GRACE POV
Teman-temanku sudah pergi semua. Sudah berapa lama Arion tidak kunjung datang juga? Tapi, masih ada kak Silvi dan kak Adam.
"Kak, Sil. Bisa mendekat kesini?" Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak mau diketahui kak Adam.
"Ada apa Grace?" Kak Silvi mendekat padaku.
"Bantu aku membasuh diri la kak, tapi usir terlebih dahulu lelaki itu dan kunci rapat pintunya kak."
Kak Silvi terkekeh mendengar ucapanku, "Baiklah. Aku juga sudah membawa beberapa baju tidurku untuk kamu pakai selama disini, karena tidak mungkin kamu tidak berganti pakaian."
Kak Adam merasa kesal karena diusir secara paksa oleh istrinya. Seperti anak-anak saja tingkahnya.
Sesudah mengunci pintu, kak Silvi membantuku berdiri menuju kamar mandi, dia juga membantuku membasuh badanku. Tapi kaki kiriku dibungkus terlebih dahulu dan diangkat ke atas kursi kecil yang ada di kamar mandi ini.
Sebenarnya, ruangan ini cukup luas juga hanya untuk ukuran kamar mandi saja. Tapi, begitulah kalau ruangan VIP.
"Kak, aku penasaran, siapa yang membiayai biayaku selama disini? Bukannya mahal banget ya, kalau ruangan VIP begini?" Aku bertanya pada kak Silvi yang sedang membantuku memakaikan pakaianku.
"Dia. Arion." Jawabnya singkat.
"Aku jadi berhutang padanya la kak, kenapa harus dia yang membayar biaya rawat inap ku ini?"
"Tidak perlu di anggap hutang, cukup dengan ucapan terima kasih saja, dia pasti akan senang. Dia kan teman mu, dia memang orang yang baik, dia suka membantu orang yang sedang memerlukan bantuan."
"Aku kan jadi merasan tidak nyaman kalau begitu, kak. Kami kenalan saja belum ada sebulan. Tapi dia sudah begitu baik padaku. Kalau aku membayarnya kembali biaya rawat inap ku disini, gimana caranya kak?"
"Sudah ku bilang padamu, jangan di anggap hutang. Uang segitu, tidak berpengaruh sama dia, toh juga dia sudah punya. Apalagi tidak baik jika kamh mengembalikannya dalam bentuk uang. Dia akan merasa kecewa, karena hal itu bisa jadi artinya kamu merendahkan dia sebagai laki-laki."
Ada benarnya juga kata kak Silvi. "Baiklah kak, aku akan bersikap baik padanya, karena untuk membalas kebaikan itu harus dengan kebaikan juga."
Kak Silvi hanya tersenyum mendengar ucapanku. Dan kami pun sudah selesai dari kegiatan kami di kamar mandi tadi. Kak Silvi membuka pintu dan masuklah kak Adam. Ehh, kak Adam berbarengan dengan Arion dan entah siapa.
"Grace, perkenalkan dia Steve, sahabat kak Adam. Mereka seumuran." Kata Arion dan Steve pu mengulurkan tangannya padaku, "Salam kenal Grace."
"Salam kenal juga kak Steve." Aku menyambut uluran tangannya dengan senyuman.
"Grace, aku ada bawakan kamu bubur yang kubeli dari luar tadi. Nih, dimakan ya." Ucap Arion dengan menyerahkan padaku sekotak bubur.
"Hmmm.. Aromanya menggiurkan, pasti buburnya enak. Hehehe.. Kalau aku makan ini, yang lain gimana? Masa cuma aku yang makan?" Aku mengeluh melihat mereka yang menatapku.
Tiba-tiba ada ketukan dari pintu dan masuklah seseorang yang mengantarkan pesanan empat bungkus nasi kotak. Adam menerima bungkusan itu dan memamerkannya padaku.
