GRACE POV
Aku baru bertanya begitu saja, dia sudah seperti orang yang terkena serangan jantung. Kenapa dia begitu syok dengan pertanyaanku? Apa untungnya, kalau dia menyembunyikan identitasnya dariku? Aku memang terlalu jujur, karena aku kan memang penasaran.
“Haduh, kenapa kamu mengerem mendadak sih? Mau buat orang sport jantung juga gak begini caranya. Hampir saja jantungku akan melompat keluar jendela.” Aku sedikit emosi melihat tingkahnya itu. Mengerem mendadak seperti itu, kalau mau mati jangan ngajak-ngajak dong.
Setelah beberapa saat, dia mulai kembali normal dan bertanya, “Dari mana kamu tahu nama lengkapku? Apa kamu memata-mataiku atau mencaritahu tentang diriku yang sebenarnya?”
“Bukan dari mana, tapi dari siapa. Itu kata tanya yang tepat saat ini. Jadi, kamu jangan kegeeran dulu. Aku tidak memata-mataimu atau mencaritahu tentangmu. Aku juga tidak mengenalmu. Aku hanya mendengar dari salah satu rekan kerjaku bahwa kamu itu orang yang cukup terkenal dan dia menyebutkan nama lengkapmu. Salah sendiri berdiri di dekat kasir hanya untuk memanggil-manggil namaku berulangkali. Kan aku jadi bahan gosip di kalangan pekerja Restoran.”
“Jadi, kamu tidak tahu sedikit pun tentang aku? Sampai kemana-mana jadi pusat perhatian orang?” Dia bertanya
sambil melajukan kembali mobilnya dengan perlahan.
Aku heran dengan pertanyaannya, dia terkenal kan itu dia, bukan urusanku. Aku langsung menjawabnya, “Tidak,
aku juga tidak ingin mengetahuinya lebih dari ini. Sepertinya kamu benar-benar ingin menyembunyikan identitasmu padaku dari awal ya?”
Kulihat dia mengerutkan alis matanya, “Maaf. Aku bukannya bermaksud begitu, aku hanya takut kalau kamu akan
histeris mengetahui keberadaanku di dekatmu pada saat itu. Apalagi kalau ternyata kamu adalah Fangirl. Bisa-bisa ketahuan aku sama orang-orang yang mengejarku.”
“Oke baiklah, kamu bisa berhenti di persimpangan itu, aku tidak mau jadi pusat perhatian karenamu dan mobilmu
ini. Sungguh merusak mata.”
Aku melihatnya terkekeh dan menoleh padaku, “Jadi, kamu sudah memaafkanku? Apa kita bisa disebut dengan
teman saat ini?”
“Wah, wah, wah. Enggak begitu juga. Ya, aku memaafkanmu dan aku memang suka berteman, tetapi aku tidak suka berteman dengan orang yang sudah berniat membohongiku dari awal,” Aku tersenyum padanya, “Terima kasih atas tumpanganya, aku pergi.”
Tepat di saat mobilnya berhenti, aku pergi dengan tergesa-gesa. Aku sudah hampir terlambat untuk bertemu dengan teman yang juga bimbingan dengan Dosen yang sama denganku.
Bimbingan itu membuat mata kita terbuka lebar-selebarnya. Kesalahan sekecil apapun bisa diketahui bapak dosen ini. Dia memang sangat jeli melihat kesalahan. Bukan hanya aku yang merasakannya, Anne juga senasib dengan diriku.
"Ann, Si Wil telat lagi ya? Dia ngapain aja sih, sampai telat bimbingan mulu. Kan kasihan dia nya kena omel melulu sama bapak itu."
Anne membolak-balik lembar Skripsinya dan menjawab dengan santainya, "Biarin aja napa sih? Loe itu bikin pusing otak loe sendiri karena mikirin hal lain. Fokus sama coretan itu dulu dehh."
Dia memang seorang perempuan tomboy yang masih dibilang memiliki wajah yang cantik. Sejak mengikuti MOS di kampus, dia itu teman satu kelompokku. Jadi, bisa di bilang dari awal menginjakkan kaki ke kampus ini, aku sudah mengenalnya.
Walaupun dia anak orang kaya, dia tidak membedakan orang-orang untuk menjadi temannya dari status. Dia sangat baik. Aku dapat mengenal banyak orang pun salah satunya karena dia. Dia cukup terkenal di kalangan seangkatan kami. Siapa pun akan tahu bahwa dia itu penerus perusahaan perkebunan milik keluarganya di Kalimantan. Sangat berbeda dengan diriku.
