Seminggu berlalu sejak aku mendatangi rumah Ello. Hantu bocah itu belum menghubungiku lagi.
Sementara itu aku, Alea, dan Neni hari ini masuk shift sore. Kami mulai bekerja jam 3 sore sampai jam 10 malam.
Karyawan shift sore bisa jadi lebih sedikit dari yang pagi. Hari ini saja cuma ada 15 orang. Sisanya sakit atau ijin tidak masuk.
Aku duduk di tempatku biasanya, dan Alea duduk di sebelahku. Neni mengambil tempat duduk terpisah dari kami. Dia terlihat sendirian karena kursi di kiri dan kanannya kosong.
Wajahnya sangat pucat dan pandangannya terlihat lesu. Apa dia sedang sakit? Aku berjalan mendekatinya.
"Neni?" sapaku menepuk bahunya. Dia tersentak kaget. "Apa kamu sakit?" tanyaku cemas.
"A- Aku baik-baik saja." jawabnya gugup.
'Kamu jelas tidak baik-baik saja, Nen!' protesku dalam hati.
"Bagaimana kalau pindah duduk dekat aku dan Alea? Kita bisa ngobrol bareng biar gak sepi" ajakku. Namun dia menolak.
"Gak apa-apa. Aku di sini saja." Aku ingin memprotesnya dan menariknya langsung ke tempatku. Tapi aku tak ingin memperburuk hubungan kami lagi.
Belakangan ini aku sulit mendekatinya, kadang dia gelisah dan tidak nyaman, kadang terlihat takut denganku. Karena itu aku putuskan untuk tidak memaksannya lagi.
"Oke. Kalau ada apa-apa kamu bisa mendatangiku ataupun Alea." Aku meninggalkannya dan kembali ke tempatku.
Aku bisa tenang sedikit karena tempat Neni ada di barisan belakangku, tidak jauh dari tempatku. Aku bisa memperhatikannya dari kaca di mejaku.
Waktu berlalu cepat saat malam hari. Dan ruangan ini terasa lebih luas dibandingkan saat pagi. Aku melirik jam di dinding hampir jam setengah 10 malam. Beberapa anak nampaknya sudah bersiap-siap untuk pulang.
Aku melihat dari kaca. Neni sedang tertidur di mejanya dengan lengannya sebagai bantal. Saat aku hendak bangkit dari tempat dudukku aku menangkap sesuatu yang mengejutkan.
Sesosok wanita berpakaian putih dengan rambutnya yang panjang tergerai berdiri tepat di samping Neni. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia menghadap ke Neni.
Bahkan dari belakang sosok itu masih nampak asing untukku. Sudah pasti dia bukan karyawan sini. Aku jadi teringat kata-kata Ello saat dia memberitahuku tentang sosok wanita yang berdiri di belakangku. Apakah ini wanita yang sama dengan yang tempo hari?
Aku bergegas menengok ke arah Neni, namun wanita itu tidak ada. Aku berbalik lagi ke kaca. Sosoknya menghilang.
Aku berjalan menghampiri Neni, membangunkannya pelan-pelan. Wajahnya semakin pucat sedangkan matanya nampak lelah. Dia sedikit meringis.
"Kenapa Nen ?"
"Perutku sakit."
"Aku ambilkan obat. Aku ada obat di loker."
Aku berjalan ke loker. Kebetulan aku menyimpan cadangan obat untuk jaga-jaga jika dibutuhkan.
Aku memberikannya pada Neni bersama dengan segelas air hangat. Aku memastikan Neni meminum obatnya, lalu kembali ke mejaku.
Sialnya aku hari itu, aku harus mendapatkan keluhan pelanggan sebagai telpon terakhirku. Pelanggan itu marah-marah dan menolak menutup panggilan jika masalahnya belum terselesaikan.
Aku berusaha menenangkannya dan mendengarkan baik-baik keluhannya. Ini memakan waktu lama dan menambah jam kerjaku. Sementara aku tertahan dengan pelanggan yang emosi, satu persatu karyawan meninggalkan ruangan.
'Mau kubantu?' tawar Alea menggunakan bahasa isyarat. Hanya dia yang tertinggal bersamaku. Aku mengangkat tanganku menolaknya. Setelah percakapan yang panjang dan melelahkan, akhirnya pelanggan itu puas saat kubilang akan menggantikan kerugian yang dia terima.
Saat hendak beranjak pergi, aku menatap kosong pada meja Neni tadi. Nampaknya dia sudah pulang lebih dulu tanpa menungguku. Paling tidak dia bisa pamit padaku sebelum pulang, gumamku kecewa.