"Kami makan ini, kamu makan itu. Adil bukan?" Dia suka sekali mengejekku begitu sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Aahhh, gak adil laa.. Masa kak Adam tega makan makanan enak di depanku, sedangkan aku cuma makan bubur?" Kataku sambil merengut.
Mereka berempat tertawa, "Kompak banget ya, ngeledek aku." Aku melanjutkan rengekanku sambil melirik mereka satu per satu.
Kak Silvi mendekatiku, "Nanti kalau sudah keluar dari rumah sakit, sudah bisa makan enak kok. Kamu ini, soal makanan aja ngeluh. Ingat kondisi tubuhmu Grace. Makan gih. Kami juga makan disana." Kak Silvi menunjuk ke
arah sofa.
Aku mengangguk setelah mendengar kata-kata kak Silvi, "Baiklah kak,aku juga sudah kelaparan. Selamat makan semua."
Aku makan dengan lahap, sampai-sampai aku tidak menyadari ada bubur yang belepotan di sekitar bibirku. Aku tau itu saat Arion mendekatiku dan mengelapnya dengan tisu.
"Eemmhh, kamu bikin kaget aja, Ar." Kataku karena kaget melihatnya mengelap bibirku.
Dia tersenyum dan berkata, "Aku kan sudah selesai makan, dan kulihat di sini mu (menunjuk bibirnya sendiri) ada bubur yang lengket. Makan bubur saja pun bisa belepotan gitu. Hehehe.." Dia terkekeh melihat aku yang salah tingkah karenanya.
"Sekarang minum obatnya, biar lekas sembuh. Kalau kamu bisa nurut, mungkin lusa sudah diizinkan pulang oleh Dokter."
Kata-kata Arion membuatku bersemangat. "Jadi, aku tidak perlu dirawat lama-lama disini kan, Ar? Aku tidak betah kalau harus di Rumah Sakit begini"
"Tidak harus, makanya nurut saja kalau disuruh makan bubur dan minum obat. Dan banyak istirahat." Kata Arion sambil menyodorkan obat-obat itu dan segelas air hangat padaku.
Aku sedikit merasa risih karena aku menyadari bahwa sedaritadi banyak pasang mata yang melihat ke arah kami berdua. Mereka memasang wajah kagum pada Arion karena perilakunya itu padaku, mungkin.
Apa yang aneh pada tingkah Arion? Mereka terlihat tak biasa melihat cara Arion memperhatikanku. Atau ada yang salah dengan perilaku Arion saat ini?
Aku ingin bertanya, tapi tidak memungkinkan bagiku, karena aku sudah merasa mengantuk. Mungkin karena efek obat itu ya. Aku benar-benar tidak tau lagi entah apa yang terjadi, karena semuanya terlihat gelap dan nyaman. Aku beneran tertidur pulas saat ini.
ARION POV
Aku melihat Adam dikeluarkan dari ruangan Grace. Dia terheran-heran melihatku yang sedang diluar dan tidak masuk kedalam. Mungkin dia berpikiran entah sejak kapan aku sudah berada disini.
Alu menceritakan padanya, bahwa tadi aku sempat tertidur di sofa setelah mendengar perbincangan Grace dengan Anne tentang Jeff. Dengan semangat '45, Adam mendengarkan cerita ku sampai selesai.
"Nah, setelah aku terbangun, aku langsung pamitan dengan Grace untuk pulang. Baru saja aku tiba di depan pintu, aku melihat para lelaki itu berpamitan sampai cipika-cipiki begitu pada Grace, aku merasa gerah sendiri disini. Jadi aku masih belum mau masuk. Ehh, kamu malah diusir keluar. Hahaha.."
"Iya nih, perempuan ini terkadang tidak bisa diprediksi. Aku saja tidak tau kenapa diusir begitu." Ucapnya dengan wajah kebingungan.
"Bro, kamu kenal dengan para lelaki itu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.
Dia malah tertawa dan tiba-tiba saja Steve datang menghampiri kami.
