ARION POV
Setelah aku menceritakan semua kekhawatiranku yang mengganggu pikiranku semalaman kepada Adam, pikiranku menjadi lebih tenang sedikit. Saat aku mendekati pintu utama bersama dengan Adam, aku mendengar suara pecahan kaca.
Begitu aku menoleh ke arah sumber suara, aku melihat Grace dikelilingi pegawai lainnya. Aku sangat khawatir padanya, sehingga aku langsung menerobos kerumunan orang itu. Aku melihat darah mengalir dari kaki Grace yang terkena pecahan kaca dari piring yang jatuh mengenai kakinya.
Aku begitu panik melihat wajah pucatnya, langsung saja ku gendong dia dan buru-buru menuju parkiran. Saat melewati Adam, aku sempat mengatakan padanya, aku yang akan membawa Grace ke Rumah Sakit.
"Grace, sadar Grace. Grace, bertahanlah." Kata-kata itu berulangkali ku ucapkan untuk menyadarkannya. Dia sudah begitu lemas dan terlihat pucat. Aku menyuruh supirku untuk mengebut saja. Aku sangat khawatir dengan keadaan Grace saat ini.
Setibanya di Rumah Sakit, Grace langsung dibawa ke ruang IGD -Instalasi Gawat Darurat- untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dari Dokter. Aku hanya bisa menunggu di depan pintu IGD.
Tiba-tiba kudengar sura langkah kaki mendekatiku, ternyata sepupuku. Tadi aku sempat memberitahukan alamat Rumah Sakit kepada Adam, tak ku sangka, dia akan mengirim istrinya kesini.
Silvia duduk disebelahku, dia juga terlihat khawatir sama sepertiku. Aku tidak terlalu mempedulikan kehadirannya. Saat ini aku hanya bisa berdoa dengan mata tertutup dan kepala menunduk sambil berkata, "Tuhan, berikanlah kekuatan pada Grace, agar dia bisa bertahan dalam keadaannya saat ini."
Aku merogoh saku celanaku dan mengangkat telepon dari Steve. Aku lupa mengabarinya. Dia pasti sedang mencari keberadaanku. Aku menceritakan padanya kegiatanku sedaritadi pagi yang pergi menemui Adam hingga saat ini aku sedang menunggu Grace keluar dari IGD.
Steve merasa khawatir dengan diriku. Dia tau betul bahwa aku tidak akan bisa fokus bekerja saat ini, meski dipaksa untuk datang ke kantor. Dia bilang akan menangani masalah di perusahaan dan akan datang ke Rumah Sakit sepulang kerja nanti.
Aku juga melihat Silvia bertelepon dengan suaminya. Dia sedang mengoceh sendiri dipojokan. Dia ingin suaminya mencaritahu kebenaran dari kejadian ini. Kemungkinan ini adalah kesengajaan pegawai yang tidak menyukai Grace. Sebagai seorang perempuan, Silvia juga bisa sangat sensitif akan hal yang menimpa orang terdekatnya.
Setelah beberapa jam, Dokter keluar dari ruang IGD, dia bertanya padaku, "Apakah anda keluarga pasien?"
Tanpa basa-basi, Silvia berkata, "Saya kakaknya, Dok. Bagaimana keadaan adik saya Dok?"
Dokter itu tersenyum dan berkata, "Pasien memang sempat kehilangan cukup banyak darah dan pecahan kaca yang ada di bagian kaki kirinya sudah distrerilkan. Karena pasien memiliki tensi yang rendah membuatnya sempat dalam keadaan krisis, tapi tenang saja, dia sudah melewati masa krisisnya. Sekarang dia akan dipindahkan ke ruang rawat inap."
"Terimakasih Dok. Dokter sudah berusaha keras menolong adik saya." Ucap Silvia yang dijawab dengan anggukan oleh Dokter itu.
Aku langsung mendekati salah satu suster yang membawa Grace, "Sus, antar dia ke ruang VIP ya, saya akan langsung mengurusnya." Suster itu langsung meminta rekannya membawa Grace ke ruang VIP diikuti Silvia dan
menunjukkan jalan padaku arah resepsionis untuk mengurus data pasien.
Aku langsung pamitan pada Silvia, "Sil, aku urus pendataannya terlebih dahulu, ya. Kamu temani grace. Jangan terlalu khawatir, dia akan baik-baik saja." Dia hanya mengangguk dan tersenyum padaku.
Setelah selesai mengurus semuanya, aku langsung menuju ruangan tempat Grace berada. Aku melihat Silvia sudah tertidur di sofa. Mungkin dia kelelahan karena rasa khawatirnya. Aku memakaikannya selimut yang kudapat dari dalam lemari dekat sofa itu.
