Pram langsung memerintahkan Bayu menjalankan mobilnya setelah menutup panggilan telepon. Raut wajahnya panik dan tegang. Dia sendiri tidak yakin apa yang terjadi dengan Kailla, hanya diminta datang ke lokasi yang di kirim si penelepon.
“Bay, buruan!” perintah Pram. Laki-laki tampan itu sudah tidak sabar untuk segera bertemu dengan istrinya, memastikan kalau Kailla baik-baik saja.
Mobil Pram, tiba di sebuah lapangan bola tidak terlalu jauh dari komplek perumahannya. Kendaraan beroda empat itu belum berhenti sempurna, tapi Pram sudah membuka sabuk pengaman dan meloncat turun.
Mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan sang istri. Tak butuh waktu lama, lapangan kosong itu tidak bisa menyembunyikan sosok cantik istri manjanya.
Netranya menangkap Kailla yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan terakhir pertemuan mereka tadi siang, sedang duduk di rumput menikmati gulali bersama beberapa anak-anak yang duduk mengerubunginya. Senyumnya cerah, secerah mentari sore yang siap bersembunyi di balik petang.
Deg—
Jantungnya berdetak kencang, amarahnya bergemuruh seketika. Pandangannya tertuju pada Bentley hitam, salah satu mobil kesayangnya terparkir tidak jauh dari Kailla dan kerumunan anak-anak. Ada banyak mobil sport hitam berbagai merek di garasi mobilnya, tapi kenapa Kailla harus membawa keluar mobil yang paling disayanginya.
Raut wajah Pram makin berubah saat jarak keduanya semakin dekat. Mobil sport itu bukan hanya terparkir, tapi menghantam pohon mangga. Bagian depan mobil itu hancur tak berbentuk, kacanya pecah.
Dia masih mengingat jelas, mobil yang sama juga pernah mengalami hancur serupa saat dia menabrakannya pada gerbang pagar rumah Andi saat penculikan Kailla empat tahun silam.
Dan sekarang terulang kembali, bukan dia tapi Kailla.
“Kai, apa yang terjadi?” tanya Pram berkacak pinggang di depan Kailla.
“Tidakkah kamu bisa melihat. Kenapa harus bertanya lagi?” tanya Kailla tetap menikmati gulalinya, tidak menghiraukan Pram yang sudah mulai menampakan wajah kekesalannya.
“Pak, ini pemilik mobilnya! Kamu bisa meminta ganti rugi padanya!” teriak Kailla, sambil tetap duduk di rumput bersama anak lainnya. Tidak mempedulikan kehadiran Pram yang menatap tajam padanya.
“So..sore Pak!” sapa seorang laki-laki setengah abad dengan tampilan sederhana. Kelihatannya laki-laki itu adalah orang baik, terlihat dari kesopanan dan bahasa tubuhnya yang membungkuk saat menyapa Pram.
“Apa yang terjadi Pak?” tanya Pram, mengalihkan pandangannya pada laki-laki asing itu.
“Be..begini Pak,” ucap si laki-laki terlihat ragu, menatap ke arah Kailla.
“Ada apa Pak?” tanya Pram yang sudah tidak sabar.
“Saya yang menghubungi Bapak tadi. Maaf sebelumnya... “ Laki-laki itu memandang ke arah Kailla kembali.
“Sudah-sudah! Aku saja yang bicara,” ucap Kailla dengan santainya. Berdiri dan menghampiri Pram.
“Jadi begini Sayang.” Kailla membuka pembicaraan.
“Aku sengaja menabrakan mobil kesayanganmu pada pohon mangga kesayangan Bapak ini,” jelas Kailla.
Kata sengaja yang disematkan Kailla di kalimatnya, membuat mata Pram membulat.
“Nah, aku menawarkan ganti rugi padanya,” jelas Kailla, melanjutkan kembali. Tidak memberi kesempatan Pram mengemukakan pendapat.
“Maaf Pak, sebenarnya saya tidak meminta ganti rugi. Lagipula Bapak lebih banyak mengalami kerugian. Pohon mangga juga tidak kenapa-kenapa.” Pemilik pohon mangga menyela.
“Iya, tapi aku yang menawarkan ganti rugi!” Kailla menjelaskan. Raut wajah melukiskan bagaimana perasaannya saat ini.
“Ayo sebutkan saja angkanya Pak. Bapak mau minta ganti rugi berapa? Jangan sungkan-sungkan, aku istri dari lelaki tua yang sedang melotot di hadapanmu ini,” jelas Kailla, dengan santainya.
“Kailla, apa-apaan ini!” omel Pram.
“Sayang, itu pohon mangga kesayangannya. Sama seperti mobil kesayanganmu juga. Bukan masalah hanya sebatang pohonnya. Itu kesayangan!” Kailla berusaha menjelaskan.
“Ganti saja kerugiannya. Kasihan bapak ini. Apalagi menurut cerita Bapak ini, pohon mangganya berbuah semangka. Bisa saja setelah aku tabrak, pohonnya ngambek dan tidak mau lagi berbuah semangka,” ucap Kailla mengada-ada.
“Ma-maaf Pak, tidak begitu,” sela sang pemilik pohon mangga.
“Ssssttt..., Bapak diam saja. Biarkan saya yang memperjuangkan hak Bapak,” ucap Kailla menempelkan telunjuknya di bibir, memberi tanda agar laki-laki itu diam dan menurut.
“Sudah Sayang, ganti saja kerugiannya,” pinta Kailla pada Pram.
