Jhonatan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, melintasi jalanan sepi. Seolah dia ingin kabur dari sesuatu.
Dua hari ini dia diliputi perasaan gelisah sampai tidak bisa tidur. Kejadian-kejadian aneh terjadi di sekitarnya tanpa bisa dimengerti.
Akhirnya dia sampai di depan rumahnya. Sesaat dia menatap aspal jalan dekat rumahnya dengan tatapan kosong. Seolah ada sesuatu yang masih tertinggal di sana dan tidak bisa disingkirkannya.
Dia bergegas ke kamarnya, setelah memarkirkan motornya di garasi samping rumah. Dia sudah memastikan semua terkunci dengan aman sebelum dia tidur.
Ayah dan ibunya belum kembali dari luar kota dan kakaknya akan menginap di rumah temannya. Otomatis dia sendirian di rumah.
Sudah hampir jam 2 pagi, dia masih belum bisa tidur. Hanya berguling-guling di atas ranjangnya. Akhirnya dia bangun dan menyentuh lehernya.
Dia menatap ke cermin di kamarnya. Mengamati memar biru di lehernya yang semakin hari semakin melebar. Sekarang bentuknya semakin jelas. Itu seperti jejak telapak tangan orang dewasa. Telapak tangan yang sedang memegangi lehernya.
Menyadari hal itu dia jadi merinding. Awalnya tidak terasa apa-apa. Tapi lama-kelamaan rasanya sakit dan sesak seperti tercekik. Dia tidak ingat di mana atau kenapa dia bisa mendapatkan memar ini.
Tadi pagi dia sudah memeriksakan dirinya ke dokter. Sayangnya dokter tidak melihat tanda itu. Dokter juga bilang bahwa dia baik-baik saja.
Suara bel rumahnya berbunyi. Dia bangkit dan berjalan keluar untuk memeriksanya, namun tidak ada seorangpun.
Tiiit! Tiiit! Kali ini suara klakson motornya. Dia memberanikan diri berjalan pelan-pelan ke garasi. Dia melihat lampu motornya menyala. Padahal tidak ada seorangpun di sana.
Jho berlari ke kamar. Dan mengunci pintunya. Menyelimuti dirinya seolah dia kedinginan. Dia menggigil tapi bukan kedinginan melainkan karena takut. Dari dalam kamar dia mendengar suara langkah kaki berjalan mondar-mandir di depan kamarnya.
Ini sudah malam ke dua dia mengalaminya. Suara bel rumah, suara klakson semua yang didengarnya nyata, tapi saat dia memeriksanya tidak ada seorangpun atau makhluk apapun dia lihat. Justru karena tidak melihatnya dia jadi semakin takut.
Lalu keesokkan harinya di kantor,
"Jho, kamu sakit?" tanya Roni, salah seorang rekan kerjanya di kantor.
"Enggak, Ron. Kenapa memang?" tanya Jho balik.
"Ada bercak merah di punggungmu. Seperti darah. Kupikir kami luka."
Setelah diberitahu Roni, dia memeriksanya di toilet. Ternyata benar ada noda merah di punggung kemejanya.
"Kejadian lagi." Gumamnya.
Ini bukan pertama kalinya. Bersamaan dengan memar biru yang didapatkan di lehernya, muncul juga noda merah seperti darah di punggungnya. Hanya bedanya orang-orang bisa melihat bercak ini. Walaupun hanya sedikit ini bisa mengundang perhatian orang.
Sayangnya berapa kalipun dia mengganti pakaiannya noda merah itu akan selalu muncul di punggungnya.
Jho sadar bahwa ada sesuatu yang ganjil terjadi pada dirinya. Tapi dia bingung harus bagaimana. Dia tidak tahu harus minta tolong pada siapa. Dan kalau dia menceritakannya, apakah ada orang yang akan percaya.
* * *
"Ups! Jho, hati-hati!" Seruku memperingatkan.
Jho hampir saja menabrakku yang sedang membawa teh panas.
"Jangan bengong, Jho!"
"Iya sorry Mel. Belakangan ini aku lagi gak enak badan." Ucap Jho sambil mengusap belakang lehernya.
Aku perhatikan ada memar biru di lehernya. Yang berbentuk seperti jejak telapak tangan. Sesaat kemudian fokusku teralih ke bahunya. Aku menatap ngeri pada apa yang muncul di depanku.
Dua buah tangan seputih mayat merambat naik dari bahu Jho. Merangkul perlahan ke lehernya. Sebuah kepala dengan rambut hitam pekat menyembul dari balik bahu kirinya dan jatuh terkulai ke depan.
