Kediaman Reynaldi Pratama, Presdir RD Group.
Sepasang suami istri masih bertarung di pekatnya malam. Hanya terdengar suara desahan penuh cinta bercampur deburan ombak, samar terdengar dari jendela kamar. Tirai putih yang berayunan tertiup angin malam, tersamarkan dengan lampu tidur menguning, memudar.
“Sayang, aku mencintaimu,” ucap Pram tersengal pada akhirnya. Mengecup kening Kailla sekilas, kemudian ia telungkup lelah di samping sang istri. Kailla yang juga kelelahan, hanya bisa memejamkan mata bersama raut wajah kecewanya. Seperti biasa, ia gagal lagi.
Pram tetap saja menolak untuk memberinya bayi, lebih memilih membuang semua benihnya di luar atau menampungnya dengan si kantong pengaman.
Kailla tidak patah semangat. Dengan langkah gemulai meraih gaun tidurnya yang dilempar Pram ke lantai beberapa saat yang lalu. Mengenakannya kembali dan tersenyum licik. Tangannya sudah meraih ponsel, memasang alarm untuk pukul 03.00 dini hari nanti.
“Maafkan aku, Sayang. Aku harus tetap berjuang untuk bisa mengandung anakmu,” bisik Kailla mengecup pelipis Pram yang sudah terlelap.
***
Sebuah tangan kekar muncul dari balik selimut, bersiap mematikan suara nyaring dan teratur yang mengganggu tidurnya di pagi buta. Belum sempat Pram melempar ponsel yang mengeluarkan suara berisik tanpa jeda itu, Kailla sudah terlebih dulu bangkit dari tidurnya dan mematikan alarm ponsel sambil tersenyum.
Seringai licik muncul kembali di wajah cantik Kailla, menatap tubuh kekar suaminya . Laki-laki itu sedang tertidur lelap, tanpa pakaian di atas ranjang empuk mereka. Hanya tertutup sebuah selimut tebal nan nyaman di bagian pinggang ke bawah.
Kailla sudah menurunkan tali gaun tidurnya. Membuat gaun satin tipis itu melorot ke bawah, teronggok di lantai dan melingkar pasrah di kakinya. Dengan tubuh polos tanpa sehelai benang, ia melangkah mendekati suaminya. Kailla tahu, sekali ia menyentuh tubuh suaminya, ia akan berakhir di tangan laki-laki tua itu tanpa ampun.
“Aku bisa apa. Ini salah satu usahaku,” bisik Kailla.
Jari telunjuknya yang lentik sudah menyentuh otot dada Pram. Kailla tahu, sebentar lagi ia akan dimangsa suaminya. Mengganggu Pram saat ini, sama saja dengan mengganggu macan tidur. Ia harus rela diterkam tanpa perlawanan. Hanya bisa mendesah pasrah di bawah tubuh gagah seorang Reynaldi Pratama.
“Hmmm,” gumam Kailla sebelum memulai semuanya.
Seringai licik muncul ke sekian kali, bersamaan dengan tanpa tahu malunya tangan Kailla menyusup masuk ke balik selimut. Mengusap lembut perut roti sobek suaminya. Tangan itu semakin nakal saat melihat geliat kecil Pram yang mulai terusik.
“Sayang," bisik Kailla di telinga Pram. Ia sengaja mengembuskan napas kasar di sana. Berusaha membangunkan suaminya yang masih memejamkan mata.
“Kenapa, Sayang?” tanya Pram dengan suara serak, saat merasakan Kailla mengganggu macan andalannya yang sedang tertidur pulas.
“Aku merindukanmu,” bisik Kailla pelan. Usapan tangannya semakin turun ke bawah dan berakhir pada milik suaminya yang mulai menegang di bawah sana.
Ini tahun ke empat pernikahan mereka. Banyak perubahan, dalam hidup keduanya. Selain umur yang semakin bertambah. Kailla pun makin berani menggoda Pram. Bahkan tidak jarang ia membuat Pram tidak bisa tidur demi ingin memiliki seorang anak.
