Ku persiapkan jantungku untuk meminta maaf padanya, "Pak, maafkan aku. Aku pergi tanpa pemberitahuan untuk menyelamatkan seorang teman yang sedang mengalami kesusahan. Jangan marah padaku, Pak. Aku akan berhasil pada pengulangan pengambilan adegan yang tadi sempat kacau karenaku."
Hening...
Dia masih terdiam selama beberapa saat sambil melihatku dalam-dalam.
Masih tetap hening...
PROK.. PROK.. PROK..
Hah?!!
Produsernya bertepuk tangan dan berdiri menghampiriku.
"Aku tidak menyangka, kalau kamu memenag ahli dalam menunggang kuda. Tidak semua orang bisa melakukan hal seperti yang kamu lakukan tadi."
"Pak Produser bukannya marah padaku, karena aku telah mengacaukan adegan yang seharusnya berjalan lancar?"
Aku bingung melihat Produser yang satu ini. Sebelumnya, raut wajahnya sangat suram. Tapi sekarang? Dia tampak begitu bahagia.
"Hahaha.. Mana mungkin aku marah melihat bakatmu yang sangat menakjubkan itu. Aku benar-benar tidak salah memilihmu menjadi pemeran utama pria untuk syuting film kali ini. Aku senang sekali bisa melihat pertunjukkan seperti tadi itu."
Dia tertawa lepas sambil mengucapkan kata-kata itu. Semua orang menganga melihat reaksi si Produser. 'Kirain dia marah besar' Begitulah kira-kira hal yang ingin di ucapkan mereka berdasarkan raut wajah masing-masing. Kecuali Zesil.
Aku akan buat perhitungan padanya, lihat saja nanti. Beraninya dia membuat aku hampir mati melihat Grace dalam masalah seperti itu. Tidak akan ku lepaskan begitu saja siapapun yang mengganggu gadisku.
Ya... Grace itu gadis pilihanku...
**********
Selesai syuting selama 8 jam penuh, aku bergegas kembali bersama Steve.
"Memang kalau jodoh itu gak kemana ya, Ar. Tak ku sangka, kalian akan dipertemukan dengan cara yang seperti itu setelah seminggu tidak berjumpa."
Steve mulai mengajakku bercanda. Aku tersenyum dan berkata padanya, "Nanti periksa seluk-beluk kekacauan yang tadi dialami Grace. Harus bisa ditemukan penyebabnya paling lambat besok. Aku yakin ini ulah Zesil."
"Kenapa bisa Zesil?" Steve bertanya sambil menatapku.
"Karena aku melihatnya memanggil pekerja yang membawa kuda putih dan mendekati kuda putih itu sebelum diserahkan kepada Grace. Periksa juga CCTV mereka, jadi kita bisa punya bukti yang kuat untuk menghukum wanita gila itu."
"Oke, baiklah. Serahkan semua padaku. Aku memiliki banyak relasi untuk mengetahui semuanya dengan cepat."
"Setelah ini, masuh ada jadwalku lagi?" Aku bertanya pada Steve.
"Malam jam 7, kita akan pergi ke acara ulang tahun pernikahan yang ke 50 seorang desainer terkenal. Dia banyak memberikan sponsor pada setiap pemotretan dimana kamu adalah model utamanya. Dia itu fans mu. Hahaha.." Steve masih bisa bercanda di akhir katanya.
"Baiklah, jadi sekarang masih ada waktu untukku beristirahatkan? Aku ingin bersantai di kamar Apartemenku dulu. Masih sempat bukan?"
"Yah, masih sempat. Perjalanan kita akan memakan waktu setengah jam, jika tidak terjebak macet. Kamu akan punya waktu sekitar 2 jam untuk beristirahat. Aku akan antar kamu dan aku akan kembali lagi jika sudah waktunya untuk berangkat."
Steve mengatur semua jadwalku dengan teliti, "Baiklah."
Sesampainya di Apartemen, aku langsung membasuh badanku di kamar mandi. Aku tidak tahan dengan kondisi gerah begini.
Setelah selesai mandi, aku menukar pakaianku dengan setelan baju tidur berkarakterku. Kurebahkan badanku ke atas ranjangku. Sangat nyaman.
Begitu aku menutup mataku, tapi yang kulihat bukan gelap melainkan bayangan kejadian tadi pagi di arena Equestrian. Aku langsung meraih ponselku dan memanggil nomornya.
"Grace?" Ucapku saat ada yang mengangkat telepon dariku.
"Ya, Ar? Ada apa? Kok tiba-tiba menelepon?" Grace menyahutiku dengan berbagai pertanyaan.
"Aku hanya ingin mengetahui keadaanmu saat ini, Grace. Gimana kondisimu? Masih merasa takut?"
