Pagi itu, jalanan ibukota lumayan lancar. Tidak membutuhkan waktu lama, Ricko sudah menghentikan mobilnya tidak jauh dari gerbang kampus Kailla.
Sam, sudah meloncat turun terlebih dulu. Berlari setelah berpamitan dengan kedua majikannya.
“Pak, Non Kailla, aku jalan duluan,” pamit Sam, seolah mengerti isi hati pasangan suami istri yang masih betah saling memeluk di kursi belakang.
“Rick, bisa tinggalkan kami sebentar!” pinta Pram membuyarkan lamunan Ricko, asisten tampan yang masih enggan beranjak pergi. Dia masih betah mencuri tatap pada pasangan dari suami istri di belakang dari kaca spion.
“Baik Pak,” sahutnya, terpaksa pergi. Keluar dari mobil, dan membiarkan Pram dan Kailla memiliki ruang pribadi.
“Sayang, aku jalan sekarang ya,” pamit Kailla pada laki-laki dewasa yang masih terlihat tampan di usia 44 tahunnya.
Pram menghela nafas dalam, sebelum memeluk erat tubuh mungil istrinya.
“Aku masih tidak rela melepaskanmu, Sayang,” bisik Pram di sela kecupan pada puncak kepala Kailla.
“Apa kita bolos saja hari ini?” tanya Pram, mengeratkan pelukannya.
“Sayang....,” panggil Kailla dengan alunan manja seperti biasa.
“Hmmmmm,” gumam Pram menikmati aroma rambut Kailla yang memabukan setiap saat.
“Nanti aku langsung ke rumah sakit atau ke kantor dulu?” tanya Kailla, memainkan dagu Pram dengan jemari lentiknya. Menggoda suami tampan yang selalu menatapnya penuh damba.
“Ke kantor saja ya. Kita makan siang bersama. Setelah itu baru menjenguk daddy,” jawab Pram, memberi jarak pada wajah mereka.
Tersenyum menatap istrinya yang begitu menggemaskan di pagi ini.
Cup!Cup!Cup!
Kecupan beruntun dilabuhkan Pram hampir di seluruh wajah Kailla. Basah dan membuat polesan make-up tipis di wajah cantik Kailla rusak seketika.
“Ah...... Sayang, kamu merusaknya lagi!” keluh Kailla, cemberut.
“Kamu menggemaskan Sayang,” ucap Pram, menggesekan ujung hidungnya pada ujung hidung mancung wanitanya.
“Baiklah, turun sekarang. Aku takut terlalu lama menahanmu, jadi tidak bisa melepaskanmu lagi,” lanjut Pram tersenyum.
Pram turun dari mobil, merapikan kancing jasnya yang berantakan karena ulah mereka di dalam mobil. Berjalan mengitari mobil, membuka pintu di sisi istrinya duduk.
“Aku jalan ya,” pamit Kailla, memeluk Pram sekilas. Tampak Pram meraih tas ransel istrinya di kursi mobil. Menyerahkannya pada sang istri sambil mengecup kening itu lembut.
“Aku juga berangkat sekarang,” ucap Pram mengernyit. Mengecup kembali pipi memerah bak buah peach yang selalu menggoda.
Kailla melambaikan tangan, kemudian berlari masuk ke dalam kampusnya. Pram sendiri bergegas masuk ke mobilnya yang sudah terparkir beberapa meter tepat di belakang mobil Kailla.
“Bay, kita ke kantor sekarang!” perintah Pram, saat sudah duduk di dalam mobil.
***
Kantor Presdir RD Group.
Pram masih berkutat dengan tumpukan berkas di atas meja kerjanya, saat Kailla masuk tanpa mengetuk dan mengejutkannya.
“Sayang....,” pekik Kailla dengan manjanya. Berlari dan menjatuhkan dirinya pada pangkuan Pram.
