"Ar, kuatkan dirimu melihat semua ini." Kata Adam sambil menepuk bahu orang di sebelahnya untuk menyadarkannya dari lamunannya saat ini.
"Bro, kamu gila? Membiarkan mereka berdua mengahadapi belasan preman begitu. Aku tidak habis pikir padamu." Kekhawatiran Arion mulai meledak. Dia tidak bisa melihat Grace yang harus melawan preman-preman itu.
Adam masih saja menahannya dengan kuat, "Jangan kesana. Kamu akan mengganggu konsentrasi mereka. Percaya saja pada mereka. Aku kan sudah bilang, ini saat yang tepat padamu untuk melihat sisi lain dari Grace."
"Tapi kakinya belum sembuh total, Bro. Aku khawatir. Kita pun bisa menghadapi preman-preman itu, tidak harus bersembunyi seperti ini." Arion mulai kesal pada orang disebelahnya.
"Sssttt... Tenangkan dirimu Arion, kita akan menolong mereka, jika mereka memang membutuhkannya nanti.
Percaya padaku. Aku juga peduli pada Grace, tapi ada yang ingin kutunjukkan padamu. Sisi lain yang belum pernah kamu tahu dari Grace jika dia merasa terganggu."
Arion mulai diam memperhatikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhirnya dia membelalakkan matanya
melihat apa yang terjadi di depan matanya.
Preman itu lebih tertarik dengan kecantikan Grace. Salah seorang dari mereka mendekati dan memegang dagunya.
BUGH..!!
Wow, preman tersungkur ke tanah, mulut dan hidungnya mengalir banyak darah, mungkin giginya ada yang copot juga.
Yang lainnya mendekati Anne, dan ya, dua orang itu terpelanting jauh karena tendangannya dan mengalami cidera dan pendarahan cukup parah karena badannya membentur tembok gang yang cukup kokoh.
BUGH..!! BUGH..!! BUGH..!!
"Akh, preman-preman payah loe-loe pada. Ngelawan kami aja gak bisa." Kata Anne dengan sombongnya. Dia menumbuk beberapa kali pada wajah dan menendang alat vital beberapa preman dengan lututnya..
KRETEK..!!
"Grace, jangan kejam kali la cara loe pelintirin tangan anak orang. Ngeri gue dengar suaranya. Hahaha.." Masih bisa aja si Anne bercanda disaat seperti ini.
"Gara-gara mau nemeni kamu nih, kita jadi jumpa preman kelas teri macem mereka. Kurang seru, Ann. Tuh, tinggal beberapa orang lagi. Kamu aja yang urus, kakiku sudah mulai terasa nyeri, Ann."
Sudah cukup bagi Grace memukul lima preman. Dia merasa nyeri dibagian luka dikaki kirinya.
"Awas Grace..!!" Teriak Anne melihat sisi kanan Grace, ada seorang preman membawa pisau kecil yang diarahkan padanya.
GEDEBUK..!!
"Hampir saja. Kamu sih, ngagetin aku saja." Grace menendang lelaki itu menggunakan kaki kanannya dengan posisi agak membungkuk agar kakinya mengarah ke atas. Tendangannya tepat sasaran didagunya sehingga dia tercampak dan terjatuh cukup jauh. Untung saja kakinya panjang, dia jadi bisa lebih dulu menendang preman itu sebelum lebih dekat dengannya.
"Maunya sih tadi, bertarung tanpa menggunakan kaki, tapi kamu keterlaluan, bawa pisau seperti itu." Setelah mengucapkan kekesalannya, dia sedikit meringis kesakitan. Mungkin kaki kirinya terasa semakin perih setelah menahan tubuhnya saat melayangkan tendangan tadi.
DUGGH..!!
"Ini hadiah terakhir dari ku, berani sekali preman seperti kalian bawa-bawa pisau hanya untuk melawan seorang perempuan. Cèmèn." Anne menumbuk uluh hati beberapa preman lagi hingga dia memuntahkan carian kental dari mulutnya.
Anne segera membereskan sisanya dengan kemampuan bela dirinya. Meskipun mereka melawan belasan preman, mereka tidak kelihatan lelah. Mereka berdua tersenyum sinis pada semua preman yang hampir pingsan itu.
"Grace, gue sudah puas menghajar kesebelasan preman teri yang sudah tergeletak di depan gue ini. Hahaha.. Yuk, kita pergi dari sini. Nanti kita jadi telat banget nih." Anne membanggakan dirinya pada Grace, karena yang dia hajar lebih banyak daripada Grace.
Grace melepaskan sarung tangannya dan membuangnya ke tempat sampah terdekat. Anne juga melakukan hal yang sama. Mereka tidak menyimpan barang yang sudah berlumuran darah milik orang lain.