"Tidak lagi. Aku sudah baik-baik saja. Percayalah. Aku kan bukan wanita lemah. Hanya segitu saja, tidak akan lama menahanku daei rasa takutku. Oh iya, Ar. Makasih banyak ya, karena tadi kamu sudah dengan berani menolongku, padahal begitu banyak orang yang berada disana tidak ada yang bisa mendekatiku. Dan aku minta maaf.."
"Maaf untuk apa? Kamu kan tidak punya salah apa-apa padaku."
"Maaf, karena telah memelukmu tanpa izin. Maaf, karena telah mengotori pakaian mu untuk syuting dengan air mataku. Maaf, karena telah mengacaukan adegan mu demi menolongku dan kamu jadi dimarahi oleh Produser mu."
Kudengar suaranya yang melemah, sepertinya dia merasa sedih mengingat ucapan Steve yang bilang adegan kami kacau karena aku kabur begitu saja.
"Kamu tidak perlu minta maaf, Grace. Lagipula, aku sendiri yang mau menolongmu, aku sendiri yang mengacaukan adegan ku, dan Produserku tidak marah sama sekali padaku. Itu juga kondisi yang tidak bisa dibilang kesalahan, kan kamu lagi shock. Jadi, tidak masalah bagiku kamu itu menangis dan memelukku begitu. Aku memakluminya. Jangan minta maaf lagi ya, Grace."
Aku tersenyum mengingat betapa eratnya Grace memelukku pada saat itu. Dia melampiaskan rasa emosionalnya padaku.
Aku harap dia tidak pernah begitu pada pria lainnya. Tapi, aku yakin, itu hanya harapanku semata. Karena bagaimanapun, dia memiliki banyak teman pria dan begitu dekat dengannya.
'Kenapa pikiranku jadi berkeliaran kemana-mana ya?' Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri.
"Ar? Hello. Ar? Kamu masih disana kan?" Ahh, aku baru tersadar kalau aku masih berteleponan dengan Grace.
"Ehh, iya Grace. Aku masih disini kok."
"Kok diem nya lama kali sih?"
"Ohh, tadi aku lagi ambil pulpen yang terjatuh, Grace. By the way, kami masih rajin olesin obatnya kan?"
"Iya, aku olesin nya rutin kok. Ini saja sudah mulai kempés bekas jahitannya."
"Baguslah kalau begitu. Harus tetap rutin olesinnya ya, Grace. Nanti kalau sudah habis, bilang aja sama aku, biar aku bawain lagi. Gimana?"
"Aku juga baru dapat obat oles yang sama dari Ann sehari setelah kamu kasih aku. Jadi, stok nya masih banyak kok. Jadi gak perlu dibeli lagi."
"Oke. Baguslah kalau memang begitu."
"Ar, aku tutup teleponnya ya, aku sudah dipanggil teman-teman nih. Kami mau pergi karaokean dulu. Menghabiskan masa liburan. Hehehe.. Bye Ar."
"Bye Grace. Selamat bersenang-senang."
Tutt... Tutt... Tutt...
Yah, di tutup begitu saja. Kenapa setiap kali menelepon dia, pasti akan di akhiri begitu saja olehnya. Padahal kan aku masih ingin mendengar suaranya.
Tak berapa lama, akhirnya, aku pun tertidur dengan nyenyak. Aku benar-benar merasa lelah.
**********
"Woi, Ar!! Bangun!!" Steve meneriaki namaku begitu kuat.
"Iya, iya, iya. Aku sudah bangun."
"Cepat bangkit, siap-siap sana."
"Oke, oke, oke. Aku bangkit."
Aku mengenakan tuxedo hitam ku, karena ini acara resmi, aku harus terlihat berwibawa.
Kami pun berangkat ke sebuah gedung mewah yang bernuansa putih. Aku dan Steve langsung menuju ke arah seseorang yang mengadakan pesta besar ini.
"Hai, Arion. Saya sangat senang kamu mau hadir ke acara ini." Dia menyalami dan memelukku. Istrinya juga tersenyum melihat kedatanganku.
"Hai, Mr. and Mrs.Madison, saya datang untuk mengucapkan Happy Aniv 50th untuk kalian berdua. Tidak mungkin saya melewatkan undangan berkelas seperti ini." Saya tersenyum pada mereka berdua.
"Hahaha.. Kamu bisa saja Arion. Terimakasih banyak ya, Arion. Karena sudah ikut meramaikan acara kami ini." Mr.Madison inilah desainer terkenal yang di maksud oleh Steve.
"Mr.Madison, ini ada hadiah kecil dari kami, Happy Aniv ya, Mr. and Mrs.Madison." Steve menyalami mereka dan
memberikan sekotak hadiah. Aku tidak tau kapan dia membelinya?