Dia memang kaya, tapi dalam belajar, dia bersungguh-sungguh. Dia mendapatkan beasiswa karena kepintarannya. Dialah yang banyak membantuku dalam belajar, sehingga kami sama-sama mendapatkan beasiswa di jurusan kami. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti dia.
"Grace, yuk, ke perpus. Gue mau meminjam beberapa buku referensi lagi untuk tambahan teori yang diminta Doping kita tadi." Dia menarik tanganku tanpa menghiraukan apa jawabanku. Kebiasaannya inilah. Bikin kaget saja karena dia main tarik-tarik tangan begitu saja.
Di perpustakaan...
Aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama. Saat ini aku sangat fokus untuk memperbaiki coretan-coretan yang ada di lembaran yang telah ditandai oleh Doping tadi sore.
Saat ini, ada seseorang yang duduk di bangku tepat di sebelah kanan ku. Aku mengenalnya dari aroma parfum yang digunakannya. Dia mendekatiku dan berbisik padaku, “Hei, kamu tidak pulang? Ini sudah cukup larut untuk pejalan kaki sepertimu, Grace.”
Aku langsung menoleh pada orang itu, “Iya, Wil. Ini udah mau kelar, sedikit lagi.”
Diriku memang dipenuhi dengan teman lelaki yang ku kenal dari Anne. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang menjadi kekasihku. Aku sebenarnya pernah menjalin kasih atau biasa disebut berpacaran dengan seorang pengusaha yang sekarang bertempat tinggal di Papua. Aku tidak percaya dengan yang namanya hubungan jarak jauh atau biasa orang zaman menyebutnya dengan kata LDR.
Eits, jangan salah sangka, bukan dia selingkuh atau sebaliknya. Aku dengan dia putus hubungan secara baik-baik. Sampai saat ini kami hanya sebatas teman biasa. Dia pun tidak mau aku kepikiranterus dengan dirinya yang disana, sedangkan aku juga harus meluluskan gelar S1 ku ini. Dia sebenarnya tidak terima dengan keputusanku ini, tapi aku menjelaskan padanya dengan baik, sehingga dia mengerti maksudku.
Wilsen Sebastian, dia termasuk kategori teman baikku dikampus selain Anneke Pramusita. Bimbinganku di akhir
perjuanganku inilah, aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan mereka berdua. Kami memiliki dosen pembimbing yang sama.
“Oh ya, Wil. Ann sudah pulang duluan?” Aku bertanya padanya tanpa menoleh sedikitpun dari layar laptop ku.
“Sudah dong, yuk, pulang. Biar kutemani jalan. Ini sudah pukul 9 malam lho. Kamu pun belum makan malam kan?”
Wilsen mengingatkanku akan hal itu. Aku lupa makan malam karena terlalu fokus dengan bimbingan tadi.
Kami pun meninggalkan tempat itu. Wilsen sebenarnya membawa sepeda motor matic. Tapi dia sangat memahamiku, aku tidak suka berboncengan dengan laki-laki saat bersepeda motor dengan siapapun itu. Jadi, karena jarak kost-an ku dengan kampus cukup dekat, dia mengikuti langkahku dengan mengendarai sepeda motornya itu secara perlahan.
“Grace, setelah selesai Sidang, kita pergi liburan bareng yuk? Jalan dengan semua sahabat kita. Enggak perlu
tempat yang jauh, yang penting asyik. Bila perlu kita menginap beberapa hari di sana. Gimana menurutmu?”
"Boleh. Boleh saja. Kalau Ann, aku saja yang ajak dia, biar dia tidak langsung menolak. Kamu ajak yang lainnya, biar ramai. Semakin ramai, samakin seru. Gimana? Tapi kabari aku kepastiannya dulu, baru aku bisa tahu kapan ambil cuti dari tempat kerjaku." Wilsen hanya mengangguk setuju.
Tak terasa aku sudah berada didepan kost ku. Aku masuk ke dalam setelah melihatnya pulang dan langsung memasak indomie sebagai menu makan malamku. Indomie itu menu siap saji yang tidak pernah membuat ku bosan untuk melahapnya setiap hari. Meskipun begitu, tidak setiap hari juga aku mengonsumsinya, karena tidak baik untuk kesehatan.
Selesai makan malam, aku langsung membersihkan diri dan melanjutkan kegiatanku di perpus tadi. Meskipun aku merasa lelah, hal tersebut tidak memadamkan niatku untuk memperbaiki kesalahanku pada Skripsiku.
