Gerbang sekolah hampir ditutup. Saat aku memasuki gerbang, bel masuk sudah berbunyi. Aku bergegas menuju tempat parkir untuk meletakkan sepedaku, lalu berlari kencang menuju kelas. AKu bahkan hampir menabrak seseorang di lorong. Untung saja aku berhasil mengelak.
"Maaf..." kataku sambil terus lari.
SRAK! Aku membuka pintu kelas.
Aku benar-benar tidak tahu bahawa guru sudah datang. Jadi seluruh isi kelas menatapku.
Aku tidak berani menatap teman-teman sekelasku karena aku berusaha menahan rasa maluku. Aku hanya memfokuskan pandanganku pada guru di depanku.
"Kenapa terlambat?" tanya sang guru.
"Tidak ada yang mengantarku..." jawabku lirih.
"Oh?" sang guru mengangkat alisnya. "Benarkah? Kau tidak berbohong?"
Dia menatap ke bawah. "Bagaimana bisa tidak ada yang mengantar bisa membuat sepatumu beda sebelah?"
Aku langsung melihat ke bawah, menatap sepatu yang kupakai. Dan ternyata benar!
Dasar bodoh!! Aku salah memakai sepatu! Aku memakai sepatu beda sebelah!
"HAHAHAHA"
Aku mendengar tawa cekikikan seluruh isi kelas. Aku benar-benar tidak sanggup memandang mereka. Wajahku hanya menunduk menahan rasa malu.
"Ya sudah, duduk sana"
Aku mengangguk dan menuju ke kursiku secara perlahan.
"Lain kali pasang alarm, jangan bergadang, kalau kesiangan kau bisa meminta bantuan orang lain untuk membangunkanmu"
Aku menoleh dengan wajah sedih. Lalu mengangguk pelan setelah mendengar nasihat guru.
Pelajaran dimulai lagi. Semua fokus para murid sudah kembali ke depan kelas, mendengar penjelasan guru.
Aku masih terduduk lemas di kursiku. Ini baru hari kedua dan aku sudah membuat kesan buruk. Benar-benar menyedihkan....
"Sttt...stttt..." aku mendengar seseorang berbisik ke arahku.
Aku menoleh. Orang itu adalah Darwin si bodoh.
Aku langsung mengabaikannya dan menatap ke depan lagi.
PUK! Sebuah gumpalan kertas terlempar tepat di atas kepalaku. Kertas itu langsung meluncur turun tepat di mejaku. Aku melihat sumber pelempar, itu adalah Darwin.
Darwin saat ini menatapku sambil tersenyum geli dengan mengangkat telunjuknya ke arah bibir. Kalau aku lagi mood dan benar-benar ingin melihat pemandangan indah, aku pasti akan terpana. Tapi, sekarang adalah saat yang tidak tepat. Aku sedang tidak mood untuk meladeni candaan bocah nakal ini.
'Ada apa dengan orang ini?' aku berpikir.
Kami bertatapan. Darwin menggoyangkan tangannya. Dia memberiku isyarat untuk membuka gumpalan kertas yang di lemparnya.
Aku secara perlahan membuka gumpalan kertas itu. Dan ada sebuah tulisan "Apa kau kelelahan bermain sepanjang malam? Sampai kesiangan juga?'
SREK! Aku langsung menggulung kertas itu kembali dan meremasnya dengan erat. Apa maksud perkataan bocah ini?
Aku menatap Darwin sedang tertawa cekikikan sambil memegang perutnya. Lalu Shin menatapku dengan senyum sinisnya.
Ada apa dengan dua orang ini? Apa mereka sangat senang mengangguku seperti ini? Dasar kurang aja!
Urat-urat kekesalan mulai muncul di kepalaku. Aku menatap kedua bocah itu.
SHA! Aku melempar gulungan kertas itu ke arah mereka. Tapi sayangnya lemparanku meleset dan mengenai orang lain di barisan depan.
Orang dari barisan depan itu memiliki sosok tinggi dan kekar. Ada banyak rambut halus kecil di dagunya. Dia berperawakan seperti bapak-bapak dan sangat menyeramkan. Kalau aku tidak salah, perannya di dalam komik adalah preman sekolah yang hanya muncul satu adegan. Oke, dia lebih buruk dariku. Tapi setidaknya, di ditakuti.
Aku langsung mengalihkan tatapanku saat aku tahu lemparanku salah sasaran. Aku tidak berani melihat ke arah preman brewokan itu. Aku berpura-pura memasang wajah tidak bersalah dan berpura-pura fokus pada papan tulis di depanku.
