03

A**RION POV**

Aku merasa senang setelah berhasil mengajaknya bertemu nanti. Meskipun hanya sebentar. Aku langsung menelepon seseorang untuk mengantarkansebuket bungadiparkiran. Bunga itu akan kupakai sebagai hadiah ucapan terima kasihku yang tulus dan layak kepadanya.

Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahuku. “Kampretlah, kaget aku kau buat. Kukira setan.”

“Wah, wah, ternyata adik sepupu iparku ini sudah mulai tertarik pada karyawanku ya. Aku butuh penjelasanmu Ar, bagaimana bisa kau mengenal dia.” Kata Adam sambil berbisik padaku.

Ya, Istrinya Adam, Silvia Deedra Bratadikara adalah sepupu ku, dia anak dari adik perempuan Daddy (Alm.). Kami cukup dekat, apalagi si Adam adalah sahabat Steve.

“Ayuklah, kita masuk ke dalam ruangan dulu. Nanti kuceritakan seluruh peristiwa langka itu pada kalian. Tapi, jangan ganggu aku, disaat aku sedang bercerita. Tahan segala pertanyaanmu sampai aku selesai bercerita.”

Dia hanya mengangguk sambil tersenyum dan menyambar pergelangan tanganku. Ternyata dia sungguh bukan orang yang penyabar. Sekali penasaran, pada saat itu juga rasa penasarannya tidak bisa ditahannya.

Di ruangan ini, mereka duduk bersebelahan dihadapanku, memandangiku dengan tatapan penuh makna. Steve pun merasa penasaran setelah mendengar ocehan Adam yang mengatakan bahwa aku tertarik dengan karyawannya.

Aku menceritakan peristiwa di taman pada malam itu. Mulai dari gerakan orang asing dari apartemenku hingga perpisahanku dengan Grace.

Dengan heran aku memandang kedua orang itu. Mereka tertawa. Apalagi Adam, suara tawanya sangat mengganggu pendengaran. Untung saja ruangan ini kedap suara. Jika tidak, kemungkinan besar suaranya akan menarik perhatian orang luar.

“Jadi, kau mau mengajaknya bertemu dengan alasan klasikmu itu? Hanya untuk berterima kasih? Bukan untuk meminta nomor ponselnya dan terus berhubungan baik dengannya?”

Inilah yang tidak kusukai dari Adam. Dia menembakku dengan berbagai macam pertanyaan sekaligus hanya untuk mengolok-olokku.

“Kau boleh saja, tertarik padanya dan mendekatinya. Tapi, jangan berbuat macam-macam padanya. Aku bisa langsung membunuhmu jika kau menyakitinya.”

Aku terperangah mendengar ucapan Adam dan bertanya, “kenapa begitu?”

Adam hanya menjawab dengan santai, “Grace adalah pekerja keras di restoran ini. Sudah berulang kali aku ingin mengangkat jabatannya itu dari pelayan menjadi manajer. Tetapi dia menolak dengan alasan dia masih belum bisa menerima jabatan itu sebelum dia memiliki gelar yang sepantasnya untuk menduduki jabatan itu. Aku mengenalnya dari istriku. Istriku adalah seniornya dikampus, meskipun mereka berbeda tingkatan, tapi mereka cukup dekat. Hal inilah yang membuatku dekat dengannya dan saat ini dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri.”

“Jadi, pukul berapa dia selesai bekerja?” Tanyaku padanya.

“Sekitar setengah jam dari sekarang.”

Kulirik jam tanganku, ini sudah hampir pukul delapan. Aku juga menerima telepon dari si pengantar bunga, karena dia sudah tiba diparkiran. Jadi, aku langsung berpamitan dengan Adam dan keluar ruangan diikuti oleh Steve. Aku juga sudah menerima sebuket bunga yang tadi kupesan.

Steve hanya masuk ke dalam mobil dan duduk diam di kursi pengemudi. Aku tahu bahwa dia ingin melihat bagaimana tingkat keberhasilan pertemuanku dengan Grace.

Setelah menunggu sedikit lebih lama dari perkiraan, Grace akhirnya muncul. Aku mengucapkan rasa terima kasihku dan mengarahkan sebuket bunga tersebut padanya.

Aku sangat terkejut dengan gerak-geriknya. Dia langsung menepis dan berlari tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku merasa seperti seorang pecundang yang ditolak mentah-mentah setelah mengungkapkan isi hati.

Steve juga sama terkejutnya denganku danlangsung keluar dari mobil untuk menghampiriku.

“Ada apa ini? Kenapa endingnya begini, bro? Apa kamu telah mengucapkan kata-kata yang menyinggungnya?” Steve mulai menginterogasiku.