Aku berencana tidur selama perjalanan kereta. Karena jika pulang di atas jam 10 kereta sepi dari penumpang, jadi aku bisa bersantai.
Ring! Ring! Suara dering handphone membangunkanku. Aku melirik handphone dan melihat siapa yang menghubungiku.
"Halo Molly, ada apa ? "
"Hai Mel, apa tadi kamu pulang bareng Neni?"
"Tidak. Aku pulang dengan Alea. Sepertinya dia pulang duluan."
"Apa dia bilang akan mampir ke tempat lain? "
"Tidak juga. Kenapa memangnya?"
"Aku cemas karena dia belum kembali ke kosan. "
Aku terkejut mendengarnya. Molly dan Neni kos dekat dari kantor dan hanya memakan waktu 10-15 menit saja paling lamanya jika berjalan santai.
"Tadi sore dia bilang akan pulang cepat karena merasa tidak enak badan. Aku sudah menyuruhnya ijin hari ini tapi dia bilang tetap ingin masuk. Ini sudah jam setengah sebelas dan dia masih belum sampai. Aku sudah menghubungi nomor handphonenya tapi nomornya tidak aktif."
"Aku akan kembali ke kantor untuk mengeceknya." ujarku.
"Kalau begitu aku akan menunggumu di lobi-"
"Tidak usah." kataku memotong. "Aku akan naik sendiri. Kau tetap di kosan untuk jaga-jaga, kalau dia sudah kembali kau bisa mengabariku."
"Kau berniat kembali ke kantor sendirian?"
"Iya. Tenang saja. Aku akan baik baik saja."
Ini tidak baik. Firasatku mengatakan kalau Neni masih ada di kantor. Entah apa yang terjadi padanya, yang jelas itu bukan sesuatu yang baik.
Aku turun di stasiun berikutnya dan naik kereta sebaliknya. Kuharap Neni baik-baik saja. Perasaanku semakin gelisah dan cemas.
Sesampainya di lobi aku disambut Alea. Kebetulan dia juga kosnya tidak jauh dari kantor, jadi Molly menghubunginya untuk menemaniku.
Setelah menunjukkan kartu identitasku di security aku dan Alea naik ke atas, ke lantai 14.
Lorong masih terang namun tampak sepi. Setiap lantai ada petugas security yang berjaga. Namun petugas security lantai ini pulang tak lama dari kami.
Kami berdua berjalan menuju ruangan kami. Aku menyalakan lampu ruangan. Tubuh Neni kecil. Jadi kami berpikir mungkin dia tertidur di salah satu cube tanpa kami sadari. Jadi kami berencana memeriksanya.
Aku merasa tenang Alea menemaniku. Meskipun dia anak yang pendiam dan jarang berkata-kata, dia termasuk anak yang pemberani. Berbeda dengan pura-pura berani atau sok berani, Alea memiliki sifat yang tenang dan emosi yang stabil.
Kepribadiannya yang mandiri menjadikannya sebagai gadis yang kuat dan tangguh. Aku tidak pernah mendengarnya mengeluhkan sesuatu selama aku bersamanya.
Aku bilang padanya bahwa aku akan memeriksa tempat lain selama dia memeriksa ruangan ini. Dia tidak keberatan. Kami berjanji akan saling menghubungi jika sudah bertemu Neni.
Ada suatu tempat yang ingin kuperiksa sejak tadi. Aku berjalan sepanjang lorong menuju toilet.
Haah! Aku menghela nafas panjang. Benar saja!
Dari dulu aku berpegang pada prinsip, selama aku tidak mengganggu mereka, maka mereka tidak akan mengganggu kami. Tapi aku salah. Sepertinya prinsip itu tidak berlaku untuknya.
Aku menatap pada sosok yang ada di depanku. Sesosok wanita yang memakai gaun panjang sampai menutupi kaki. Dan rambut panjangnya yang tergerai ke depan hampir menutupi seluruh wajahnya.
Tapi itu tidak menutupi sorot matanya yang marah menatap tajam padaku.
"Hei! Kenapa jadi kau yang marah. Bukankah seharusnya aku yang marah disini?" Ucapku dingin dan tajam.
Jelas wanita ini tahu dimana Neni berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sekapuk Berduri
aku mampir lgi... nyicil like di bab tertinggal 🤗
2021-01-12
1
Caramelatte
eyo kakak author! Ku balik nih!🤭 Semangat yaa upnya! 🤗
2021-01-11
1
Hiatus
Aku sampai di sini...
Huaaah... Aku tidak berani baca malam hari..
2020-12-19
1