Aku dan Steve menemui beberapa orang yang memang dari dunia Entertain dan Modelling. Aku tidak begitu banyak bicara. Aku hanya memberikan senyumanku jika itu diperlukan.
"Steve, aku pergi ke balkon di sebelah sana ya, aku sudah mulai gerah dengan keramaian ini. Nanti panggil aku jika kita sudah bisa pulang."
Aku memandangi pekarangan luas milik Mr. and Mrs. Madison. Mereka ternyata suka dengan bunga tulip. Cantik juga.
"Hai, Ar. Aku senang bertemu denganmu disini. Berarti ini takdir dong, tandanya kita itu berjodoh." Wanita gila ini sangat menjijikkan. Aku tidak menyukainya. Senyumnya yang dibuat-buat itu, terlalu memuakkan.
"Pergi sana. Aku tidak mau terlihat bersama denganmu." Aku berbicara tanpa menatap lawan bicara ku.
"Ar, kenapa kamu jadi lebih sulit di ajak bicara lagi sih? Apa karena perempuan gembel itu?" Dia membuatku kesal. Aku benar-benar tidak tahan mendengarnya menyebut Grace dengan sebutan perempuan gembel.
"Zesil, kamu tidak pantas menyebutnya begitu. Aku tau apa yang kamu perbuat padanya tadi pagi di arena Equestrian. Aku melihat semuanya. Kamulah perempuan gembel. Demi mendekati seorang pria, kamu rela menggunakan cara picik seperti itu. Kamu itu terlalu menjijikkan."
Aku memarahinya sampai aku sendiri merasa wajahku memerah karena panas yang membara.
"Ohh, jadi kamu tau? Tapi kamu tidak punya bukti apapun, Ar. Aku melakukan ini semua demi kamu dan aku."
"Dasar wanita gila. Aku sudah berulang kali bilang padamu, menjauh dari dia. Aku tidak suka kalau kamu berbuat yang macam-macam padanya." Aku mulai menegaskan perkataanku padanya.
"Biasanya juga, kamu tidak pernah melarangku. Kamu juga tidak pernah merasa risih jika aku melakukan hal seperti ini pada wanita lainnya. Apa kamu menyukainya, Ar?"
"Iya, aku memang menyukainya. Bukan, aku mencintainya. Aku peringatkan untuk yang terakhir kalinya, jangan sentuh dia. Dia itu berharga bagiku. Aku sudah muak dengan semua perbuatanmu selama ini. Kamu itu hanya mengincar hartaku dan keténaranku. Aku sama sekali dan tidak akan pernah menyukaimu, Zes."
Aku mulai gerah dengan percakapan kami. Aku melihat matanya mulai memerah dan mungkin dia juga sudah tidak tahan mendengar aku mengucapkan kata cinta untuk Grace.
"Kenapa kamu begitiu kejam padaku, Ar? Kamu tega mengatakan cintamu dengan orang lain padaku. Aku ini sudah lebih dulu bertemu dengan mu dan aku lah yang tulus mencintaimu. Kenapa kamu lebih memilih dia yang baru kamu kenal dan kelihatan tidak menyukaimu sama sekali?"
"Aku tidak peduli gentang hal apapun. Aku yakin, kalau cintamu itu bukan tulus, melainkan obsesi, Zes. Jadi, jangan mengucapkan kata cinta lagi padaku. Aku tidak ingin mendengarnya darimu. Aku juga belum membuat perhitungan padamu mengenai kejadian tadi pagi. Bersiap-siaplah, Zes."
Aku pergi meninggalkan dia di sana sendirian. Entah apa yang dilakukannya, aku pun sudah tidak mau tau lagi. Aku pergi ke luar. Ternyata aku berada di taman halaman belakang gedung mewah ini.
Aku mendengar sesuatu yang suara baritonnya sepertinya ku kenal.
"Sudah siap bersenang-senangnya?" Dia sedang berbicara dengan seseorang. Aku mulai mencari tau keberadaan suara bariton itu.
"Belum pulang juga? Memangnya kalian masih mau kemana lagi?" Ternyata dia berbicara lewat telepon. Sekarang aku menemukannya. Dia duduk di kursi taman yang berada agak ke tengah taman dibawah pohon rindang.
"Okelah kalau begitu, bye Grace." Ucapannya yang terakhir ini, dia menyebut nama Grace? Tuh, kan. Aku pasti mengenalnya.
Aku menghampirinya dan duduk di sebelah kirinya. Dia agak terkejut melihat keberadaanku yang tiba-tiba ini.
"Ternyata itu kamu, Jeff. Sedang apa disini?" Aku bertanya padanya.
"Aku disini yah, untuk menenangkan diri. Kenapa? Kamu itu lagi ngapain disini?" Dia bertanya kembali padaku.
