Sepulang kuliah, Kailla tidak jadi ke toko buku. Ia meminta Sam dan Ricko mengantarnya pulang ke rumah.
Jalanan Jakarta siang itu lumayan padat merayap. Tepat di perempatan lampu merah, mobil mereka harus tersendat karena kemacetan di persimpangan. Kendaraan-kendaraan yang saling tidak mau mengalah, pada akhirnya membuat semuanya tidak bisa berjalan sempurna.
“Rick, kita pulang ke rumah saja!” pinta Kailla dengan tatapan menerawang. Ia sendiri bingung harus memberi kado apa untuk suaminya, Pram.
“Baik Kai,” jawab Ricko, singkat. Masih fokus menyetir, sesekali mencuri pandang pada istri majikannya dari kaca spion.
“Sam, suamiku 'kan ulang tahun. Kira-kira diberi kado apa, ya?” tanya Kailla, menepuk pundak Sam yang duduk di samping Ricko.
“Hah! Dia bisa ulang tahun juga, ya,” celetuk Sam.
“Memang, kamu kira suamiku apa!” gerutu Kailla kesal.
“Ulang tahun ke berapa?” tanya Sam, singkat. Masih malas berpikir dan menjawab.
“Dobel empat,” sahut Kailla singkat.
“Sudah tua juga, ya!” sahut Sam, tersenyum usil.
“Astaga Sam. Kalau tidak mau bantu menjawab sebaiknya diam saja. Jangan menghina suamiku terus menerus,” gerutu Kailla semakin kesal.
“Non, itu fakta yang tidak bisa terbantahkan!” sahut Sam tidak mau kalah.
“Aku cuma bertanya kado apa. Bukan minta pendapat umur suamiku,” omel Kailla.
“Lah, perlu tanya umur dong. Kado itu harus disesuaikan dengan umur,” sahut Sam.
“Masa Pak Pram dibelikan mobil-mobilan atau hotwheel. Itu tujuanku bertanya umur,” lanjut Sam lagi beralasan.
Plak! Sebuah pukulan keras, menghantam pundak Sam.
Kamu dari dulu suka sekali menjatuhkan suamiku!” gerutu Kailla.
“Cari yang Pak Pram belum punya, Kai.” Ricko ikut berpendapat. Berusaha menengahi keduanya yang selalu berdebat setiap saat.
“Pak Pram punya segalanya. Bahkan kalau mau menambah istri satu lagi masih bisa. Cuma anak yang belum ada. Ya, kan ... Non?” tanya Sam, mencari pembenaran.
“Lagi pula kenapa tidak hamil-hamil sih, Non? Nanti Pak Pram investasi ke tempat lain,” ucap Sam tiba-tiba, mengeluarkan rasa penasarannya.
“Kurang ajar kamu, Sam. Aku bertanya masalah kado, kenapa sampai masalah menambah istri dan anak ikut dibahas,” ucap Kailla kesal.
“Sudah ... diberikan kado itu saja, Non,” sahut Sam.
“Kado apa?” tanya Kailla bingung.
“Adik bayi. Kalau Non masih belum hamil, berikan kado istri baru buat Pak Pram,” sahut Sam, tergelak melihat perubahan raut wajah Kailla yang tiba-tiba menyeramkan.
“Malas, ah! Mau tidur dulu. Sampai rumah tolong dibangunkan, ya,” pinta Kailla menahan kesal.
Sam melirik ke kursi belakang, melihat Kailla yang bersandar sambil memejamkan mata.
Sampai di rumah, Kailla melempar tasnya ke atas meja makan. Ia masih kesal dengan kata-kata Sam.
“Kenapa, Non?” tanya Bu Ida yang sedang menyiapkan bahan untuk makan malam.
“Suamiku ulang tahun, aku tidak tahu harus memberi kado apa. Dia sudah punya semuanya. Cuma tidak punya anak saja,” ucap Kailla mengikuti kata-kata Sam.
“Ya, sudah, dihadiahkan bayi saja untuk Pak Pram,” sahut Bu Ida, tersenyum.
“Lagi pula, kasihan Pak Pram kalau harus menunggu Non Kailla. Pak Pram itu sudah tua. Harusnya sebentar lagi punya cucu,” lanjut Bu Ida.
“Kenapa Non Kailla tidak mau hamil? Lagi pula sebentar lagi sudah mau selesai kuliahnya, kan?. Hamil dari sekarang saja, Non.” Bu Ida kembali berkata.
“Mereka tidak tahu, suamiku yang tidak mau aku hamil,” batin Kailla.
“Bukan begitu, Bu ...." ucap Kailla.
Kailla tidak melanjutkan kata-katanya, ia kembali teringat pada Pram. Apapun ceritanya, ini masalah rumah tangganya. Kailla memilih menutup mulutnya rapat-rapat.
Padahal selama ini, ia sudah berusaha untuk bisa hamil. Ia lebih menginginkannya dibanding siapa pun. Ia berharap berita kehamilannya akan membuat Daddy segera bangun dari koma.
“Bu, aku mau memasak saja,” ucap Kailla pelan.
“Non ... mau masak apa?” tanya Bu Ida.
Kailla meraih tasnya yang tergeletak di atas meja. Mengeluarkan ponselnya, mencari menu makanan yang pas untuk merayakan ulang tahun Pram.