Pram menggelengkan kepala, istri nakalnya kembali lagi setelah sekian tahun menghilang.
“Sepuluh juta Pak. Cukup?” tanya Kailla membuka harga menawar pada si pemilik pohon, membuat mata Pram membulat.
Pemilik pohon mangga hanya diam saja. Tidak enak dan juga tidak mau mengikuti permainan Kailla.
“Ah, aku mengerti. Masih kurang ya. Tidak sebanding dengan nilai mobilnya. Lima puluh juta, bagaimana?” tawar Kailla lagi.
“Laki-laki menyebalkan ini. Aku harus memiskinkannya, jadi dia baru tahu rasa!”
Tidak ada jawaban. Pram juga memilih menatap Kailla tanpa membuka suara lagi. Istrinya sedang berontak dan protes seperti biasanya.
“Ayo Sayang. Bayar ganti rugi untuk bapak ini. Ini masih belum seberapa. Tadinya aku mau menabrak gerombolan sapi yang sedang makan rumput di pojok sana,” cerita Kailla, menunjuk ke arah kawanan sapi yang sedang di jaga pengembalanya.
Pram menggelengkan kepalanya. Tidak bisa berkata apa-apa.
“Sayang sudah,” pinta Pram, menatap Kailla dengan memohon. Dia tidak mau memperpanjang masalah dengan istrinya. Bahkan dia sudah menutup mata, walaupun mobil mewahnya dihancurkan Kailla.
“Aku masih berbaik hati padamu, Sayang. Aku memilih menabrak pohon mangga ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasibmu, kalau beneran sapi yang aku tabrak,” lanjut Kailla lagi.
“Kamu tidak lihat, celurit dan kumis pemilik sapi itu sama melengkungnya. Bisa dipastikan dia sama galaknya sepertimu. Kalau aku menabrak sapinya, aku yakin nafas Reynaldi Pratama akan berakhir di celuritnya.”
“Kai, sudah. Maafkan aku,” ucap Pram setelah lelah melihat Kailla mengoceh.
Pram mengeluarkan kartu nama di dompetnya, menyerahkan kepada sang Bapak.
“Saya Reynaldi Pratama, ini kartu nama saya. Maafkan istri saya sudah ceroboh,” ucap Pram, membungkuk dan menyerahkan kartu namanya.
“Tidak apa-apa Pak,” ucap pemilik pohon tersenyum.
“Bisa tinggalkan nomor ponsel Bapak, nanti orangku akan menghubungi Bapak mengenai ganti rugi,” ucap Pram, menatap ke arah Kailla. Berharap istrinya melunak.
“Ayo Kai, kita pulang,” ajak Pram, menatap Kailla yang masih menikmati gulali merah mudanya.
Terlihat Pram mengeluarkan dompetnya kembali, menarik lembaran uang kertas berwana merah dan menyerahkan kepada Kailla.
“Mari anak-anak, Tuan baik hati ini memberi kalian uang jajan,” ucap Kailla membagi lembaran uang seratusan itu kepada anak-anak yang menemaninya.
“Ayo, kita permisi. Mari Pak,” pamit Pram, meraih tangan Kailla.
Baru saja akan masuk ke dalam mobil, Kailla berulah kembali.
“Aku tidak mau pulang ke rumahmu!” Kailla menolak masuk ke dalam mobil.
“Kai, maafkan aku,” pinta Pram. Memohon Kailla menyudahi semua kemarahan dan protesnya.
“Aku tidak mau pulang ke rumahmu!” ucap Kailla menegaskan kembali.
“Itu rumah kita, bukan rumahku.” Pram meralat kata-kata Kailla.
“Aku sudah lelah denganmu. Kita bercerai saja, Sayang.”
Ucapan Kailla membuat Pram terbelalak. Sedikit pun tidak terpikir akan mendengar Kailla mengucapkan satu kata mengerikan itu di hadapannya.
“Tidak, aku tidak akan menceraikanmu!” tolak Pram.
“Pulang denganku atau aku akan memecat Sam dan Ricko bersamaan!” ancam Pram.
“Tidak masalah, mereka akan ikut denganku! Kapan kamu akan memecatnya?” tanya Kailla menantang.
“Kai, ini hanya salah paham. Kenapa harus bawa-bawa perceraian,” sahut Pram, memohon.
“Kamu menyembunyikan hal begini penting dariku. Apa pantas disebut salah paham,” todong Kailla.
“Kita pulang, bicara di kamar kita. Jangan disini. Banyak yang menonton pertengkaran kita,” pinta Pram.
“Tidak mau. Kamu akan mengurungku lagi seperti biasa, sampai aku memaafkanmu. Aku tidak mau lagi Sayang,” tolak Kailla.
“Jadi kamu maunya bagaimana?” tanya Pram lagi.
“Kita pisah saja, Sayang.”
“Tidak akan! Jangan berharap terlalu tinggi,” ucap Pram menarik paksa Kailla, menggendongnya di pundak seperti masa kecilnya.
“Ah...! lepaskan aku!!” teriak Kailla, memukul kencang punggung Pram.
“Jangan banyak bergerak, kalau tidak aku akan menjatuhkanmu di gerombolan sapi tadi, supaya kamu jadi santapan mereka,” ancam Pram, memukul bokong Kailla.
***
Terimakasih
Love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Nur Lizza
mantap kai
2022-09-30
0
Indah Fajar Surya
jadi ingat Bella Ama bara ngidam mangga berbuah semangka
2022-02-14
0
Hana Sumiyawati
🤣🤣🤣
2021-10-30
0