"Aku hanya ingin mencari udara segar, karena sudah terlalu ramai di dalam."
"Ternyata kamu itu tidak suka keramaian ya? Berbeda sekali dengan Grace. Gimana bisa kamu berharap untuk bersamanya, tapi kalian itu berbeda sekali bagai langit dan bumi."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
"Tidak ada maksud apa-apa. Kamu belum tau apapun tentang nya, tapi kamu menyukainya. Itu tidak baik bagi seorang lelaki yang tidak tahu apa pun mengenai perempuan yang ingin didekatinya."
Aku hanya terdiam tidak menjawabnya. Perkataan dia ada benarnya. Aku memang tidak mengetahui apa pun tentang Grace.
Sebenarnya, untuk mencari data mengenai kehidupan Grace adalah hal yang mudah bagiku. Tapi aku tidak mau mengetahuinya dari orang lain. Aku hanya ingin mengetahuinya dari orang nya secara langsung.
Aku tidak mau mendekatinya secara tanggung, aku ingin dia menerimaku dengan tangan terbuka tanpa melihatku seperti seorang penguntit yang mencari tau dan mengorék informasi tentangnya di belakangnya.
Entahlah, apakah aku yang berpikiran sempit atau aku terlalu berlebihan dengan perasaanku? Aku tidak tau.
"Dia itu sangatlah mandiri. Aku sangat menyukai kemandiriannya itu. Dia sudah bekerja sejak kelas satu SMA di salah satu rumah makan di Pematangsiantar. Dulu dia tidak begitu akur dengan alm.mama kandungnya. Dan terkadang dia juga mendapatkan tekanan dari mama tirinya. Ada alasan tersendiri yang tidak bisa kusebutkan tentang hal itu." Jeff mulai menceritakan yang diketahuinya tentang Grace padaku.
"Kamu tidak salah memberitahukanku tentang nya? Kamu kan menyukainya juga."
"Iya, tapi aku sudah di blacklist dari daftar orang-orang yang bisa jadi kekasihnya. Dia lebih menyukaiku sebagai kakak. Meskipun demikian, aku akan tetap berusaha membuatnya melihatku lagi. Dan ada satu hal lagi yang ingin kuberitahukan padamu. Sebenarnya, dia itu selalu berusaha membagikan kasih sayang nya terhadap semua adik-adiknya di rumah tapi belum mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orangtuanya, mungkin karena dia anak sulung."
"Dia nyaman dengan orang-orang yang bisa melindunginya dari kejamnya dunia luar. Makanya, dia lebih banyak berteman dengan laki-laki dibanding perempuan, karena perempuan lebih manja. Kelihatannya saja dia kuat dari luar, tapi sebenarnya dia tidak sekuat itu. Meskipun kita rival cinta, aku tidak akan bersaing dengan kotor. Karena itu bukan gayaku."
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Aku tau kalau dia itu memang akrab dengan Grace sampai tau begitu banyak tentangnya. 'Ya iyalah, dia kan pernah berstatus sebagai kekasihnya Grace.'
"Oh ya, aku hanya memberitahukan sedikit tentang kehidupan Grace. Sebenarnya, dia itu adalah orang yang paling sulit untuk dimengerti, salah satunya karena hubungan keluarganya yang cukup rumit."
"Terimakasih banyak atas sedikit informasi yang kamu beritahukan padaku. Dan maaf, aku sudah salah memberikan kesan tidak baik padamu di awal pertemuan kita."
"Kalau soal itu, tidak perlu minta maaf. Karena kita ini bukan teman, melainkan rival cinta. Baiklah, aku akan masuk ke dalam. Aku hanya bertelepon dengan Grace tadinya. Kamu sudah membuang waktuku yang berharga."
Dia pergi begitu saja. Apa yang salah dengan kata-kataku? Dia itu memang pada dasarnya menyebalkan.
Aku jadi kepikiran tentang kejadian hari ini. Aku sudah sempat berpikir bahwa aku sudah tidak akan bertemu dengannya lagi, tapi pada akhirnya aku bertemu dengannya tadi pagi dan malam nya aku bisa lebih mengenalnya dari orang lain.
'Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Atau ini pertanda sesuatu yang baik bagiku dan dia?'
Semoga saja, semuanya akan menjadi indah pada waktunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Llaa
ga ngerti kenapa si grace makin misterius apa emang belum kebuka sih ini🤔🤔
2021-03-22
1
Wilujeng Utami
kapan seh, grace dibahas tentang hati nyaa.. kok kurang peran gitu kesan nya
2019-11-10
4
ㅤㅤKᵝ⃟ᴸ🦎
Oreo kayao👍👍👍👍👍🤣🤣🤣🤣
2019-10-30
3