Wajahnya berubah cerah, dari semula cemberut. Senyum terukir di bibir.
“Aku masak mi panjang umur saja,” ucap Kailla. Tersenyum menatap deretan bahan-bahan yang diperlukan untuk memasak.
“Masih banyak waktu,” gumamnya lagi, menatap jam di pergelangan tangannya baru menunjukkan pukul 14.00 sore.
“Bu, siapkan bahan-bahannya. Aku akan memasaknya sendiri,” pinta Kailla. Meraih tas tangannya dan bergegas ke kamar untuk membersihkan diri.
***
Menginjakan kaki di kamar tidurnya, Kailla teringat kembali dengan kata-kata Sam dan Bu Ida masalah kehamilannya. Hampir empat tahun ini ia berjuang supaya bisa hamil. Ada banyak kecewa yang harus ditelannya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Pram, walau tidak pernah menolak, tetapi tidak pernah mau mengabulkannya. Kailla sendiri tidak tahu pasti, selama ini Pram beralasan demi kuliahnya. Namun, sekarang ia hampir menyelesaikan kuliahnya. Harusnya sudah tidak menjadi alasan lagi.
Kaki jenjang itu baru saja melangkah menuju walk in closet, saat ponsel di tasnya berdering. Berlari buru-buru dan segera mengangkat. Kailla sudah tahu tanpa melihat. Hanya ada satu nama yang selalu menghubunginya.
Pram.
“Ya, Sayang,” sapa Kailla begitu menempelkan benda persegi dan tipis itu telinganya.
“Kamu sudah di rumah?” tanya Pram dari seberang.
“Sudah. Baru mau ganti baju,” sahut Kailla, menjatuhkan bokongnya di atas kasur.
“Ha! Matikan dulu. Aku video call saja,” ucap Pram, bersemangat.
“Ti-tidak!” tolak Kailla.
“Aku sedang tidak mood meladenimu,” lanjut Kailla.
“Kamu kenapa?” tanya Pram tiba-tiba. Ia merasa ada yang aneh dengan suara istrinya. Nada bicara Kailla terdengar tidak seperti biasa.
“Tidak apa-apa. Oh ya, pulang secepatnya. Aku akan memasak untukmu,” pinta Kailla.
“Kali ini kamu tidak menjadikanku kelinci percobaan lagi, kan?” tanya Pram memastikan.
“Tidak, Sayang. Aku memasak khusus untukmu,” sahut Kailla, mengukir senyum yang bahkan tidak bisa terlihat oleh Pram.
“Baiklah. Aku kerja dulu. Mungkin, aku pulang saat makan malam saja, ya. Aku harus ke tempat seseorang,” ucap Pram.
“Hmm ... eh, kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Kailla tiba-tiba, baru menyadari kalimat Pram. Fokusnya sempat hilang, karena mood yang tidak terlalu baik.
“Ada yang ingin merayakan ulang tahunku juga,” jawab Pram, mencoba menjawab sejujur yang ia bisa.
“Siapa? Penggemarmu lagi?” tanya Kailla tertawa.
“He-em ....” jawab Pram, singkat.
“Tapi aku akan cepat pulang,” ucap pram.
“Baiklah, kalau terlambat. Kamu tidur diluar!” ancam Kailla tertawa.
“Tidak akan ada hadiah untuk ulang tahunmu kali ini,” lanjut Kailla lagi.
“Siap, Nyonya. Love You,” ucap Pram sebelum memutuskan panggilannya.
“Love you, too,” sahut Kailla. Melempar ponsel di atas tempat tidur, kemudian berbaring di sana.
***
Mobil yang dikendarai Bayu, baru saja masuk ke dalam sebuah perumahan mewah. Tak lama mobil itu sudah terparkir rapi di depan rumah dua lantai bergaya minimalis modern.
Dari arah gerbang, tampak penjaga berlari menghampiri, membuka pintu belakang mobil.
“Sore, Pak,” sapanya, mengangguk pada Pram.
“Sore ....” jawab Pram. Bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk terlebih dulu. Mamanya sudah tahu ia akan datang. Seperti biasa, pintu utama tidak akan terkunci.
Baru saja Pram mendorong pintu, dari arah dalam muncul Kinar tersenyum menyambutnya.
“Mas,” sapa Kinar, tersenyum.
“Mama mana?” tanya Pram tanpa membalas senyuman. Melewati perempuan yang sudah berdandan cantik dari biasanya. Pram bisa melihat, hari ini Kinar mengenakan gaun dan memoles wajahnya, beda dari biasanya.
“Mama keluar sebentar,” sahut Kinar, mengekor di belakang Pram.
Pram langsung berbalik, menatap tajam pada perempuan yang berdiri menunduk, sedikit ketakutan.
“Maaf Mas, tadi Mama pergi berdua dengan sopir. Mama tidak mengizinkanku ikut,” sahut Kinar.
***
Tbc
Terima kasih dukungannya.
Love you all
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Nur Lizza
jgn smpen ulet keket terjun ke pram kshn kayla
2022-09-30
0
Evi Yuliana
baca di awal part kok bau.baunya aku kasian dng kaila ya pram egois
2021-12-02
0
Ros Ali
lanjut... blum ada masala.. no coment.. 😃
2021-11-21
0