"Kenapa kalian pada diluar? Kenapa tidak masuk saja?" Dia mencoba membuka pintu, tapi teekunci dari dalam, sehingga dia mengomel tak jelas, "Astaga, kenapa kalian tidak bilang kalau pintunya terkunci? Kan aku jadi zonk sendiri kayakgini."
Dia membuat kami tertawa karena melihat wajah sok polosnya itu. Setelah lelah tertawa, aku melanjutkan kegiatanku yang sempat terhenti tadi.
"Bro, kok tidak jadi jawab pertanyaanku tadi?"
Steve duduk disebelah kiriku, sedangkan Adam memang sudah duduk di sebelah kananku.
"Yang tadi itu, teman Grace semua. Mereka sekampus. Dan mereka datang hanya untuk menjenguk Grace. Kalau gak salah orang yang tinggi, putih mirip orang belanda, namanya Wilsen. Trus yang tinggi dan berambut pirang namanya Ahza. Lalu yang agak hitam manis kulitnya bernama Iwan. Dan yang terakhir yang lebih padat berisi badannya bernama Nayaka."
"Empat lelaki itu semua teman dekat Grace? Hanya seorang perempuan temannya?"
"Aku tidak terlalu tau tentang itu, Ar. Nanti kan kalau kamu dekat dengannya, dia bakalan mengenalkanmu dengan semua temannya."
Steve mengambil ponselnya dan menunjukkan sesuatu padaku, "Sejak kapan seorang Arion mau sedekat ini pada perempuan? Memang hebat sekali pengaruh Grace padanya, iya kan Dam?"
Adam hanya mengangguk semangat mendengar pertanyaan Steve.
"Kenapa kamu memiliki foto itu? Silvia juga mengirimkannya padamu?"
"Eits, bukan Silvia, melainkan Adam. Adam baru bisa mendaparkannya dari istrinya. Hahaha." Steve dan Adam tertawa meledekku saat ini.
"Oh iya, kamu bawa apa itu?" Tanya Adam melihat bungkusan yang ku pegang.
"Aku membawa bubur yang kubeli di luar. Aku kasihan melihatnya tidak berselera makan bubur dari rumah sakit."
"Iya juga ya, ini sudah waktunya makan malam, biar kupesankan makanan untuk kita ya. Biar kita bisa makan bareng Grace." Kata Adam. Aku dan Steve hanya mengangguk setuju padanya.
Tak berapa lama, perbincangan kami yang dipenuhi dengan urusan bisnis, pintu nya pun terbuka. Kami mulai masuk satu per satu. Aku melihat Grace yang melihat Steve dengan heran.
Aku memperkenalkan Steve pada Grace. Grace menyambutnya dengan baik.
Saat kuberikan bubur ini padanya, dia terlihat senang. Tapi, itu tak lama. Karena pesanan Adam datang. Ternyata hubungan Adam dengan Grace cukup akrab. Lihat saja ekspresi Grace yang merengut itu, semua karena Adam meledeknya.
Untung saja Silvia bisa membujuknya untuk makan. Aku baru tau dari percakapan mereka, kalau Grace suka dengan makanan. Tapi aku sempat berpikir, kenapa Grace masih terlihat kurus meskipun dia suka makan?
Selesai makan, aku langsung beranjak dari tempat dudukku. Aku melihat ada bubur yang belepotan di bibir Grace. Kuambil tisu yang ada di dekat Grace dan mengelapnya sampai bersih.
Dia terlihat kaget melihatku bersikap begitu padanya, akupun sedikit menggodanya sampai dia terlihat salah tingkah. Aku senang melihat ekspresi lain darinya.
Setelah puas melihat tingkahnya, aku langsung menyodorkan obat-obatan ini pada Grace. Aku membujuknya untuk nurut jika disuruh makan bubur, minum obat dan beristirahat. Dia pun menuruti perkataanku.
Aku lihat efek samping obat itu cukup cepat membuatnya merasa kantuk. Dia tertidur pulas begitu saja. Aku pun menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia terlihat sangat damai saat sedang tertidur begini.