Persis seperti Jho sedang menggendong seseorang di punggungnya dengan kepalanya terkulai ke depan. Meski tidak bisa melihat wajahnya karena tertunduk, aku tahu makhluk halus di depanku ini mengambil wujud seorang wanita.
Reflek aku mundur menjauhi Jho dan nyaris jatuh menabrak kursi di depanku.
Sudah berapa lama Jho menggendong makhluk ini di punggungnya? Apa dia tahu?
"Mel, kamu kenapa?" Jho cemas melihat reaksiku ketakutan. Mungkin dia sadar bahwa ada yang aneh dengan dirinya.
"Sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan Jho?" Tanyaku menyelidik.
Jho dan aku memutuskan untuk duduk dan berbicara. Jho menceritakan semua yang terjadi padanya belakangan ini.
"Itu belum semua 'kan Jho. Masih ada yang belum kamu ceritakan." Jho, mungkin tidak tahu, makhluk halus yang ada di punggungnya saat ini bukanlah makhluk yang bisa menempel pada orang tanpa alasan. Dan dari apa yang diceritakan Jho aku belum menemukan alasan dia menggantung di leher Jho.
"Jho, apa kamu tahu makhluk apa yang sedang kamu bawa saat ini. Makhluk ini lahir dari emosi yang kuat menjelang kematiannya. Dia lahir akibat perbuatan buruk manusia. Dan ingin membalasnya."
"Seperti arwah penasaran?" Tanyanya.
"Ya, mirip seperti itu. Hanya saja dia tidak menyerang secara aktif. Dia menempel seperti parasit. Dia mengganggu kesehatanmu atau mengacaukan emosimu atau bahkan lebih buruk."
"Kamu gak bisa mengusirnya, Mel?"
Aku menggeleng, "Makhluk ini kuat. Meskipun kamu menemukan orang yang bisa mengusirnya, dia akan kembali padamu. Selama keinginannya belum terpenuhi dia tidak akan pergi."
"Apa yang dia inginkannya?"
"Katakan yang sebenarnya. Itulah yang diinginkannya."
Jho tertunduk dan menutupi wajahnya. Sepertinya itu sesuatu yang sangat berat untuk diceritakan. Sesaat suasana hening, aku masih menunggu Jho bicara.
"Ini terjadi beberapa hari yang lalu. Saat aku melewati sebuah gang, aku melihat seorang wanita dikepung oleh tiga orang pria." Jho akhirnya mulai cerita.
"Kamu kenal mereka?" Tanyaku.
"Ya, kebetulan sepasang pria dan wanita itu salah seorang penghuni kompleks dekat rumahku. Dua lainnya mungkin teman si pria."
"Mereka terdengar sedang adu mulut. Walaupun aku tidak mendengar apa yang dibicarakan, aku tahu si wanita sedang di ancam."
"Wanita itu melihatku. Tapi aku mengacuhkannya. Aku tahu dia meminta tolong tapi kupikir bukan tempatku untuk ikut campur pertengkaran mereka. Lagipula dari jumlah saja aku tidak mungkin menang satu lawan tiga."
"Jadi, kamu pergi?" Tanyaku.
"Ya. Lalu sekitar tiga hari yang lalu peristiwa itu terjadi. Aku ingat saat itu sekitar jam 4 pagi. aku sedang memarkirkan motorku di depan rumah, untuk siap-siap berangkat kerja. Suasana masih sangat sepi karena jarang yang bangun sepagi itu. Aku melihat wanita itu lagi, melewati rumahku."
"Dia berangkat kerja pagi-pagi sekali. Tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan menghantam tubuhnya tanpa ampun. Aku melihat tubuhnya jatuh ke aspal dan kejang. Matanya menatap ke arahku seolah minta tolong padaku, sama seperti waktu itu. Tapi saat itu tubuhku tak bisa kugerakkan."
"Aku sangat terkejut dengan apa yang terjadi di depanku. Sedangkan pengemudi yang menabraknya kabur. Tak lama kemudian orang-orang mulai keluar ke jalan. Naasnya wanita itu sudah tidak tertolong lagi. Dia meninggal di tempat kejadian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Fahrizal
bikin bulu kuduk merinding karna ada arwah yang menempel...
2021-01-08
1
Elisabeth Ratna Susanti
15 like plus rate 5 👍😍 nanti aku mampir lagi ya🤗
2020-12-23
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
selalu hadir kembali😉
2020-12-21
1