Anne menarik tangan Grace seolah Grace menggandeng tangannya. Dia tau kalau kaki Grace sudah terasa lebih nyeri dari sebelumnya setelah melihat wajah grace yang agak pucat.
Tapi, perjalanan mereka tidak boleh di tunda lagi, mereka harus segera menepati janji mereka untuk menemui seniornya. Anne membantu Grace berjalan senyaman mungkin. Hingga akhirnya mereka tiba ditujuannya.
Saat mereka melewati preman A yang kemungkinan pemimpin preman itu, Grace menyempatkan diri berbicara padanya, "Katakan pada orang yang sudah membayar kalian itu, jangan lagi menyuruh orang-orang tidak berguna
seperti kalian untuk menghadapi kami. Kalau dia ingin menyelesaikan masalahnya, datang saja temui kami, jangan bersembunyi dan malah dengan sia-sia membayar orang-orang seperti kalian ini."
ARION POV
'Apa-apaan ini? Belasan preman bisa mereka hajar sampai seperti ini? Dan hanya berdua?'
Aku tidak bisa lagi menganggap Grace seperti perempuan lainnya. 'Dia itu berbeda, ya, berbeda. Dia juga bisa jaga diri dengan ilmu bela dirinya itu. Memang luar biasa..!!'
"Sejak kapan kamu tau kalau Grace bisa bela diri, Bro?" Aku bertanya karena cukup penasaran dengan hal yang kulihat barusan.
"Sebenarnya aku pernah salah menganggapnya sebagai Silvia. Hehehe.. Sewaktu aku menjemput Silvia di kampusnya, dia berdiri di bawah pohon mengenakan almamaternya. Aku keluar dari mobil dan pergi ke arah pohon itu. Aku berniat memberikan kejutan padanya dengan memeluknya dari belakang. Tapi..."
"Tapi, yang kamu peluk itu Grace?" Aku menaikkan sebelah alis mataku padanya.
"Ya..!! Kamu benar..!! Dan aku di bantingnya dari belakanganya ke arah depannya. Aku benar-benar tersiksa saat itu. Untung saja aku terbanting di rerumputan, kalau sempat di aspal? Kurasa patah tulang punggungku dibuatnya. Saat berjalan ke arah pohon itu, aku benar-benar tidak melihat perginya Silvia untuk membeli minuman dan malah meninggalkan Grace yang juga mengenakan almamaternya sendirian di bawah pohon itu." Adam mengatakannya sambil tertawa.
"Mana ponselku? Aku mau memanggil anak buahku untuk mengurus mereka. Aku ingin tau detail tentang perbuatan mereka dan memberi mereka sedikit pelajaran."
Aku menerima ponselku dari Adam. Dia melihat-lihat keadaan masing-masing dari ketujuhbelas preman itu. Mereka bertarung tujuh belas banding dua pun tetap kalah.
Tidak berapa lama, beberapa anak buahku datang, "Bawa mereka semua ke tempat biasa. Dan yang dua ini, kalian interogasi. Apa maksud dan tujuan penyerangan ini. Aku ingin tau semuanya."
Aku menunjuk dua preman yang di awal pertemuan banyak berceloteh, tapi malah kalah di awal pertarungan juga. 'Sepertinya mereka ini adalah ketua géng nya'.
Setelah melihat anak buahku mendapat perintah dariku, Adam menarik lenganku untuk melanjutkan perjalanan kami mengikuti Anne dan Grace. Kami melihat mereka bergandengan tangan.
"Apa mungkin luka dikaki kiri Grace terbuka jahitannya? Kenapa Anne sepertinya membantunya berjalan. Bukannya lukanya sudah baik-baik saja, makanya dia pulang ke kostnya, Bro?" Tanyaku pada Adam.
Adam memperhatikan Grace dengan seksama, "Kaki kirinya tidak mengeluarkan darah tuh, tidak mungkin jahitannya terbuka, karena Silvia mengatakan jahitan di kakinya Grace sudah kering. Dia bertarung hanya menggunakan kaki kanannya di akhir pertarungan. Mungkin luka nya hanya terasa perih saat bertarung tadi."
"Ternyata di ujung lorong ini terdapat Café yang cukup mewah. Mereka mau menemui siapa? Kita pantau dari sini saja dehh.." Kata Adam setelah melihat Anne dan Grace memasuki sebuah gedung.
Aku memperhatikan arah mereka berjalan. Mereka duduk di pojok dekat parkiran, sehingga kami bisa melihatnya dengan jelas. Mereka menemui tiga lelaki yang sepertinya kenalan mereka.
Ku lihat Anne membuka laptopnya dan mengarahkannya pada lelaki itu. Mereka sepertinya membahas hal yang serius.
Setelah kuperhatikan, ada seorang dari mereka yang memandang Grace dengan tatapan suka. Padahal Grace hanya memandang minumannya. Kemungkinan Anne yang meminta Grace menemaninya menemui lelaki itu.
