Aku tahu bahwa bukan hanya ada kita saja yang menempati dunia ini, ada mereka yang berbagi tempat dengan kita. Mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan manusia. Hidup berdampingan dengan manusia. Meskipun tidak semua manusia bisa melihat mereka, tapi mereka sungguh ADA!
Kebanyakan dari mereka tidak suka diganggu. Karena itu kupikir selama kita tidak menggangu mereka maka mereka juga tidak akan menggangu kita.
Tapi aku salah! Paling tidak makhluk di depanku jelas berbeda dengan yang biasa kulihat.
Makhluk yang muncul dengan wujud wanita dewasa ini menatapku dengan marah seolah aku mengganggunya.
Aneh! Biasanya aku akan lari ketakutan. saat ini semua ketakutanku hilang, berganti menjadi kemarahan yang mencuat tak terkendali.
"Hei, kenapa jadi kau yang marah, bukankah seharusnya aku yang marah di sini?!" Aku membalas tajam tatapannya.
Aku membuat suaraku terdengar sedingin mungkin. Aku tidak boleh terlihat lemah. Dia bukan Makhluk yang bisa diajak bicara baik-baik. Dia senang meneror dan membuat orang ketakutan. Sekali saja dia menangkap ketakutanku, dia akan langsung menyerangku tanpa ampun.
"Pengganggu!" Dia meraung marah ke arahku
"Siapa yang mengganggu disini hah? Kau yang seenaknya muncul di tempat kami! Kau mendorong salah seorang pekerja disini, hingga terjatuh dari tangga. Kau juga yang menyembunyikan salah seorang temanku. Jadi siapa sebenarnya yang mengganggu?"
"Ini tempatku!" Dia berteriak dengan mulutnya yang lebar, mengeluarkan aroma tidak sedap dari mulutnya.
"Ini bukan tempatmu! Ini tempat kami!" bentakku.
"Aku sudah tinggal disini lebih lama dari kalian." protesnya.
"Menempati lantai ini lebih dulu dari kami, tidak menjadikanmu pemilik tempat ini! Sadari tempatmu! Kau cuma sudah tinggal disini tanpa izin pemiliknya. kau - cuma- penghuni - gelap!" bantahku tegas.
Kemarahan makhluk itu semakin menjadi. Dia mendorongku dengan kekuatan seperti pria.
"Aku baru tahu kalau kau waria!" cibirku.
Dia semakin mendesakku dengan agresif. Aku merapat ke dinding agar tidak jatuh. Dengan bertumpu pada tembok di belakangku aku menahan serangannya.
Aku berhasil menangkap kedua pergelangan tangannya saat dia akan menggunakan cakar tangannya untuk menyerang wajahku.
Dia meraung dengan mulutnya yang lebar dan bau. Wajahnya tampak mengerikan dengan matanya melotot ke arahku. Garis hitam lebar melingkari matanya. Dan rambut panjang hitamnya jatuh menutupi sebagian wajahnya.
"Apa rambutmu yang panjang itu cuma kau gunakan untuk menutupi mukanya yang jelek? Sungguh! Kau mengerikan! Sama sekali tidak cantik! Tidak ada pria yang akan mau mendekatimu." sindirku membuatnya semakin mengamuk. Aku menahan amukannya sambil terus berpikir, mencari celah untuk menjatuhkan makhluk ini.
Melihat bagaimana dia menunjukkan rupa buruknya di depan mukaku aku jadi ingin memukul wajahnya satu kali saja meluapkan kekesalanku. Tapi jika kulepas Cengkramanku, dia akan langsung menggunakan cakarnya untuk merobek kulit wajahku.
Diluar dugaan, meski tenaganya besar lengannya kurus seperti tulang.
"Kau tahu, Aku sudah sering mematahkan lengan lawanku saat berkelahi. Tapi aku belum pernah mematahkan lengan makhluk sepertimu. Dan lenganmu tampak kurus sekali. Aku khawatir aku bisa mematahkannya dengan sengaja." Aku menguatkan Cengkramanku dan mengerahkan semua tenagaku. menekannya ke belakang seolah aku benar benar akan mematahkannya.
"Sakit!" erangnya.
"Aku tidak tahu kalau makhluk seperti kalian bisa merasakan sakit juga. Apakah manusia lemah seperti kami sebenarnya bisa melukai kalian? "
Sorot matanya yang menantangku tadi menciut.
Dia sudah berhenti mendorongku. Sekarang dia mencoba melepaskan tangannya dari cengkeramanku.
Aku ingat perkataan Angga. Makhluk halus seperti mereka cenderung menggunakan wujud mereka yang kasat mata. Tapi ada kalanya mereka menggunakan wujud fisik mereka saat akan mengambil, atau menyentuh sesuatu, saat itu kau juga bisa menyentuh mereka.