“Tidak ada. Aku hanya mengatakan bahwa aku hanya ingin berterima kasihdengan tulus dan layak padanya saat ini. Sudahlah, ayo, kita pulang.” Dengan berat hati, ku buang bunga-bunga itu di tempat sampah yang ada di sudut sana.

Dalam perjalanan pulang, tidak ada di antara kami yang membuka suara. Steve tahu kalau pada saat seperti ini, aku sedang tidak ingin diganggu.

Di ruang tamu...

Aku duduk di sofa tengah dan langsung menelepon seseorang yang menurutku dia bisa menjawab sedikit rasa penasaranku ini.

“Halo, bro. Gimana kabarmu dengan si dia? Apakah berakhir dengan sempurna? Atau berakhir dengan romantis? Cepat ceritakan padaku, aku sangat penasaran dengan kisah seorang CEO tampan yang sangat dingin telah menemukan tambatan hatinya.” Memang sudah menjadi kebiasaannya melontarkan kata-kata yang di luar nalar di

saat dia penasaran begini.

“Aku merasa seperti dicampakkan sebelum mengungkapkan perasaanku. Dia menolak pemberianku dan langsung berlari meninggalkanku diparkiran tadi. Ada apa dengannya? Kenapa dia meninggalkanku setelah beberapa saat dengan wajah terkejut melihat pemberianku dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun?Kamu tahu apa yang salah sebenarnya? Padahal aku hanya mengucapkan terimakasih padanya. ”

“Memangnya, kamu kasih apa padanya? Apa jangan-jangan bunga?”

“Iya, kok rasanya aneh sekali caramu menyebutkan kata Bunga?”

Aku bingung mendengar Adam tak menghiraukan pertanyaanku, tetapi dia malah memanggil istrinya untuk segera menghubungi Grace. Ada apa sih sebenarnya? Aku yang didiami selama beberapa menit itu hanya diam mendengar ucapan Adam dengan istrinya.

“Sayang, coba hubungi Grace, apakah dia baik-baik saja saat ini? Sepupumu yang bodoh ini melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.”

Hah? Aku di bilang bodoh? Dia berani mengataiku di saat seperti ini. kalau saja dia ada di hadapanku, aku pasti akan menjitak kepalanya itu. Biar saja, kalau aku di bilang tidak sopan. Aku takkan peduli.

“......”

“Oke, baiklah, sayang. Besok jangan lupa kabari aku tentang kondisinya ya. Bila perlu fotokan dan kirim padaku, aku juga tidak ingin terjadi apa-apa padanya.”

“......”

Setelah

mereka selesai, Adam langsung mengomeliku tanpa henti, “Apa yang sudah kamu perbuat? Kenapa kamu tadi tidak menanyakan padaku saja apa yang bisa kamu berikan padanya. Kalau sudah begini, akupun merasa dirugikan. Sudah pasti Grace tidak akan masuk kerja minimal tiga hari ke depan. Kuberitahukan padamu ya, dia

itu alergi terhadap serbuk buga. Kalau sudah berhadapan dengan bunga, dia akan langsung bersin-bersin dan akan merasakan gatal-gatal pada tubuhnya. Besok pagi, Silvi akan membawanya kerumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut, karena untuk saat ini, dia sudah meredakan pengaruh alerginya dengan obat alergan yang tadi dibelinya dari apotik. Pantas saja dia pergi begitu saja, kamu pula dengan bodohnya memberikan dia bunga.”

Ya, sekarang aku tahu kenapa Adam berani mengataiku bodoh. Betapa bodohnya aku, tidak mencaritahu terlebih dahulu setidaknya sedikit informasi tentangnya. Kalau sudah begini, mau gimana lagi? Aku harus bertemu dengannya dan meminta maaf.

“Aku hanya ingin berterima kasih padanya. Aku pikir dia seperti perempuan lainnya, akan menyukai bunga. Tapi ternyata seperti ini akhirnya. Bisa berikan aku kontak atau alamatnya? Aku ingin meminta maaf padanya.”

Adam tertawa, “Hahaha, usaha dong, bro. Aku tidak tahu nomornya, aku terbiasa berkomunikasi dengannya melalui Silvi. Dan hanya Silvi yang tahu keberadaannya. Silvi sudah janji padanya, untuk tidak memberikan kontak dan alamatnya kepada orang lain, termasuk diriku.”

Aku benar-benar merasa tidak ada gunanya meminta tolong padanya, langsung saja kumatikan ponselku. Aku bingung. Kenapa harus bunga? Kenapa harus bunga yang menjadi pilihan pertama yang kupikirkan sebagai hadiah ucapan terima kasihku padanya?