"Eegggghhh..." Aku mendengar suara erangan sesorang, aku menoleh ke arah Grace. Dia sudah sadar. Langsung saja kulangkahkan kakiku menuju tempat tidurnya dan duduk di bangku yang berada disebelahnya.
"Grace, ada yang kamu butuhkah saat ini?"
"A..Aku ha..us.. A..ir.." Setelah mendengarnya, aku segera menuangkan air hangat ke gelas dan membantunya untuk duduk agar dia bisa meneguk segelas air hangat itu.
Untuk sesaat, dia sudah sadar sepenuhnya. Dia melihat sekeliling dan menyadari sesuatu, "Ini dimana? Kamu yang mengantarkanku kesini? Kenapa kak Silvi juga disini?"
Cepat sekali dia sadar dengan sekitarnya, sampai-sampai dia melihat Silvia yang sudah tertutupi selimut begitu. Dia cukup teliti melihat sekelilingnya.
Aku tersenyum mendengar ocehannya, "Kita sedang berada di Rumah Sakit. Dan memang benar, aku yang membawa mu ke sini. Tapi, Silvia datang ke sini setelah dapat kabar dari suaminya. Apa kaki mu masih terasa sakit? Apa kamu merasakan sakit bagian lainnya?"
"Aku baik-baik saja, meskipun bagian kaki kiri ku yang masih terasa perih jika digerakkan. Terimakasih sudah membawaku ke sini, Ar. Kamu ternyata orang yang baik ya."
Senyumannya membuat wajahnya yang pucat itu menjadi lebih segar. Aku memegang tangannya yang bebas dan berkata, "Kamu tidak perlu sungkan begitu padaku. Kita kan teman, harus saling membantu. Oh iya, kamu ingat bagaimana pecahan itu menimpa kaki mu?"
"Entahlah, Ar. Aku tidak begitu yakin. Karena tadi aku sedang menata piring di atas meja dan rekan kerjaku yang menata serbet yang sudah dilipat rapi disebelah kiriku. tadi sih, ku dengar dia sudah minta maaf padaku, karena dia tidak sengaja menyenggol piring yang sudah ku letakkan."
"Baiklah, sekarang kamu harus makan. Ini ada bubur yang barusan diantar oleh susternya. Dan ini ada obat-obatan yang harus kamu minum." Aku melihatnya memperhatikan bubur yang kudekatkan padanya.
"Aku benar-benar tidak berselera untuk memakan bubur ini, Ar. Melihatnya saja aku sudah tidak selera, apalagi memakannya?" Dia menatap sendu mangkuk berisi bubur itu.
"Kamu harus makan, biar cepat sembuh. Kalau sudah keluar dari sini, aku akan traktir kamu makan apa saja yang kamu inginkan. Gimana?" Aku senang melihat ekspresinya saat ini.
Dengan wajah berseri, dia mengangguk dan langsung memakan bubur itu dengan lahap sampai tidak ada yang tersisa. Dia memang kelaparan. Hehehe.. Lucu sekali caranya saat melahap bubur itu.
"Nah, karena kamu sudah selesai makan dan minum obat, kamu istirahat lagi ya. Biar kamu bisa lebih cepat sembuhnya." Ucapku padanya sambil tersenyum.
"Baiklah, Ar. Jangan kemana-mana. Temeni aku dan kak Silvi di sini. Kalau semuanya tertidur, kita tidak bakalan tahu kalau-kalau ada penjahat yang menyusup kesini."
Aku terkekeh mendengar ucapannya itu, masih bisa saja dia bercanda, "Aku akan tetap berjaga disini. Tidurlah."
Kulihat dia sudah menutup matanya. Tidak butuh waktu yang lama, Grace sudah pulas dalam tidurnya. Aku masih memegang tangannya dengan lembut.
Sebenarnya aku merasa sangat lelah, tak kuasa menahan rasa lelah ini, aku ketiduran dalam keadaan tanganku masih mengenggam tangannya.
AUTHOR POV
Silvia terbangun dari tidurnya. Dia merasa hangat, ternyata dan selimut yang melingkupi tubuhnya. Dia bangkit dan merapikan selimut itu.
Silvia berjalan ke arah tempat tidur Grace. Dia terkejut melihat keadaan mereka yang tertidur saling berhadapan dan berpegangantangan. Langsung saja dia mengambil ponselnya dan mengabadikan momen tersebut ke album foto di ponselnya.
