusap kedua lenganku. Merasakan udara dingin yang semakin menusuk kulit.
30 menit menunggu.
Kakiku mulai terasa pegal berdiri. Aku menengok kiri-kanan tak ada tempat duduk ataupun bersandar. Kejengkelanku pun bertambah melihat hujan yang tak juga reda.
Akhirnya aku nekat menerobos juga. Aku berhasil melindungi wajah dan kemejaku. sedangkan rok yang kukenakan basah.
Aku berdiri sejenak di depan lobi. Mengibaskan payungku lalu melipatnya kembali. Aku melepas sepatuku untuk membuang air yang tertampung di dalamnya. jari-jari kakiku tampak pucat berkerut karena kedinginan.
Saat aku sampai di lobi rintik hujan mulai reda.
'Haaah!' Aku menghela napas sedih. 'Harusnya kutunggu saja sebentar lagi.' sesalku.
Dua security memeriksaku di lobi sebelum naik ke atas. Aku segera berjalan menuju lift dan menekan tombol panah atas. tetapi, tombolnya tidak merespon. Aku menekannya berkali-kali tetapi tetap sama.
'Gedung tua! tombolnya pasti rusak!' keluhku dalam hati mengumpat.
"Pak, apa tombol liftnya rusak?" tanyaku pada security gedung.
"Tidak, Bu" jawab security berbadan gempal itu berbalut seragam biru gelap.
Dia menghampiriku dan membantuku menekan tombolnya.
Lho?? Aku heran. Begitu security menekan tombolnya, tanda panahnya langsung menyala.
Tak lama menunggu pintu lift terbuka. Udara dingin terasa berhembus dari ruang kosong itu menerpa wajahku. Lampu lift berkedip sesekali. Keheningan sesaat membuatku ragu untuk masuk.
"Silakan, Bu!" Security itu mempersilahkan.
Aku tidak mau memikirkan lebih lanjut dan langsung masuk ke lift.
"Lantai berapa bu ?" tanya security itu lagi.
"Lantai 14 pak " sahutku
Petugas itu menekan angka 14 dan pintu lift pun tertutup, meninggalkanku sendirian dalam kotak besi itu. Lampu liftnya masih berkedip-kedip.
'Apa karena tanganku basah ya jadi tombol liftnya tidak mau merespon?' gumamku, memikirkan kejadian tadi. Sambil menyandarkan kepalaku di sisi lift.
Lampu lift masih berkedip-kedip.
Aku mengusap tengkukku, merinding. Aku sendirian di sini, tetapi entah mengapa aku merasa tidak sendiri.
Aku mendengar suara seperti orang bernafas. Bukan! Seperti suara mendesah di dekatku. Aku merapat ke dinding lift, mencoba menahan ketakutanku. Lalu, aku sadar. Aku sudah cukup lama di dalam lift.
kenapa masih belum sampai di lantai 14 juga?
Aku mendengak ke atas. Aku terkejut melihat angka di atas pintu lift masih menujukkan lantai 1. Sedangkan tombol lantai 14 menyala.
Liftnya tidak bergerak?? Kok bisa ??
"Dasar! Sudah kuduga liftnya rusak!" Umpatku kesal.
Aku menekan tombol tanda panah buka berkali-kali tetapi pintu lift tidak mau terbuka. Aku mulai panik. Aku tidak ingin lama-lama di dalam sini. Terjebak di dalam lift sendirian atau bersama sosok yang tidak terlihat.
Saat akan menekan tombol bantuan, saat itulah pintu lift tiba tiba terbuka.
Napasku tertahan. Aku menyipitkan mata menajamkan pandangan dan memerhatikan sosok yang berada di depan lift..
Jho.
Aku menghela napas lega, mengenali sosok yang ada di depan lift. Dia rekan kerjaku. Pria berkulit sawo matang dengan rambut ikal.
"Baru datang?" tanyanya sambil melangkah masuk.
"Sudah dari tadi cuma ketahan di stasiun gara-gara hujan." jawabku. Dalam hati aku merasa tenang. Keberadaanya mengusir ketakutanku.
Lift bergerak naik. Aku memperhatikannya dari samping. Dia menjinjing helm hitam di tangannya. Jaketnya tampak agak basah.
Berbeda denganku, Jho menggunakan motor pribadinya untuk berangkat ke kantor. Aku yakin dia sudah menggunakan jas hujan. Namun mengingat derasnya, kurasa air hujan berhasil merembas masuk dan membuat jaketnya basah.
Kami sampai di lantai 14. Lorong depan lift masih gelap. Sepertinya security lantai ini masih belum datang.
Jho menghidupkan lampu dan berjalan menuju ruangan kerja kami. Jho mendorong pintu kaca dan melongok ke dalam ruangan.
Kami terkejut dan saling berpandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Jonah Fernanda
bagus ceritanya,seram tapi menarik
2024-05-07
0
Shàñty
like komen
2022-09-20
1
Machan
serem juga ya. hayo loh, ada apa di dalem sana
2021-12-20
1