Pikiranku tentang kesukaannya yang sama dengan perempuan lainnya, ternyata salah besar. Dia memang perempuan yang aneh dan memiliki alergi pada serbuk bunga. Akan ku catat ini dalam ingatanku agar aku tidak membuat kekacauan seperti ini lagi.

AUTHOR POV

Tok... Tok... Tok...

Grace membuka pintu kost nya dan melihat seseorang dengan wajah khawatir menyambar lengannya dan menariknya ke kursi tamu untuk melihat keadaannya. Dia hanya diam dan mengangguk memperhatikan kekhawatiran Silvia kepadanya.

“Masih gatal kulitmu? Bagian mana yang masih terasa gatal? Lihatlah, sampai memerah begini. Haduh, yuk, buruan. Kita cek ke Dokter. Siap-siap gih, kutunggu kamu disini. Hanya 10 menit. Kamu harus mau ikut aku untuk mengecek penyakitmu ini, jangan sampai nanti tambah parah pula.” Silvia mengoceh dan mendorong Grace

masuk ke dalam kamarnya.

Setelah berganti pakaian, Grace langsung di tarik Silvia keluar kost nya dan masuk ke dalam mobil. Silvia membawa Grace kepada Dokter kulit kenalannya. Grace hanya terdiam mendengar penjelasan Dokter tersebut.

“Sebelum kejadian ini, kapan terakhir kali Grace mengalami alergi?”

“Sekitar dua tahun lalu, Dok. Saat menemani teman sekampus membeli bunga di toko bunga. Waktu itu, saya memang hanya menunggunya di luar toko bunga dan alerginya tidak separah ini, Dok.”

“Baiklah, apa saja gejala yang Grace rasakan?”

“Bersin-bersin, mata berair, dan gatal pada kulit hingga muncul ruam-ruam merah di bagian tangan, kaki, dan punggung, Dok.”

“Apakah Grace ada merasa gatal di lidah atau sakit perut hingga diare?”

“Tidak, Dok. Mungkin karena saya sudah mengonsumsi obat alergan ini, dok.” Grace pun

menunjukkan obat-obatan itu kepada Dokter.

“Oke baiklah, Grace. Ini resep obat dari saya, dikonsumsi sampai habis ya. Obat alergan yang Grace beli ini, masih harus tetap dikonsumsi sampai ruam nya hilang ya. Obat ini juga bagus untuk menghilangkan efek alerginya. Semoga cepat sembuh ya, Grace.”

Dokter itu langsung berdiri dan mengulurkan tangannya pada Grace dan Silvia. Grace dan Silvia pun menyambut uluran tangan sang Dokter, “Terimakasih, Dok.”

“Tunggu sebentar ya, Grace, ku tebus dulu obatmu ini. Percayalah, Dokter itu teman lama papaku, dia sangat berbakat.” Grace hanya mengangguk dan duduk menunggu Silvia dikursi tunggu. Beginilah sikap Silvia terhadap Grace, dia akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu orang-orang terdekatnya.

Seharian ini, Silvia menemani Grace di kost-an. Mereka akan memesan makanan melalui aplikasi online dan menyantapnya bersama. Grace sangat bersyukur karena masih ada orang-orang yang perhatian padanya.

“Kak Sil, ini sudah sore lho, kenapa belum pulang?” Grace khawatir kalau Silvia akan kelamaan pulangnya.

“Grace, mulai tadi malam, ada seseorang yang meminta kontakmu padaku. Dia laki-laki bodoh yang sudah membuatmu seperti ini. Apakah aku harus menolaknya? Atau...”

“Biarkan saja, kak. Gak usah ditanggapin. Memangnya kakak kenal dengannya?”

“Yah, bisa dibilang kenal dekat. Dia kan teman Adam.”

“Wah, berarti suami kakak yang menyuruhnya memberikanku bunga karena tahu aku alergi

bunga?”

“Eits, jangan langsung nuduh gitu dong, Grace. Si Adam ajah baru tahu saat temannya itu menelepon dan bertanya padanya karena penasaran kenapa kamu meninggalkannya tanpa mengucap sepatah katapun setelah dia menyodorkan bunga itu. Dia memang bodoh, dia mengira bahwa semua perempuan itu sama-sama suka dengan bunga.”

Silvia jelas-jelas tidak suka saat suaminya dijadikan kambing-hitam seperti itu oleh Grace. Setelah lama berbincang, akhirnya Silvia pamit pulang ke rumah. Dia berjanji pada Grace bahwa dia akan kembali lagi besok melihat kondisinya.