Karena itulah di awal aku memancingnya untuk menyerangku, dengan begitu aku bisa menangkapnya. Dia tidak akan lolos lagi seperti sebelum sebelumnya.
Dia meronta mencoba lepas dariku. Makhluk ini bisa saja menghilang tiba-tiba seperti waktu itu. Tapi saat ini dia seperti terperangkap oleh sesuatu dan tak bisa meloloskan diri. Apa karena aku memegang wujud fisiknya sehingga dia tidak bisa menghilang?
Apa yang harus kulakukan pada makhluk ini? Menyeretnya atau melemparnya keluar dari gedung ini. Aku juga belum menemukan Neni.
Sekarang wanita itu meringkuk di depanku. Cengkramanku sepertinya membuat tangan wanita ini melepuh.
"Di mana temanku?" tanyaku.
Wanita itu menunjuk ke dalam toilet wanita.
"Apa yang kau lakukan padanya? "
"Tidak ada. Aku hanya menakutinya. "
"Mel! " Suara Alea memanggilku. "Apa sudah ketemu?"
Spontan aku melepaskan cengkramanku dari wanita itu. Dia bergerak menjauh bersembunyi di ujung lorong yang gelap.
"Sepertinya dia ada di dalam toilet." jawabku.
Aku melirik ke arah wanita itu menghilang, sebelum aku masuk ke toilet. Seolah aku berbicara dengan wanita itu, aku berbisik pelan dan mengancam.
"Pastikan bahwa kau tidak menggangu siapapun yang ada di sini lagi."
Kami berdua masuk ke dalam toilet wanita. Lampu toilet tidak mau menyala. Sepertinya rusak. Pintu kamar paling pojok tertutup. Sayup-sayup aku mendengar suara Isak tangis.
"Neni?" Aku Oba memanggil. Dia tidak menyahut. Aku mencoba membuka pintunya tapi terkunci dari dalam.
"Nen! Neni!" Aku memanggil lagi sambil menggedor-gedor pintu.
"Siapa?" Tanya suara dari dalam. Suaranya bergetar. Neni pasti ketakutan di dalam.
"Ini aku, Melya. Tolong buka pintunya."
"Bohong! Kau bukan dia! Kau hantu wanita itu! Aku tidak akan tertipu lagi."
"Ini benar aku, Nen! Kumohon buka pintunya. Aku bersama Alea di sini. Kami ingin membantumu."
"Bohong! Bohong!" Neni tetap menyangkal kami. Aku harus membujuknya segera. Udara di sini sangat buruk terutama untuk dia yang sedang sakit.
"Hantu mungkin bisa meniru suaraku. Tapi mereka tidak akan bisa meniru suara Alea. Kau tau 'kan Alea paling sedikit bicara yang bahkan hantu sekalipun belum tentu pernah mendengar suaranya."
Alea melirikku tajam, hampir memprotesku tapi mendengar Neni di dalam tertawa kecil dia mengurungkan niatnya.
"Itu benar, Nen. Molly cemas kau belum pulang. Dan meminta kami mencarimu. Tidak ada hantu apapun di sini. Kalau pun ada Melya pasti sudah mengusirnya. Dia ahlinya di sini." Ucap Alea menyerangku balik.
"Hei!" Aku memprotes. Alea menyeringai.
Perlahan pintu toilet terbuka. Neni muncul dengan penampilan yang berantakan. Rambutnya berantakan. Wajahnya lusuh dan basah oleh air mata dan keringat. Dia merangkul kami sambil terisak-isak.
"Aku takut kalian tidak mencariku. Aku takut aku akan bersembunyi di sini sampai pagi. "
Aku menepuk punggungnya menenangkannya.
"Ayo pergi."
"Celanaku basah." ucapnya malu-malu sambil terisak-isak. "Dan kakiku masih keram." Sesaat kami bertiga diam. Lalu tertawa.
"Aku punya pakaian salin di loker. Aku akan mengambilnya. "
Tak lama kemudian Alea kembali membawa pakaian ganti. Kami membantunya berganti pakaian, dan membersihkan wajahnya. Lalu membawanya ke dalam ruangan kerja kami untuk sejenak menenangkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Rosida Ningsih
Setiap membaca episode ada kesan yang berbeda2 luar biasah thor bisa buat suasana pembaca berubah2 mengikuti alur ceritanya..salam Salut buat thor
2020-12-17
4
Om Rudi
setannya waria
2020-12-16
3
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like lagi pastinya
semangat selalu💪💪💪
2020-12-14
2