Steve mendekatiku dan menepuk pundakku, "Bro, kulihat kamu harus ekstra untuk mendekatinya. Dia orang yang terbuka pada siapa pun. Sikapnya terhadapmu itu masih jauh berbeda dengan sikapnya terhadap Adam. Dia terlihat lebih akrab dengan Adam dibandingkan denganmu. Aku permisi pulang duluan ya, karena besok aku harus cepat ke kantor. Aku yakin besok akan cukup sibuk di kantor."
Aku tersenyum padanya, "Terimakasih atas pengertian dan kritikannya, bro."
Lalu Adam dan istrinya juga menghampiriku, "Kami juga pamitan ya, kamu jaga dia baik-baik. Perlahan saja mendekatinya. Dia itu mengerikan jika sedang marah, jangan berani macam-macam kau dengannya. Bahaya."
Belum sempat aku bertanya tentang arti bahaya yang dia maksud, mereka sudah menghilang dibalik pintu. Adam suka sekali membuatku penasaran.
Aku kembali memandang wajah ademnya Grace. Aku mendekati wajahku lagi, dan mencium lembut keningnya, dan aku membisikkan di telinganya kata-kata yang memang ingin sekali kuucapkan padanya, "Love you"
Sudah dua kali aku melakukannya. Aku berharap dengan melakukan hal itu, perasaanku akan terbalas. Meskipun aku merasa ini tindakan yang salah, tapi harapanku tidak pernah pupus.
Aku segera duduk disamping Grace dan hanya diam melihat wajahnya sambil memegang tangannya. 'Seandainya
saja kamu menjadi milikku, kehidupanku pasti akan sempurna.'
Inilah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Sejak awal bertemu, wajahnya selalu saja terngiang dibenakku. Ucapan manisnya juga terngiang terus dikepalaku. Otakku jadi sering salah fokus karena memikirkannya.
Sudah tengah malam begini, aku sebanarnya tidak mengantuk, karena aku selalu ingin melihat wajahnya yang cantik. Tapi, tubuhku juga perlu istirahat. Aku pun beranjak dari tempat dudukku saat ini menuju sofa dan berbaring
mengenakan selimut yang tersedia.
**********
"Halo, Mom. Ar minta maaf ya, Mom. Ar, sudah membuat Mom diam selama hampir seminggu ini. Ar meeasa sedih karena Mom tidak ada kabar sama sekali." Aku terbangun dari tidurku karena ponselku berdering pagi-pagi sekali.
Yah, ini masih pukul 6 pagi. Aku melihat Grace masih terlelap dalam tidurnya. Akhirnya Mom meneleponku, adahal aku sempat menelepon Daddy, tapi Mom tetap tidak mau berbicara padaku.
"Mom tau kamu gak bermaksud seperti itu, tapi Mom memang tidak suka kalau anak Mom itu pesimis begitu. Pokoknya, Mom mau ketemu dengannya beberapa hari lagi ya. Kemungkinan Mom pulang sekitar empat hari lagi. Waktunya mundur karena pekerjaan Daddy mu yang belum beres seutuhnya disini."
"Oke, baiklah Mom. Tapi Mom janji tidak akan melakukan atau berbicara hal-hal aneh pada Grace ya." Aku takut Mom akan bertindak aneh pada Grace.
"Oke, Mom janji. Asalkan anak Mom juga menepati janjinya."
"Iya Mom, Ar pasti menepati janji Ar pada Mom. Bye Mom. Love Mom and Dad."
"Love you too son."
Teleponnya sudah berakhir. Aku melihat Grace yang sepertinya masih nyenyak dengan tidurnya. Aku merapikan selimut yang kupakai semalaman.
Tak berapa lama, Grace pun terbangun dan memanggil namaku, "Ar."
"Ada apa Grace? Ada yang sakit?" Tanyaku penuh kekhawatiran. Tak biasanya dia memanggil namaku begitu.
"Tolong bantu aku ke kamar mandilah, Ar. Karena gak ada kak Silvi, aku jadi sangat merepotkanmu, maaf ya."