“Kai...,” ucap Pram, melepas pena di tangannya. Dia baru saja hendak menandatangani salah satu kontrak penting perusahaan, tapi Kailla mengganggunya.
“Sayang.., pekerjaanmu masih menumpuk?” tanya Kailla, memainkan tumpukan berkas di atas meja dengan jemarinya.
“Aku bosnya, biarkan saja,” sahut Pram tersenyum, memeluk erat Kailla.
“Kamu sudah lapar?” tanya Pram.
Kailla mengangguk dengan gaya khasnya.
“Baiklah, kita berangkat sekarang. Aku juga sudah lapar,” ajak Pram. Menggandeng tangan istrinya keluar dari ruang Presdir, menuju ke parkiran mobil.
Sepasang suami istri itu tidak menyadari sama sekali kalau ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan kemesraan mereka dari kejauhan.
***
Keduanya menjatuhkan pilihan pada restoran chinesse food untuk makan siang mereka. Bayu sendiri memilih menunggu di mobil sambil menghabiskan nasi bungkus yang dipesannya via go-food.
Asisten Kailla yang lain sudah pulang ke rumah terlebih dulu. Pram mengizinkan mereka istirahat lebih awal dari biasanya.
Kurang lebih satu jam, terlihat Pram sudah menggandeng Kailla keluar dari restoran. Mereka sama sekali tidak menyadari kehadiran penguntit yang memang sengaja mengikuti kebersamaan keduanya sejak di kantor RD Group.
Pram dan Kailla baru saja keluar dari pintu restoran, saat Ibu Citra tiba-tiba memanggil nama Pram. Entah darimana muncul sang mama, Pram juga tidak menyadarinya.
“Pram...,” sapa Ibu Citra yang mengenali putranya.
Melihat dua orang perempuan asing memanggil suaminya, Kailla langsung melepaskan genggamannya, beralih memeluk lengan Pram.
Ibu Citra yang saat itu sedang berdua dengan Kinar terkejut melihat Kailla yang tiba-tiba bergelayut manja di lengan Pram.
“Bukankah perempuan ini juga yang dibawa Pram saat bertemu di rumah sakit,” batin Ibu Citra.
Kailla yang merasa pernah melihat dua wanita asing di hadapannya, mengerutkan dahi berusaha mengingat.
“Ma....,” sapa Pram pada sang mama yang sedang menatap tajam pada Kailla.
Pram sebenarnya bingung harus bagaimana. Tapi dia tidak mungkin berbohong lagi di saat keadaan seperti ini.
Mendengar panggilan Pram pada wanita yang tadi memanggil suaminya, Kailla terkejut. Sontak melepaskan pelukannya pada lengan Pram. Dia beralih menatap tajam pada suaminya sendiri.
“Sayang..,” bisiknya pelan. Berusaha memastikan pendengarannya tidak salah.
Setelah lama terdiam, Pram membuka suara. Tidak menjawab pertanyaan istrinya, tapi langsung mengenalkannya pada sang mama.
“Ma..”
“Kenalkan, ini istriku Kailla.” Pram mengenalkan Kailla. Tangannya langsung menggengam, tidak membiarkan Kailla menjauh darinya.
“Sayang, apa-apaan ini?” tanya Kailla, kebingungan.
“Dia mamaku Sayang,” jelas Pram dengan wajah datar.
Pram juga bingung, kejadiannya begitu mendadak dan tiba-tiba. Dia belum bercerita sedikitpun pada istrinya, tapi mamanya sudah muncul sendiri di hadapannya dan Kailla.
“Panggil dia mama, Sayang,” pinta Pram, memohon pada istrinya. Setelah menunggu, Kailla yang tetap diam, seolah enggan menyapa.
Kailla masih tidak bisa menerima. Semuanya terjadi begitu cepat dan mengejutkan.
“Sayang, panggil dia mama,” pinta Pram sekali lagi. Kalimatnya sedikit lebih keras dari sebelumnya.
