"Hallo kak? Ada apa?"
"Mel, kamu di mana?" Tanyanya. Suaranya terdengar sangat panik.
"Aku ada di kosan. Memangnya kenapa?"
"Mel, dengarkan baik-baik. Kamu jangan lagi datang ke hutan itu. Kamu harus menjauhi tempat itu..." Jaringannya terganggu, sehingga suara Angga jadi tidak begitu jelas.
"Hallo kak? Hallo?" Sambungan pun terputus. Meninggalkan tanda tanya besar tentang apa yang terjadi padanya dan tentang peringatannya.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
"Tuk! Tuk! Tuk!"
"Siapa?" Aku menunggu sampai suara di balik pintu itu menyahut.
"Ini saya, nak Melya." Aku mengenali suara itu. Itu suara bu Ningsih, pemilik kosan ini.
"Ohh. Ada apa?" Tanyaku lagi.
"Ini. Ibu mau kasih tau bakal ada pemadaman listrik sebentar lagi."
Aku beranjak dari kasur dan berjalan ke arah pintu.
"Terimakasih sudah diberi tahu, Bu." ucapku.
Aku terkejut saat membuka pintu. Aku tidak melihat Bu Ningsih berdiri di depan pintu kamarku. Padahal suaranya baru saja terdengar.
Sesaat kemudian lampu padam. Sepasang suami istri yang tinggal di kamar sebelahku keluar sementara aku berdiri di depan kamar.
"Wah, mati lampu ya mbak? Duh mana belum siapin lilin lagi." Ucap wanita itu.
Beberapa penghuni di bawah juga sama. Suasana agak ricuh karena mati lampu dadakan.
Pandanganku beralih ke dalam kamarku. Cahaya dari lampu jalan menyusup ke dalam kamarku. Meski tidak jelas aku tahu ada sosok yang sedang duduk di kasurku.
Pelan-pelan aku menghampirinya.
"Ello?" Tanyaku. Tapi sosok bayangan itu tak menyahut atau pun bergerak. Aku semakin penasaran dan mendekat lagi.
Tiba-tiba tangannya yang besar mengarah ke wajahku. Sebelum aku sempat menghindar tangan itu sudah mencengkeram mukaku dan menjatuhkanku ke lantai
Seketika pandanganku gelap. Aku jatuh tak sadarkan diri.
\*
Aku harus berlari. Tidak boleh berhenti sepanjang jalan yang terlihat hanya pohon, semakin jauh ke dalam semakin gelap.
Aku tidak tahu ada di mana, tidak tahu harus meminta tolong pada siapa. Orang-orang itu sedang mengejarku. Kalau aku berhenti mereka akan menangkapku lagi. Karena itu aku harus terus berlari.
Akhirnya aku jatuh tersungkur mencium tanah. Kakiku tidak sanggup berlari lagi. Lututku sakit karena luka saat terjatuh tadi.
Aku berakhir di depan sebuah rumah tua yang besar. Aku melihat seorang anak perempuan masuk ke dalam.
"Tunggu!" Aku memanggil, sayangnya anak itu tidak mendengar.
Kebetulan pagarnya tidak terkunci. Pintunya juga terbuka. Aku menyusup masuk ke dalam rumah. Mungkin ada seseorang yang bisa kumintai tolong di dalam sana.
Rumah itu tampak tidak terawat dengan banyak debu di mana-mana. Aku menjelajahi kamar demi kamar tapi tak ada seorang pun yang kutemui.
Sampai aku tiba di kamar paling belakang. Sayup-sayup aku mendengar suara.
Tuk! Tuk! Tuk! Seperti suara seseorang sedang memotong dengan keras.
"Jangan masuk!"
"Jangan ke sana!"
"Jangan dibuka!"
"Lari! Cepat lari"
"Kabur dari sana!"
Suara anak-anak yang berseru saling tumpang tindih memperingatiku. Naas, telapak tanganku sudah mendorong pintu itu.
Seketika aku jatuh dalam ketakutan dan keputusasaan. Melihat sosok laki-laki berbadan besar sedang mengayunkan kapaknya.
Kapak yang bersinar tajam dengan dilumuri cairan merah kental yang menetes dari ujungnya. Sementara cairan yang sama menggenang di lantai keramik mengalir sampai ke ujung kakiku.
Laki-laki itu sadar aku memperhatikannya dari belakang. Dia berbalik, dan berjalan ke arahku. Aku ingin teriak sekuat-kuatnya tapi tidak bisa. Suaraku tertahan oleh rasa takut yang mencekik. Tubuh gemetar. Tapi tak sanggup kabur dari tempat itu. Seolah kaki sudah dipasung di tempat itu.