Begitulah selama tiga hari berturut-turut. Grace tidak diizinkan Silvia untuk pergi ke kampus sebelum ruam-ruam pada kulitnya benar-benar menghilang.

**********

“Gimana keadaannya saat ini, bro? Apakah dia sudah masuk kerja?” Tanya orang seberang telepon Adam.

Adam hanya menjawab dengan santai, “Dia baik-baik saja, selama tiga hari ini ada Silvia yang menjaganya. Katanya sih, mulai besok dia sudah mulai bekerja dan kuliah seperti biasa.”

“Dia pulang kerja jam berapa? Tolong beritahu aku. Biar aku bisa atur jadwalku untuk meminta maaf padanya.” Tanya Arion dengan gaya memohonnya pada Adam.

Adam terkekeh dan menjawab, “Dia biasa pulang jam 4 sore dan langsung menuju kampusnya. Kau boleh menemuinya, tapi jangan pernah membawa bunga lagi untuknya. Ingat itu.”

Arion pun mengucapkan terimakasih dan menutup sambungan telepon tersebut. Dia mengetik pesan kepada Asistennya.

To Steve :

Bro, besok kosongkan jadwalku pukul setengah empat, ya. Aku ada janji dan akan mengendarai mobil sendiri. Jangan bertanya apapun.

From Steve :

Oke.

GRACE POV

“Yeay, hari ini aku sudah bisa keluar kost-an. Aku sudah merasa sangat bosan selama tiga hari ini.”

Aku gak boleh telat nih, ini juga, alat tempur selama bimbingan nanti harus benar-benar dipersiapkan. Jangan sampai ada yang ketinggalan.

Begitu tiba di pintu masuk Restoran, aku kaget setengah mati. Adam menarikku tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya dan berkata, “Grace, bagaimana keadaanmu? Kakak sangat merindukanmu. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku? Silvia melarangku untuk menjengukmu.”

“Hei, jangan ucap kata rindu padaku seperti itu. Dan ini hanya sekadar alergi biasa, kak. Hanya membutuhkan tiga hari saja, aku sudah sembuh. Lihatlah, aku sehat-sehat saja saat ini.” Jawabku sambil merentangkan tanganku dan memutar tubuhku perlahan, agar dia bisa melihat bahwa aku sudah baik-baik saja.

Dia terkekeh dan berkata, “Oke, baiklah. Aku sudah yakin sekarang kalau kamu memang sudah sehat sepenuhnya setelah melihatmu berputar seperti itu.”

Langsung saja aku keluar dari ruangannya dan mengganti pakaianku dengan seragam kerja. Aku memulai hariku dengan bekerja.

Sore hari....

Sudah waktunya aku bergegas ke kampus saat ini. Tidak lupa, aku meminta izin pada atasanku, “Kak, aku pamitan ya, buru-buru ini, mau bimbingan dulu, dahhh.” Aku melambaikan tanganku keluar dari ruangannya.

Saat aku melangkahkan kakiku keluar pintu Restoran menuju halte bus, aku melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat disebelah kananku. Aku melirik mendapati kaca spion nya terbuka secara perlahan. Aku cukup terkejut melihat wajah itu lagi.

Dia, Arion Gavin Melviano. Yang memperkenalkan dirinya hanya menggunakan nama tengahnya padaku. Hari ini aku menyadari ada kejanggalan dari pandangan rekan kerjaku, apalagi rekan kerja perempuan. Jadi, aku sempat menanyakan kejanggalan tersebut kepada rekan kerja yang baik padaku di Restoran. Dia menceritakan padaku siapa sebenarnya lelaki yang berdiri dan memanggil-manggil namaku saat aku bekerja pada shift malam empat hari lalu.

Dia memang tergolong sangat tampan dengan penampilannya yang bersetelan jas berwarna biru gelap dipadukan dengan kemeja putih pada saat ini. Aku tidak menyangka pernah menolong seorang kaya seperti dia dengan cara yang aneh pula.

Lamunanku buyar setelah dia membukakan pintu mobilnya dan menyuruhku untuk ikut dengannya.

“Grace, aku akan mengantarmu sampai kampus. Biarkan aku menebus kesalahanku untuk kejadian beberapa hari lalu. Sungguh, aku sama sekali tidak tahu mengenai alergimu itu.” Lelaki dihadapanku ini sudah menyita semua perhatian orang-orang sekitar kami.

Aku tidak suka dengan tatapan orang-orang sekitar yang seperti ingin melahapku. Selalu saja begini kalau dia berada di dekatku. Dengan segera, aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Yah, terlebih lagi, jangan menolak permintaan maaf seseorang pada kita.