Aku tersenyum sambil mendekatinya, "Tidak masalah, sini kubantu. Kan sudah kubilang berulangkali, jangan sungkan. Kita ini teman. Kamu itu adalah yang terpenting bagiku, jadi kamu tidak usah sungkan begitu."
Aku mengantarkannya sampai kamar mandi, "Kutunggu diluar pintu ya, nanti panggil saja aku kalau kamu sudah selesai."
Aku meninggalkannya dan berdiri diluar pintu. Saat dia memanggil namaku lagi, aku langsung masuk ke dalam dan membantunya berjalan dengan memapahnya sampai ke tempat tidur.
"Besok aku sudah bisa pulang kan? Aku sudah tidak sabar melihat pemandangan luar." Katanya padaku.
"Ini baru hari keduamu dirawat inap, masa mau cepat pulang begitu?" Kulihat dia tertunduk lesu mendengar jawaban dariku. Aku langsung kebingungan tidak tau harus gimana.
"Ehh, jangan bersedih begitu dong. Aku akan bertanya pada Dokternya, ya. Akan kuusahakan kamu diberikan izin
untuk pulang." Kata ku yang sudah bingung untun membujuknya.
Dia memandangiku dan berkata, "Janji?"
"Janji, aku akan memberitahumu nanti, setelah aku bertanya pada Dokter. Oke?" Aku tersenyum melihat nya tersenyum.
Setelah satu jam kami berbincang-bincang, masuk seorang Dokter dengan dua orang Suster yang memeriksa keadaan Grace dan mengantarkan bubur untuk sarapannya.
"Kamu cepat pulih juga ya, Grace. Tubuhmu yang lemah sudah lebih baik setelah istirahat penuh semalam." Kata Dokter itu padanya.
Aku meminta waktu pada Dokter itu untuk berbincang tentang jadwal pulang Grace. Kami berbincang diluar ruangan.
"Dok, kondisi nya kan sudah baik-baik saja. Apa besok dia sudah bisa pulang ke rumah, Dok?" Aku bertanya dengan wajah serius padanya.
Dokter itu terdiam sesaat dan tersenyum, "Sebenarnya dia sudah bisa pulang besok, kondisi tubuhnya sudah membaik, tapi kaki kirinya harus lebih diperhatikan. Dia belum boleh banyak menggerakkan kakinya, karena jahitannya bisa saja terbuka. Hal itu bisa menyebabkan infeksi dan bisa memperparah kondisinya."
"Aku mengerti, Dok. Terima kasih atas sarannya, Dok." Aku menundukkan kepalaku pada Dokter itu.
Setelahnya, aku memesan sebuah kursi roda dan tongkat untuk membantunya berjalan. Biar dia bisa bergerak bebas di rumahnya tanpa kebingungan meminta bantuan orang lain.
Aku masuk keruangannya Grace. Aku melihatnya sudah selesai dwngan sarapannya dan sedang minum obat. Dia melihatku dan bertanya, "Apa kata dokternya?"
Aku duduk di kursi disebelahnya, "Dokter bilang kamu sudah bisa pulang besok. Tapi, kamu harus memakai kursi roda dan tongkat untuk berjalan. Kaki kirimu tidak boleh terlalu banyak di gerakkan sampai jahitannya kering. Karena kalau jahitannya terbuka, itu akan menjadi infeksi dan memperparah keadaan kakimu."
Grace terdiam menimang kata-kataku, "Baiklah, meskipun itu terlihat merepotkan, selama aku bisa pulang, aku akan menurut."
Aku senang dia menjadi sangat penurut. Dia jadi terlihat sangat imut. Aku semakin menyukai kepribadiannya. Tidak ada perempuan yang sesempurna dia dimataku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Auliu Brokenn
awalnya aku baca karna iseng .
tapi kok aku malah jadi kecanduan 😄😄😄
love love deh buat Grace 😍😍😍
2019-08-08
18