Berbeda dengan Kailla, Ibu Citra menatap sinis pada menantunya. Memandang Kailla dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
“Tatapannya seperti menelanjangiku saja!” gerutu Kailla dalam hati.
Dalam hati Kailla, dia pun tidak suka dengan sosok wanita yang terlihat angkuh. Kalau bisa memilih, dia pun ingin menolak percaya.
“Hahaha.., istri yang seperti ini yang kamu banggakan Pram,” sindir Ibu Citra, tersenyum sinis. Setelah menunggu, Kailla tetap tidak mau menuruti permintaan Pran, untuk memanggilnya mama.
“Ma..., dia istriku,” ucap Pram berusaha menengahi pertikaian yang mungkin akan terjadi antara mama dan istrinya. Dia mengenal jelas bagaimana Kailla yang tidak bisa diinjak ataupun dipermalukan.
“Aku tidak mau memanggilnya mama!” tolak Kailla, tidak terima dengan ucapan Ibu Citra barusan. Yang telah menghancurkan dan mempermalukannya.
“Sayang, tolong jangan di sini. Panggil dia mama, setelah itu kamu boleh menungguku di mobil,” pinta Pram, merengkuh tangan Kailla.
“Aku tidak mau. Dia menghinaku Sayang!” Kailla kembali menolak, bahkan sekarang sudah mulai menangis.
“Gadis kecil, tidak tahu sopan santun ini. Dia pikir aku sudi menerimanya sebagai menantu.” Ibu Citra kembali melontarkan kata-kata yang tidak enak didengar.
“Pram, bagaimana kamu bisa menikahi perempuan tidak tahu etika seperti ini,” omel Ibu Citra.
Kailla sudah akan membalas ucapan mama mertua yang tidak mau diakuinya. Tapi Pram sudah terlebih dulu memeluknya erat. Membisikan sesuatu yang membuat Kailla mati kutu.
“Sayang, aku mohon jangan membantah atau melawannya. Biarkan saja. Dia mamaku.” Pram berbisik pelan di telinga Kailla, tangannya terus mengelus rambut istrinya yang tergerai sempurna. Berusaha meredam emosi Kailla.
“Tapi Sayang....” Kailla masih berusaha membantah suaminya. Dia bisa mendengar Ibu Citra yang terus menyindirnya di belakang.
“Sttt...., biarkan saja! Dia mama kandungku,” bisik Pram kembali, mengeratkan pelukannya.
“Aku mohon, panggil dia mama. Walau bagaimana pun, dia mama kandungku,” lanjut Pram lagi.
“Tapi Sayang...”
“Kita akan membujuknya bersama. Aku pasti mendukungmu,” ucap Pram mengeratkan pelukannya.
“Aku mohon, kalau kamu menghargaiku sebagai suamimu. Tolong jangan durhaka pada mamaku. Surgaku, surga kita ada di telapak kakinya,” bisik Pram sudah hampir menangis mengucapkannya.
Deg—
Kailla mengalah. Kalimat Pram menghantam hatinya. Perlahan melepaskan pelukan Pram. Dengan ragu-ragu dia melangkah maju, mendekati sang mama mertua.
“Ma...,” panggilnya pelan, mencium tangan Ibu Citra.
****
Terimakasih.
Mohon like komen dan like dan vote ya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Nur Lizza
kai km hrs kuat jgn lemh
2022-09-30
0
Rinjani
kasian Kailla ketemu mak lampir citra
2021-12-14
0
I Gusti Ayu Widawati
Masak ada sih orang ketus kyk itu baru saja berkenalan.Pram sdh 40thn dibesarkan oleh daddy Riadi.
Baru ketemu ibu kandung kok ibunya sdh berani menghina mantu sendiri.
Pram lanjutkan menjadi suami dan putera yg bijaksana. Sdh pinter, tampan bijak sabar. Akh banyak banget kelebihanmu.
2021-11-26
0