Karena di dalam mobil terasa canggung, aku membuka pembicaraan diantara kami. Aku menanyakan hal yang membuatku penasaran, tetapi hal itu yang membuatnya sangat terkejut sampai mengerem mobilnya secara mendadak.

“Kenapa saat memperkenalkan diri padaku waktu di taman itu, kamu hanya menyebut nama tengahmu Arion Gavin Melviano?”

Terpopuler

Comments

🌼 Nie-tha 🌼

🌼 Nie-tha 🌼

gk sopan lo grace

2020-11-02

0

Maria Darmawati

Maria Darmawati

lanjut

2020-07-02

0

senja

senja

kl beneran pengen pedekate, jangan minta nomer ke orglain dong langsung aja minta ke Empunya, jan cemen, wkwk

2020-01-31

3

lihat semua
Episodes
1 01
2 02
3 03
4 04
5 05
6 06
7 07
8 08
9 09
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35
36 36
37 37
38 38
39 39
40 40
41 41
42 42
43 43
44 44
45 45
46 46
47 47
48 48
49 49
50 50
51 51
52 52
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70 *SPECIAL MOMENT*
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 TPG - AR GR - Pgm.Eps.80
87 86
88 87
89 88
90 89
91 90
92 91
93 92
94 93
95 94
96 95
97 96
98 97
99 98
100 99
101 100 WED'DAY AR&GR
102 TPG2_101
103 TPG2_102
104 TPG2_103
105 TPG2_104
106 TPG2_105
107 TPG2_106
108 TPG2_107
109 TPG2_108
110 TPG2_109
111 TPG2_110
112 TPG2_111
113 TPG2_112
114 TPG2_113
115 TPG2_114
116 TPG2_115
117 TPG2_116
118 TPG2_117
119 TPG2_118
120 TPG2_119
121 TPG2_120
122 TPG 121
123 TPG2_122
124 TPG2_123
125 TPG2_124
126 TPG2_125
127 TPG2_126
128 TPG2_127
129 TPG2_128
130 TPG2_129
131 TPG2_130
132 TPG2_131
133 TPG2_132
134 TPG2_133
135 TPG2_134
136 TPG2_135
137 TPG2_136
138 TPG2_137
139 TPG2_138
140 TPG2_139
141 TPG2_140
142 TPG2_141
143 TPG2_142
144 TPG2_143
145 TPG2_144
146 TPG2_145
147 TPG2_146
148 TPG2_147
149 TPG2_148
150 TPG 149
151 TPG2_150
152 TPG2_151
153 TPG2_152
154 TPG2_153
155 TPG2_154
156 TPG2_155
157 TPG2_156
158 TPG2_157
159 TPG2_158
160 TPG2_159
161 TPG2_160
162 TPG2_161
163 TPG2_162
164 TPG2_163 Ending~
Episodes

Updated 164 Episodes

1
01
2
02
3
03
4
04
5
05
6
06
7
07
8
08
9
09
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70 *SPECIAL MOMENT*
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
TPG - AR GR - Pgm.Eps.80
87
86
88
87
89
88
90
89
91
90
92
91
93
92
94
93
95
94
96
95
97
96
98
97
99
98
100
99
101
100 WED'DAY AR&GR
102
TPG2_101
103
TPG2_102
104
TPG2_103
105
TPG2_104
106
TPG2_105
107
TPG2_106
108
TPG2_107
109
TPG2_108
110
TPG2_109
111
TPG2_110
112
TPG2_111
113
TPG2_112
114
TPG2_113
115
TPG2_114
116
TPG2_115
117
TPG2_116
118
TPG2_117
119
TPG2_118
120
TPG2_119
121
TPG2_120
122
TPG 121
123
TPG2_122
124
TPG2_123
125
TPG2_124
126
TPG2_125
127
TPG2_126
128
TPG2_127
129
TPG2_128
130
TPG2_129
131
TPG2_130
132
TPG2_131
133
TPG2_132
134
TPG2_133
135
TPG2_134
136
TPG2_135
137
TPG2_136
138
TPG2_137
139
TPG2_138
140
TPG2_139
141
TPG2_140
142
TPG2_141
143
TPG2_142
144
TPG2_143
145
TPG2_144
146
TPG2_145
147
TPG2_146
148
TPG2_147
149
TPG2_148
150
TPG 149
151
TPG2_150
152
TPG2_151
153
TPG2_152
154
TPG2_153
155
TPG2_154
156
TPG2_155
157
TPG2_156
158
TPG2_157
159
TPG2_158
160
TPG2_159
161
TPG2_160
162
TPG2_161
163
TPG2_162
164
TPG2_163 Ending~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!