"Hahaha..hihihi" Entah kenapa, walaupun tempat duduk kami berjarak, aku masih bisa mendengar tawa cekikan menyebalkan itu. Walaupun hanya sayup-sayup, tetap saja itu menganggu.
Beberapa jam berlalu. Bel istirahat pun berbunyi. Aku benar-benar tidak sadar bahwa satu mata pelajaran sudah terlewati. Kelopak mataku sesekali terbuka, tertutup, karena aku menahan rasa kantuk. Jujur saja, dering bel istirahat itu sedikit menyentakku untuk membuka mata. Tapi, rasa kantuk itu masih menyerang.
"Halo, kelinci" suara dengan nada riang itu menyapaku. Sontak mataku langsung terbuka.
Aku menoleh melihat Darwin dengan senyum riangnya. Shin juga ada di sampingnya dengan ekspresi datar.
Aku tidak mempedulikan sapaan Darwin dan langsung berdiri dari kursiku. Aku langsung berjalan melewati mereka menuju keluar kelas.
"Eh?" Darwin mengernyit bingung saat melihat Nana hanya melintas, tidak peduli pada mereka. "Apa gadis itu marah?" tanyanya sambil menatap Shin.
"Entahlah" Shin menjawab acuh tak acuh, dan ikut melihat punggung Nana yang menjauhi mereka.
"Uh!" Darwin merenggut kesal. "Sama sekali tidak asyik. Aku suka menganggunya karena aku menyukai ekspresinya. Tapi dia sudah kebal ternyata." katanya kecewa.
'Apa aku harus memakai cara lain?' pikirnya.
***
Aku menuju ke lokerku, lalu mengambil sepatu cadangan di dalamnya. Aku menyimpan sepasang sepatu flat berwarna putih sebagai cadangan.
PAK! Aku melempar sepatu itu ke bawah.
Lalu secara perlahan mulai memakainya, dan salah satu tanganku merogoh saku baju untuk mencari ponsel.
Aku menelpon kakakku sambil menutup loker.
PAT! Telepon tersambung. Aku bersandar di loker.
"Kak ~" kataku dengan nada manja.
"...." tidak ada jawaban dari sisi lainnya.
"Kak, kenapa kau pergi tanpa membangunkanku?" aku bertanya serius.
"Aku tidak punya waktu" jawab Ben malas. "Lagipula, salahmu sendiri karena tidur seperti itu."
"Oke, ini memang salahku." aku mengangguk.
"Apa kau akan menjemputku?"
"Aku tidak bisa. Aku sedang ada meeting di luar kota."
"Berapa lama?"
"Dua bulan"
"...." aku tidak merespon.
Bukannya itu terlalu lama?
"Kak, bukannya itu kelamaan? Sebagai kompensasinya, aku minta u..."
TAK! Telepon terputus tiba-tiba. Aku bahkan belum sempat menyelesaikan pembicaraanku! Kakak bodoh itu langsung mematikan telponnya!
Aku menatap ponselku lagi dan menghubungi kakakku untuk kedua kalinya. Tapi TUT TUT TUT! Langsung dimatikan!
"Ck!" aku menggertakan gigiku.
Apa dia begitu sensitif dengan kata uang? Sehingga dia benar-benar menghindari ku untuk meminta uang padanya!
"Dasar pelit!" bentakku sambil memukul kecil loker.
Oh? Bagaimana kalau aku menelpon orang tuaku?
Aku langsung menelpon ibuku, Ny. Rent.
"Ma"
"Ada apa Nana?"
"Apa kau bisa menjemputku?"
"Aku tidak bisa. Kami sedang di luar kota"
Apaaa??? Bukannya mereka baru saja pulang ke rumah kemarin? Tapi sudah pergi keluar kota lagi? Kenapa semua keluarhmga Rent ini sangat suka berpergian?
"Sudah ya, kami sibuk. Aku akan tutup telponnya"
TUT TUT TUT
Telponnya langsung terputus.
Haaa~ aku menghela napas.
Aku jadi tahu kenapa Nana bisa menjadi tokoh antagonis.
Bukankah dia sangat kekurangan kasih sayang keluarga? Sehingga dia tumbuh menjadi gadis arrogan dan sombong. Itu semua karena tidak ada yang menuntunnya. Menunjukkan bahwa tindakan dan perilakunya salah. Yah...itu karena mereka semua sangat workholic.
Bagaimana sekarang? Aku harus pulang dengan sepeda lagi?
"Uuuhhh... kurasa aku harus segera mencari sopir..." aku mengeluh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
elyn
buat nana bisa nyetir mobil spot thor😊
2020-11-21
1
Ritasilviya
lagi lagi thor
2020-11-12
0
Riri~
Ughh.. akhirnyaa up juga nih komik-_
2020-03-01
3