Dia tau kalau Grace sempat siuman karena dia melihat ada nampan yang di atasnya mangkuk bekas bubur dan beberapa obat-obatan yang sudah lepas segelnya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, dia keluar dari ruangan itu dan mengangkat telepon dari suaminya itu.
"Bagaimana keadaan Grace? Apa dia baik-baik saja?"
"Grace akan baik-baik saja selama di dekat Arion."
"Apa maksudmu, honey?"
"Nanti ku kirim sebuah foto yang menggetarkan hati. Udahan ya, sayang. Sepertinya mereka berdua sudah terbangun dari tidurnya."
"Baiklah, honey."
Silvia langsung mengirim foto itu kepada Adam dan Arion. Dia ingin melihat ekspresi Arion melihat foto itu.
Tiba-tiba ponselnya berdering kembali, "Wahh, sejak kapan Arion mau memegang tangan perempuan? Selama ini, dia selalu menepis semua tangan perempuan yang mencoba menyentuhnya."
"Ya, aku pun kaget melihatnya, makanya aku fotoin mereka berdua, sayang. Kirim juga sama Steve, biar dia ikut jadi pendukung Arion dengan Grace." Kata Silvia dengan mantap.
"Baiklah honey. Oh iya, tadi aku sudah menyuruh sahabatnya untuk mengantarkan barangnya Grace kesana. Soalnya, dia memang ada keperluan dengan Grace dan sedang mencarinya. Kusuruh aja dia langsung membawakan barang-barang Grace dan mengantarnya kesana."
Silvia sempat berpikir sejenak, "Ahhh, aku mau pulang dulu. Nanti sore kita bareng ke sini ya, sayang. Aku akan persiapkan pakaian Grace dan keperluan lainnya."
Adam mengiyakan permintaan istrinya itu. Dia juga khawatir pada Grace. Tidak biasanya ada kecelakaan seperti ini di Restoran. Dia memeriksa segala CCTV yang berhubungan dengan lokasi kejadian.
Arion terbagun dari tidurnya, karena dia merasakan getaran di sakunya. Ternyata ada chat dari Silvia, dia mengirimkan foto.
"Wah, kurang asem nih anak, diam-diam dia mengambil foto yang beginian." Dilihatnya sekelilingnya, Silvia sudah tidak ada di sofa.
"Setelah di lihat-lihat, fotonya bagus, aku senang akhirnya ada foto ku dengan Grace. Meskipun dalam keadaan tidur." Ucap Arion dalam hati sambil tersenyum.
Dia melihat wajah pulas Grace, dia terlihat sangat cantik. Arion mendekatkan wajahnya dengan Grace. Dia mencium kening Grace dengan sangat lembut dan berbisik di telinga kanan Grace, "Love you."
Arion tersadar dan merutuki dirinya sendiri, "Aku sudah gila, sampai berani melakukan hal tadi. Gimana kalau dia terbangun? Pasti dia akan berpikiran bahwa aku ini laki-laki mesum."
Ini hal yang pertamakalinya buat Arion. Dia tidak tau mengapa dia bisa melakukan perbuatan semacam itu. Arion mencium kening seorang perempuan? Sungguh hal yang sangat langka baginya. Dia saja sampai tidak percaya akan hal tersebut.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan muncullah Anne. Suara deritan pintu dan langkah kaki Anne membangunkan Grace dari tidur lelapnya.
"Grace, loe gak apa-apa kan? Kenapa gak langsung kasih kabar ke gue? Loe itu ya, selalu saja buat gue kelabakan karena kondisi loe."
Arion terkaget melihat keberadaan Anne. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, 'Sejak kapan Anne tiba? Apa Anne melihat perbuatannya tadi?'
Anne mendekati Grace, sontak Arion mundur dari posisinya saat ini untuk memberi celah pada Anne yang menghampiri Grace.
"Kamu tau darimana aku ada disini? Itu ranselku kan? Kok bisa ada padamu?" Tanya Grace yang heran dengan keberadaan Anne.
Anne mengedikkan bahu nya dan menjawab dengan santai, "Sebenarnya, gue mau tanya-tanya tentang loe. Kan semalem loe bilang loe jumpa sama si mantan. Tapi, gue malah ketemu sama Kak Adam. Dia yang suruh aku bawa barangmu ini kesini."
Arion yang tadinya mundur, sekarang membaringkan tubuhnya di sofa dan memakai selimut. Dia membalikkan tubuhnya menghadap sofa. Diam-diam dia mendengarkan percakapan mereka.
Grace sempat melirik ke arah Arion. Dia hanya mau bercerita pada Anne, dia tidak ingin ada orang lain yang mengetahuinya. Dia mengira Arion sudah lelap dalam tidurnya.