Aku tidak suka melihat hal seperti itu, jadi kutarik tangan Adam dan kembali ke tempat kami memarkir mobil. Aku tidak mau nanti rasa cemburuku malah membawaku ke tempat grace berada dan mengeluarkannya dari sana.
"Hahaha.. Baru segitu, sudah cemburu?" Tanya Adam dengan gaya jahilnya.
"Ya, begitulah." Jawabku singkat.
Drrrt... Drrrt... Drrrt...
"Mom menelepon nih, Bro. Harus bilang apa?" Aku bingung mau bilang apa sama Mom.
Adam hanya mengangkat kedua bahunya dengan senyumannya yang membuatku semakin kebingungan.
"Halo, Mom." Tanyaku setelah menerima panggilannya.
"Gimana, nak. Apa sudah ketemu Grace nya?"
"Grace nya sudah kelihatan sih, Mom. Tapi dia pergi ke Café dengan temannya menemui seseorang." Kataku dengan hati-hati.
"Pokoknya, usahakan Grace datang kemari ya, Ar. Dad ingin bertemu dengan gadis pilihanmu." Kata Dad yang mungkin mendengar percakapan kami.
Panggilan pun berakhir sebelum aku bilang apa-apa. Tiba-tiba ku dengar Adam menelepon seseorang.
"Honey, bisa aku minta tolong padamu?"
Ternyata dia menelepon istrinya, dia tau kami ini pasti susah membujuk Grace ikut makan malam bersama kami.
"....."
"Bilang pada Grace untuk makan malam bersama kita, kami sudah tiba di tempat biasa parkir di luar gerbang kampusnya."
"....."
"Thanks a lot Honey."
Panggilannya berakhjr begitu saja. Aku tau intinya Silvia setuju untuk membantu kami. Agar kedatangan kami tidak sia-sia.
Sekitar 10 menit menunggu, muncullah kedua perempuan yang kami buntuti tadi dari gang kecil itu. Mereka berjalan ke arah kami. Dan kulihat Grace sudah bisa berjalan sendiri.
"Hai, kata kak Sil, kalian datang untuk menjemputku?" Kata Grace pada kami berdua.
"Ya, Grace. Kami mengadakan sedikit acara makan malam bersama untuk perpisahan kita sekaligus untuk kaki mu yang sudah sembuh itu." Kata Adam dengan gamblang.
Grace berpikir sejenak dan mengangguk tanda setuju, "Baiklah, aku akan ikut. Tapi nanti antar aku pulang ke kost
ya, kak. Ada hal penting yang harus aku kerjakan."
Adam menyetujui permintaannya. Toh, juga ini hanya acara makan malam. Kami pun masuk ke dalam mobil. Aku duduk disebelah supir dan Grace duduk tepat di kursi belakangku.
'Rupanya dia lebih suka duduk di bangku sebelah kanan.' Pikiranku hanya memikirkannya terus-menerus.
Padahal orangnya berada tepat di belakangku.
"Kenapa arahnya bukan ke arah rumah Kak Adam? Bukannya kita makan malam dirumah Kak Adam ya? Kayaknya tadi Kak Silvi bilangnya dirumah."
'Grace sudah menyadarinya, gimana jelaskannya? Mommy sih, entah kenapa buat orang lain jadi susah karena permintaannya. Macam mau memperkenalkan menantu dengan mertuanya. Padahal perasaanku kan masih bertepuk sebelah tangan.' Aku sibuk dengan pikiranku yang sedang kacau.
"Kita kerumah satu lagi, Grace. Kamu kan tahu kalau Silvia terkadang kerumah orangtuanya yang membesarkannya? Kita akan kesana."
Grace hanya ber'Oh'ria mendengar penuturan Adam. Kelihatannya Dia tahu banyak tentang Silvia. Tapi, kenapa dia sepertinya masih tidak tahu tentang kami yang masih sepupuan ya? Apa Silvia tidak pernah mengatakannya?
**********
"Hai, Grace. Selamat datang." Silvia langsung menjemput Grace dari dalam mobil.
"Hai, Kak Sil. Tumben banget lho, Kak Sil mengajakku kesini." Dengan senyumnya, dia menyapa Silvia. Keduanya memasuki pintu utama meninggalakan kami dibelakangnya.
"Hai, sayang, kita ketemu lagi." Mom muncul dari dalam menyambut kedatangan Grace.
"Mom disini juga?" Grace bertanya pada Silvia.
Silvia menjawab dengan senyuman sambil merangkul Grace, "Iya, Grace. Kan Mommy orangtuaku yang sudah membesarkan aku. Mommy memang tinggal disini bersama Daddy."
"Jadi, masih ada lagi selain kita?" Grace penasaran sampai segitunya.