Waktu berlalu begitu cepat, Sekitar empat jam lagi, ayam akan berkokok. Aku pun langsung beranjak setelah selesai dengan kegiatanku itu dan melompat ke tempat tidur. Tanpa basa-basi, aku pun langsung terlelap.
ARION POV
Aku sempat merasa terkejut dengan pertanyaannya tadi. Tapi aku begitu senang dengan responnya padaku. Selain baik hati, ternyata dia juga pengertian. Meskipun hal itu dia tunjukkan secara tidak langsung padaku.
Aku senang dia tidak marah-marah atau histeris saat mengetahui nama lengkapku. Apa dia benar-benar tidak mengaenal seorang Arion? Sikapnya yang begitu santai terhadapku membuatku merasa nyaman saat berada didekatnya.
Oh iya, aku sempat melirik ke arah seseorang dari kejauhan melihat ke arah mobilku tadi saat Grace keluar dari mobilku. Sepertinya aku mengenalnya, tapi aku tidak begitu yakin karena wajahnya tertutupi buku yang dipegangnya dan ada banyak mobil yang melintas menghalangiku untuk melihatnya dengan jelas.
Semoga saja, dia tidak mengenal mobilku dan tidak ada niat baginya untuk mengganggu Grace. Tapi, setelah dipikir-pikir berulangkali, tatapan matanya itu menandakan bahwa dia terkejut melihat mobilku dan lirikan mata tajamnya itu lama menatap ke arah seseorang yang keluar dari mobilku.
Aku yakin, aku mengenalnya, tapi siapa dan dimana pernah aku bertemu dengannya?
Mungkin saja itu hanya ilusi ku saja.
Dengan segera aku memfokuskan diriku pada pekerjaanku.
Diruanganku ini,aku banyak menghabiskan waktu untuk membaca, meneliti, dan menandatangani berkas-berkas yang sudah bertumpukan di atas meja kerja ku. Hari ini tidak ada jadwal meeting, tapi untuk jadwal makan siang dan makan malam nanti, aku harus menemui client hanya untuk mempererat hubungan kerja kami.
Steve hanya datang beberapa kali keruanganku hanya untuk mengingatkanku tentang waktu temu itu. Selebihnya, dia akan sibuk diruangannya. Karena dia juga sangat sibuk dalam mengatur dan mencocokkan jadwalku di perusahaan dengan jadwal syuting atau pemotretanku.
Jadwal syuting film terbaruku juga akan dimulai mulai akhir bulan ini. Jadi, aku akan sibuk sekali. Apalagi kalau ada jadwal syuting dan pemotretan yang mengharuskanku pergi ke luar kota.
Setelah selesai dengan semua pertemuanku itu, aku tetap fokus pada berkas-berkas dihadapanku ini. Steve sudah mengatakan padaku bahwa dia akan pulang duluan. Aku tidak menahannya. Pasti dia memilki sesuatu yang harus diselesaikannya.
Drrrt... Drrrt... Drrrt...
Setelah tiga jam lebih aku bekerja, aku mendapat panggilan dari Steve.
"Ya, Bro. Ada apa?" Tanyaku pada yang di ujung sambungan teleponku.
"Aku dapat kabar dari anak buah kita, dia sudah menjadi orang yang ling-lung karena merasa ada penguntit yang
mengikutinya dan menerornya selama seminggu ini. Anak buah kita sangat pandai dalam bersembunyi dan sampai saat ini dia sedang stres karena tidak menemukan jejak si peneror. Dia sudah merasa terancam dengan keadaannya sekarang, apalagi dia memikirkan anak nya yang masih SMP. Jadi, apakah sudah cukup bagimu membuatnya seperti itu?"
Aku memang merencanakan hal ini untuk membalasnya. Ya, dia. Dia yang menyuruh anak buahnya untuk membobol Apartemenku dan mengejarku di malam itu. Aku ingin dia merasakan hal yang kutakuti pada malam itu.
"Suruh anak buah kita berhenti sementara waktu untuk mengikutinya. Setelah itu, kita susun rencana selanjutnya." Aku tersenyum puas dengan hasil kerja mereka.
Aku menutup telepon dan tiba-tiba ada yang menelepon kembali, "Halo, Ar sayang. Mom penasaran nih, Mom boleh tanya sesuatu padamu, Ar?"
Buat bingung saja Mom ini, "Ada apa Mom? Tidak biasanya dehh Mom seperti ini, masa untuk bertanya saja harus izin begitu? Apa yang buat Mom penasaran?"