“Jangan mengganggunya, Sayang. Kamu akan kelelahan nanti,” ucap Pram pelan, mengingatkan istri nakalnya.
“Sayang, aku yang akan menerbangkan pesawatnya kali ini, ya?” pinta Kailla manja.
“Hmmmm,” gumam Pram. Ia tidak menjawab. Pram sudah sangat hafal dengan istrinya. Hanya dengan mencium aroma Kailla, ia sudah bisa menebak isi pikiran wanita yang menemani tidur dan hari-harinya selama empat tahun ini.
Menatap Pram yang tidak begitu merespons, Kailla langsung menarik selimut tebal itu dan menindih tubuh suaminya. Ia tersenyum saat melihat Pram yang kembali memejamkan mata, tetapi bagian tubuh suaminya yang lain sudah siap terbang bersamanya.
Tanpa menunggu lagi, Kailla langsung memulainya. Tidak ada aba-aba atau kata permisi terlebih dulu. Pram membuka matanya seketika saat merasakan miliknya sudah memasuki bagian terdalam istrinya.
“Kai," ucapnya tiba-tiba, menatap istrinya yang sudah duduk di atas tubuhnya.
“Kamu tidak lelah?” tanya Pram, memejamkan mata. Ia ingat baru beberapa jam yang lalu mereka bertempur bahkan saling melempar bom molotov satu sama lain. Pakaian pun masih tergeletak di lantai.
“Tidak," sahut Kailla tersenyum. Bagaimana pun, kali ini ia harus berhasil. Selama ini ia berjuang untuk bisa hamil lagi, tetapi Pram selalu mematahkan perjuangannya.
“Sebentar, Kai. Aku harus menggunakan pengaman,” pinta Pram, memohon. Pram sudah hafal semua strategi Kailla, supaya bisa mencapai keinginannya. Ia tidak mau kecolongan sekalipun. Ini demi kebaikan mereka berdua.
Akan ada saat yang tepat, untuk menghadirkan bayi mungil di rumah tangganya, tetapi bukan sekarang.
“Aku mohon, kali ini tidak Sayang,” tolak Kailla dengan manja.
Kailla sudah memimpin permainan, bukan kali ini. Bahkan sudah sejak ia mengalami keguguran. Kailla berusaha untuk hamil lagi, walau sebenarnya ia masih takut.
Bayangan sakitnya saat keguguran kemarin masih berasa sampai sekarang. Sakit yang susah untuk diungkapkan. Kejadian itu begitu membekas untuknya bahkan ia yakin Pram juga merasakan hal yang sama. Itu sungguh mengerikan. Pengalaman yang harus dibayarnya mahal. Harus menahan rasa sakit sekaligus kehilangan buah cinta mereka.
Namun, ia ingin hamil demi Daddy, yang sudah hampir 3,5 tahun terbaring koma. Kailla berharap, dengan berita kehamilannya, Daddy akan bersemangat dan berjuang untuk bangun dari tidur panjangnya.
Kailla sudah kelelahan berada di atas Pram, ia harus berjuang keras supaya Pram bisa menuntaskan semua. Ia butuh Pram untuk bisa hamil. Entah sudah berapa kali ia mencapai klimaks, ia sudah lelah dan kepayahan. Namun, suaminya masih saja belum ikhlas menyumbangkan calon anak di rahimnya.
“Sayang, kamu belum mau keluar?” tanya Kailla tersengal-sengal, dengan keringat yang membanjiri tubuhnya. Kedua tangannya sedang melingkar erat di leher Pram yang sedang bersandar di kepala ranjang. Ia sudah benar-benar kepayahan saat ini, bahkan pinggangnya terasa hampir patah.
Pram menggeleng, ia tahu istrinya bukan menikmati lagi. Kaillanya sudah benar-benar kelelahan. Tubuh mungil istrinya sudah mulai gemetar, kehabisan tenaga. Sudah tidak sanggup lagi melawan atau menantangnya.
“Sayang, ma ... maafkan aku,” bisik Kailla terbata-bata dan melemah. Ia sudah menyerah dan terkulai lemas di bahu sang suami.