"Tadi malam, dia memintaku untuk menjadi kekasihnya lagi." Kata Grace dengan nada berbisik, tetapi masih bisa di dengar Arion.
Anne kaget dan bertanya kembali, "Jadi, gimana? Apa loe terima? Ayo ceritakan semuanya."
"Aku tidak bisa memerimanya lagi, dia itu sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Aku sadar kalau rasa nyaman ku selama berada di dekat nya, bukan karena rasa cinta terhadap seorang lelaki tapi rasa sayang terhadap saudara sendiri. Aku sudah menjelaskan padanya."
"Trus? Gimana? Apa dia menolak keras atau dia mengamuk? Atau bagaimana?"
"Bukan itu, dia hanya meminta pelukan perpisahan dariku. Aku menangis karena tidak tega melihat wajah frustasinya. Dan dia bisa menenangkanku dalam pelukannya."
"Hanya itu? Dia tidak marah-marah atau sebagainya?"
"Tidak. Setelah berpelukan sekitar setengah jam, dia mengantarku pulang. Soalnya, pagi ini dia berangkat ke Surabaya. Dia juga akan pulang ke Papua, tidak tau kapan bisa jumpa lagi dengannya."
"Oohh, ternyata kisah kasih seorang Grace berakhir begitu saja. Gue salut sama loe Grace. Tegas dalam mengambil keputusan. Tidak memberikan harapan palsu padanya." Anne mengacungkan kedua jari jempol nya pada Grace.
Di sisi lain, Arion tersenyum manis. Dia tidak menyangka, kalau pelukan yang semalam yang dilihatnya bukanlah pelukan mesra, melainkan pelukan perpisahan.
'Grace, kamu memang luar biasa. Tegar dan tegas. Aku semakin mencintaimu. Sekarang, aku masih punya harapan.' Batin Arion sebelum dia terlelap tidur.
**********
Sore harinya...
Silvia bersama suaminya tiba di ruangan Grace. Adam terkejut melihat beberapa laki-laki yang bertamu dan mengelilingi Grace.
'Mereka siapa? Mereka smua terlihat akrab dengannya.' Pikiran Adam yang tidak dia ucapkan.
Begitu mereka menyadari ada yang datang, mereka semua langsung membentuk satu baris dan menunduk sopan kepada Silvia dan Adam.
"Salam Kak Silvia dan suaminya." Kata mereka serempak dan hal itu membuat Silvia tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Kamu kenal mereka, honey?" Tanya Adam pada istrinya dengan wajah kebingungan.
"Mereka teman-teman Grace di kampus. Mereka pastinya mengenalku, karena aku pernah keluar bersama Grace dan mereka."
"Ohh, perkenalkan nama saya Adam Bratadikara. Panggil kak Adam saja." Adam tersenyum dan mengulurkan tangannya pada ke empat lelaki itu.
"Namaku Wilsen Sebastian, biasa dipanggil Wil, kak."
"Nama saya Ahza Danish, kakak bisa panggil aku dengan sebutan za saja."
"Kalau aku Iwan Prameswara, kak. Paggilnya Iwan saja, kak."
"Dan saya Nayaka Alberick, kak. Singkat panggilanku naka saja kak."
"Kok jadi Naka? Bukan Nay atau Yaka?" Pertanyaan Adam ini membuat seluruh isi ruangan tertawa geli.
"Kalau gitu sebutannya, mirip nama perempuan kak." Celetuk Anne yang ada didekat Grace. Grace ikut tertawa geli bersama mereka, termasuk Naka. Dia sendiripun hanya bisa ikut tertawa mendengar suara tawa yang lainnya.
Sudah waktunya mereka berpamitan. Mereka akan mau pergi kuliah, satu persatu mereka cipika-cipiki dengan Grace -hanya pipi ke pipi- kelimanya, mereka mengucapkan "Semoga lekas sembuh" secara bergantian.
Mereka keluar dari ruangan tersebut tanpa mengetahui keberadaan seseorang di sebelah sana. Arion melihat mereka semua pergi membentuk satu baris membelakanginya.
'Kenapa untuk berpamitan saja, mereka harus cipika-cipiki segala? Seberapa dekat Grace dengan keempat lelaki itu?' Batin Arion yang dipenuhi rasa cemburu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Elmiah
mantap cerita
2022-04-22
0
Llaa
😂😂😂
2021-03-20
1
Intan Zuhra
thor katanya cerita ini menceritakan tentang dia pandai bela diri tapi kok gx ada pun tentang beladiri
2020-12-05
0