"Tadi siang Mom sempat berteleponan dengan Silvia, dan kamu tahu, nak? Adam menceritakan sesuatu pada Mom. Kamu sedang mendekati seorang gadis ya? Apa dia cantik? Bagaimana perangainya? Mom penasaran ingin mendengarmu sendiri yang menceritakannya pada Mom."
"Mom, Ar saja belum lama ini mengenalnya. Kami hanya bertemu tiga kali, Mom. Aku saja tidak yakin untuk mendekatinya. Jadi, jangan terlalu banyak berharap, Mom. Ar kan masih harus lebih memfokuskan diri untuk bisa menjadi seorang pemimpin yang baik dan benar untuk perusahaan Daddy."
Mom mengeluh setelah mendengar kata-kataku, "Aduhhh, anak Mom pesimis banget sih? Kan kamu itu termasuk kategori laki-laki idaman. Sudah tampan, mapan lagi. Setiap perempuan pasti tidak akan menolak kharisma mu, nak. Pokoknya, minggu depan saat Mom berkunjung ke sana, kamu harus mengenalkannya pada Mom. Kalau kamu tidak mau, Mom akan minta Silvia yang membawanya bertemu dengan Mom."
Sambungan teleponnya terputus begitu saja. Dasar mama-mama zaman sekarang, selalu saja tidak ingin ketinggalan informasi, apalagi hal yang berhubungan dengan anaknya.
Aku harus bertemu dengan Silvia besok. Kenapa dia begitu kepo sih? Beraninya dia memberitahukan hal semacam itu pada Mom. Lihat saja, saat ini Mom sampai memaksakan kehendaknya untuk bertemu dengan Grace.
Saat ini aku sedang dalam perjalanan pulang ke Apartemenku. Selesai bertelepon dengan Mom, aku langsung beranjak keluar ruanganku dan pergi ke parkiran. Disana sudah ada supir yang siap sedia mengantarku pulang. Aku tidak selalu satu mobil dengan Steve, karena terkadang dia juga pastinya ingin memiliki waktu untuk privasinya sendiri. Aku memakluminya.
Selama perjalanan, secara tidak sengaja aku melihat sosok perempuan yang ku kenal. Dia berjalan beriringan dengan seorang lelaki yang perlahan mengikutinya dengan mengendarai sepeda motor nya. Mereka kelihatannya sangat akrab. Grace bisa tertawa lepas bersamanya.
Apa Grace dan dia berpacaran? Tapi, mana ada orang yang berpacaran yang satu jalan dan yang lainnya bersepeda motor. Grace kan memang gadis yang periang.
Haisssh...
Apa yang sedang kupikirkan?
Aku merasa tidak nyaman melihat dia dekat dengan lelaki lain.
Apa aku sudah terpikat olehnya?
Aku tidak terbiasa dengan yang kurasakan saat ini.
"Tuan, kita sudah sampai." Perkataan supir membuyarkan lamunanku.
Ahhh, aku melamun terlalu lama ternyata, sampai-sampai aku tidak sadar kalau kami sudah sampai. Aku menjawabnya dengan senyuman, "Iya, pak. Terimakasih ya, pak." Aku melangkahkan kaki ku keluar dari mobil menuju Apertemenku.
Aku merasa sekujur tubuhku saat ini terasa lengket, langsung saja aku menuju ke kamar mandi di dalam kamar ku untuk membersihkan diri. Selesai mandi, aku langsung menuju ruang kerjaku dan melanjutkan kegiatanku disana. Hal seperti ini sudah menjadi rutinitasku. Aku tidak bisa tidur sebelum mataku benar-benar lelah karena membaca.
Malam ini, Mom tidak lagi meneleponku seperti biasanya. Mungkin dia memang masih ngambek padaku karena jawabanku tadi tidak sesuai dengan harapannya. Aku meletakkan kembali ponsel ku karena tidak ada pesan ataupun telepon masuk. Aku berusaha untuk fokus kembali dengan berkas-berkas di depan ku ini.
Tapi, lagi-lagi aku kepikiran dengan gadis itu.
Ya, Grace telah menyita waktu kerjaku saat ini.
Kenapa aku terus memikirkan dirinya?
Apa aku benar-benar sudah menyukainya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Llaa
tiba tiba terselip iklan 😆
2021-03-17
1
Riry Setya
cieee benih" cintrong nih....
2020-09-06
0
Maria Darmawati
ok. next
2020-07-02
0