Pram melepaskan penyatuannya. Bibir Kailla pucat dan mengering, tenaga terkuras setelah beberapa kali melakukan pelepasan sendiri. Terlihat Pram menidurkan istrinya. Entah berapa lama Kailla berjuang sendirian, ia memilih untuk bertahan dan tidak terbawa arus istrinya. Walau ia harus bersusah payah menahan untuk tidak mengikuti nafsunya.
“Sayang, maafkan aku,” bisik Pram lembut. Dirapikannya beberapa helai rambut yang mengganggu wajah istrinya. Wajah kelelahan itu sudah mulai terlelap, memeluk guling sambil tersenyum.
Ada tetes air yang jatuh dari mata Pram. Bukan kali ini saja, sudah sering kali sejak peristiwa menyedihkan itu Pram harus melihat istrinya tidur membawa kecewa. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ada restu yang harus dikantonginya. Sampai sekarang, ia masih berusaha dan berjuang untuk mendapatkannya. Berjuang meminta restu pada mama kandungnya, agar mau menerima Kailla sebagai istrinya.
“Maafkan aku, Sayang. Aku mohon tunggu aku. Aku akan berjuang untukmu,” bisik Pram, mengusap punggung polos Kailla.
Ucapan mama sebelum Kailla mengalami keguguran itu selalu terngiang-ngiang di telinga Pram. Bagaimana mama dengan tidak memiliki perasaannya, mengutuk istri dan calon anaknya. Walau mama tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, rasanya tidak pantas sumpah serapah dan doa-doa buruk itu ditujukan pada orang yang tidak bersalah. Terlebih doa itu ditujukan untuk istrinya, wanita yang akan melahirkan keturunannya.
***
Seperti biasanya, pagi itu Kailla bangun terlambat. Pram yang masih bergelung di selimut yang sama, tersenyum menatap wajah cantik polos yang mengisi ranjangnya selama ini.
“Sayang ... bangun,” panggil Pram, menggoyangkan tubuh Kailla pelan.
“Ayo bangun, Sayang,” panggil Pram lagi. Kedua tangannya memeluk erat tubuh polos Kailla, meremas gundukan kembar yang memabukkan sehingga si empunya merasa terganggu.
“Sayang," panggil Pram, mengembuskan napas kasar di telinga kiri istrinya. Seketika membuat Kailla menggeliat.
“Jam berapa sekarang?” tanya Kailla, masih memejamkan matanya.
“Enam pagi!” sahut Pram, mengejutkan istrinya tiba-tiba.
Sontak Kailla bangkit dari tidurnya, duduk sambil meremas kepalanya yang pusing karena dipaksa bangkit di saat belum siap.
“Aku telat, Sayang,” ucap Kailla melemas.
Pram terkekeh melihat pemandangan di hadapannya. Kailla lupa menutup tubuh polosnya dengan selimut. Ada banyak tanda kemerahan hasil karyanya semalam, hampir di seluruh tubuh mulus istrinya.
“Ayo kita bolos hari ini,” tawar Pram.
“Kita lanjutkan pertempuran tadi pagi,” goda Pram.
Ia berencana mengajak Kailla menghabiskan hari ini dengan berduaan saja di dalam kamar. Ia tidak akan ke kantor dan juga tidak akan mengizinkan Kailla ke kampus.
“Aku tidak mau! Aku harus segera menyelesaikan kuliahku. Bukankah kamu berjanji, akan memberiku hadiah seorang bayi di dalam sini kalau aku sudah menyelesaikan S1-ku,” ucap Kailla, tersenyum sambil mengusap perut datarnya.
“Ayo bersiap,” ajak Kailla. Ia sudah berdiri di atas ranjang dan siap melompat turun, bergegas ke kamar mandi.
****
Terima kasih.
Love You All
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Evitariani
hadehhhh bacaan hottt
2022-12-01
0
Nur Lizza
buat kay hamil lh thor
2022-09-29
0
Oktavia
perasaan kuliah ga tamat2 umur 20 harusnya sdh di semester 2 dan mrk sdh rumah tangga 4 tahun. brp lama sih kaila cutinya kemaren2 ?
2022-09-15
1