Aku menangis tanpa suara dengan air mata yang deras mengalir.
Aku akan mati di sini. Tanpa seorang pun tahu. Tanpa seorang pun bisa menemukanku.
Laki-laki itu mengayunkan kapaknya ke arahku. Seketika pandanganku berubah jadi merah. Tubuhku jatuh tak berdaya.
"Haaa! Aku melonjak bangun dan nafas yang terengah-engah. Peluh membanjiri diriku.
Mimpi yang mengerikan.Terasa benar-benar nyata seolah aku benar-benar mengalaminya.
Pemandangan rumah itu tampak tidak asing. Tapi aku tidak ingat aku pernah ke sana. Jantungku berdetak cepat, dan nafasku tak beraturan seolah aku benar-benar habis berlari sampai kehabisan nafas.
Aku mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan. Aku masih berada dalam kamar kos ku. Terbaring di kasur. Aku ingat semalam mati lampu. Dan aku melihat bayangan lalu jatuh ke lantai.
Tapi saat ini aku terbaring di kasur dan pintu kamarku terkunci. Apa kejadian semalam itu hanya mimpi?
Sebenarnya yang mana mimpi. Mana kenyataan. Aku tidak mengerti.
Aku melirik handphoneku. Tante yusi menghubungiku berkali-kali tapi aku tidak mendengarnya. Aku memeriksa pesan yang ditinggalkan Tante Yusi. Aku tidak percaya dengan kabar yang disampaikannya.
Aku bergegas menghubungi kantor untuk ijin tidak masuk hari ini. Aku memutuskan segera pulang ke rumah untuk memastikan kabar yang kudengar.
Tante Yusi memelukku sambil menangis. Sementara ibuku menemaninya aku berjalan ke kamar Angga. Melihat tubuhnya yang terbaring di tempat tidur.
Ibu bercerita padaku. Kira-kira seminggu yang lalu Angga pamit ingin berkunjung ke tempat kenalannya. Tidak ada yang curiga karena dia biasa melakukan ini. Dia dikenal memiliki pergaulan yang luas. Dia bilang dia akan pergi beberapa hari.
Selama seminggu dia tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi oleh teman-temannya yang lain.
Lalu dua hari yang lalu Angga di temukan tak sadarkan diri di pinggir jalan. Tak jauh dari hutan.
Mendengar cerita itu aku menggigit bibirku kesal. Ini salahku. Angga mendatangi hutan itu sendirian karena aku sudah memberitahukannya. Aku sudah melibatkannya dalam bahaya.
Angga yang ku kenal adalah sosok yang kuat. Dia hampir tidak pernah sakit. Selalu tenang dan tidak mengeluh.
Kupikir dia cukup hebat mengatasi masalah yang berhubungan dengan makhluk ghaib. Aku belum pernah melihatnya terluka seperti ini. Tapi sekarang...
Aku memegang wajahku dan menahan air mataku. Kenapa selalu seperti ini? Karena kecerobohanku, lagi-lagi orang lain terluka. Angga satu-satunya saudaraku. Apa yang harus kulakukan kalau sampai dia terluka dan tidak bangun lagi?
"Tenang, Mel. Dokter bilang dia tidak dalam kondisi yang berbahaya. Dia pasti akan segera sadar." Ucap ibu mencoba menenangkanku sambil memegang pundakku.
"Dia sudah terbaring selama dua hari, dan belum juga bangun." Sanggah Tante Yusi terisak-isak.
Dua hari? Bukankah baru semalam dia menghubungiku. Kalau dia tidak sadarkan diri selama dua hari, lalu siapa yang menghubungiku semalam? Pikirku bertanya-tanya.
Aku sudah menemani Angga seharian. Tapi aku tidak bisa ijin lebih dari sehari. Jadi aku memutuskan untuk kembali ke kosanku sorenya.
Aku mampir sebentar ke desa di mana aku pernah tersesat. Tempat hutan angker itu berada. Aku berdiri di depan pintu masuk hutan itu.
Sesaat mataku terkunci pada sosok laki-laki yang ada di dalam hutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
senja
Bapak Dodo kah pembunuhnya? karna anaknya?
2022-03-19
1
tutup akun tidak dapat restu
like mendarat kk 👍
salam dari LELAKI KU
2021-01-18
1
Fahrizal
setia membaca novel author
2021-01-12
1