"Iya, sayang. Masih ada Daddy di dalam. Yuk, masuk. Jangan sungkan gitu."
Mom kebiasaan dehh, main tarik anak orang saja, anak sendiri dilupakan begini. Aku memang tidak paham dengan isi kepala Mom ini. Padahal sudah diperingatkan berulang kali, untuk tidak bertindak yang aneh-aneh.
"Halo, anak Daddy semuanya. Kenapa lama sekali kalian datang?" Daddy mendekati Mom yang menggandeng Grace ke arah nya, "Ini yang namanya Grace ya? Salam kenal Grace. Panggilnya Dad saja, sama seperti mereka."
"Salam kenal juga, Dad." Grace melihat ke arah Silvia, mungkin dia merasa canggung karena jumpa orangtua yang aneh begini -menurutku-.
"Ayo, semua. Saatnya makan malam." Ajakan Mom di setujui semuanya. Kami pun makan dengan tenang.
Grace tidak seperti perempuan lainnya. Pertama kali ke Mansion mewah dengan perabot yang mewah begini, aku tidak ada melihatnya memasang wajah heran ataupun kagum sedikitpun. Apa dia benar anak dari keluarga yang biasa saja?
Selesai makan, Mom membuka pembicaraan dengan Grace, "Grace, Mom ada sesuatu untukmu, hanya untuk mengobati bekas lukamu itu, nak. Nanti Arion yang akan kasih ke kamu saja, ya. Mom mau temeni Dad
dulu ke ruang kerja nya."
Grace hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih pada Mom. Mom segera menyusul Dad yang tadi sudah pamitan untuk ke ruang kerjanya. Ada beberapa hal yang harus di kerjakan Daddy.
Adam dan silvia juga pamitan pulang, karena mereka mau bertemu dengan teman lama Adam. Mereka janjian sekitar setengah jam dari sekarang.
Aku hanya mengajak Grace ke taman belakang, ku suruh dia duduk di kursi taman menungguku mengambil barang titipan Mommy. Mom memang sengaja menitipkannya padaku, karena dia ingin aku menjadi lebih dekat dengannya.
"Grace, ini ada setengah lusin obat salep untuk luka. Bekas luka akan hilang kalau kamu rutin mengoleskannya pada kakimu. Mom menitip Dad untuk membelikan ini untukmu. Di terima ya, Grace." Ucapku sambil menyerahkan handbag berisi obat salep itu.
"Aku akan menerimanya dengan senang hati, kan ini pemberian Mom. Oh iya, aku baru ingat. Ada yang mau aku tanyakan padamu."
"Apa itu?"
"Sebenarnya, kamu dan Kak Silvia itu punya hubungan apa sih? Orangtuanya juga kelihatan akrab denganmu. Kok bisa ya?"
'Wah, baru nanya dia. Apa selama ini dia gak sadar kalau aku itu anaknya Mommy? Bukannya dia juga sudah duluan jumpa dengan Mom dikantorku ya?'
"Sebenarnya, mereka itu orangtua kandungku, Grace. Alm.Mama nya Kak Silvia adalah adik kandung Daddy. Jadi, sejak kecelakaan itu, Silvia memang besar bersamaku disini. Kami itu sepupu."
"Ohh, pantes kelihatannya kalian itu akrab banget. Ternyata sepupuan. Okelah, kalau begitu. Aku pamit pulang dulu, ya. Aku harus cepat pulang, biar gak kemaleman sampai di kost nya."
'Masa dia mau pulang sendirian? Memang gak ada rasa takutnya anak ini. Sudah malem gini mau pulang sendiri.' Aku gak habis pikir dengan sifat perempuan ini.
"Grace, biar Ar saja yang mengantarmu pulang. Tidak baik jika pulang malam-malam begini sendirian." Mom and Dad muncul dari arah pintu taman.
"Iya, Grace. Aku antar kamu ya, sekalian aku mau balik ke Apartemenku. Kan daerah sana juga." Aku mencoba meyakinkannya.
Dia menerima ajakanku dan kami pun pamitan dengan Mom and Dad. Selama perjalanan, kami hanya diam mendengar lagu-lagu yang terputar di dalam mobil.
Setelah sampai di depan kost nya Grace, yang ku lihat adalah wajah tidur damainya saat ini. Aku memandangi setiap inchi dari wajahnya. Dia begitu cantik dan manis. Tidak pernah bosan aku memandangnya.
'Gimana caraku membanguninya tanpa mengganggu tidurnya?' Jujur saja, aku bingung karena aku memang belum pernah menghadapi situasi seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Riry Setya
ah nggak mau berhenti baca akunya kak....
2020-09-06
0
Ujang Sunadi
yh kk ini seru bgtttttzzzz
2020-01-30
1
ttttttyyy
kenapa gak di buat film ajaa kk kanseru
2019-10-08
6