18. Penerimaan

Dengan perasaan yang campur aduk, Diandra mendekati Anyelir yang duduk di ayunan tak jauh dari kursi yang Diandra duduki sebelumnya.

" Jujur sama aku Fir, siapa ayah mereka. Aku gak akan marah kalau kamu jujur."

" Aku sudah jujur Mas. Memang aku tidak tahu siapa ayah mereka."

" Fira... Jujur aku kecewa sama kamu. Aku pikir kamu wanita yang berbeda makanya aku mau ketika orang tuaku memintaku untuk menikahimu. Ternyata kamu gak lebih baik dari mereka. Malah lebih baik mereka yang mengakui dari awal, bukan seperti kamu yang berlagak sok suci." Diandra berucap dengan nada penuh penekanan sambil menahan suaranya.

" Mas, aku bisa jelasin."

" Gak perlu kamu jelasin apapun. Karena kamu memang gak pantas untuk membela diri."

" Mas.." sesak di dada Anyelir mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh suaminya

Namun belum sempat Anyelir memberikan penjelasannya, Diandra sudah mengangkat tubuh Anyelir, membawa Anyelir ke dalam kamarnya dengan langkah tergesa.

" Kalau begitu, aku tidak mau menahan diri lagi Fir. Selama ini aku bertahan karena menghormatimu, tapi ternyata kamu bukan perempuan yang patut dihormati." Kata Diandra sambil menghempas tubuh Anyelir ke atas ranjang. Melepaskan satu persatu yang melekat di tubuh Anyelir dengan rasa marah.

" Mas, tolong dengar dulu penjelasan aku. Mas kan dah janji tidak akan memaksaku kalau aku belum siap." Panik Anyelir sambil berusaha mempertahankan apa yang dilepaskan oleh Diandra. Namun Diandra tidak peduli dengan permohonan Anyelir dan terus memaksakan keinginannya. Anyelir hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Diandra. Menolak pun, itu memang hak Diandra sebagai suaminya. Dia menahan semua rasa sakit yang diberikan Diandra padanya.

" Fir, kamu.." Diandra terkejut mendapati bahwa istrinya memang masih murni. Dialah yang pertama untuk perempuan itu. Diandra merasa benar-benar bersalah karena sudah melakukannya dengan begitu kasar tanpa memberi kesempatan kepada Anyelir untuk membiasakan diri, karena ini yang pertama untuknya. Menyadari hal itu, Diandra mencoba melakukannya dengan lembut agar Anyelir bisa merasakan apa yang dia rasakan. Dan malam itu Diandra tidak melepaskan Anyelir walau sebentar. Diandra seperti menemukan sesuatu yang dia cari dan tak ingin kehilangannya.

Matahari sudah tinggi ketika Anyelir mencoba bangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa remuk karena semalaman Diandra benar-benar tidak melepaskannya. Anyelir mencoba menyingkirkan tangan Diandra yang melingkar diperutnya. Tapi belum sempat Anyelir mampu menyingkirkannya, malah tangan itu semakin erat memeluknya, memaksanya kembali terbaring di samping lelaki itu.

" Mau kemana?"

" Mandi Mas"

" Nanti aja, istirahat aja dulu, temani aku tidur."

" Tapi ini sudah siang Mas. Dan aku sudah tertinggal subuh."

" Maaf ya"

" Hmmm.."

" Maaf untuk semua yang dah kulakuin ke kamu, dan maaf juga tidak percaya sama kamu"

" Aku yang minta maaf Mas. Gak cerita semua ini sama kamu. Tapi yang perlu kamu tahu, selain mereka berdua. Aku juga masih punya tiga anak yang lain Mas. Mas bisa terima itu?"

" Aku harap tidak ada tambahan lagi yang lain ya sayang."

" Memangnya kenapa Mas?"

" Karena aku mau kamu hanya merawat anak-anak kita saja setelah ini"

" Anak-anak kita? Yang bener aja la Mas."

" Aku serius. Aku mau punya anak yang banyak sama kamu. Dan kayaknya harus kita mulai dari sekarang." Kata Diandra sambil memberikan ciuman panas yang terus semakin menuntut.

***

" Al, mulai sekarang kamu yang atur jadwalku. Pindahkan Desi ke kantor cabang di Surabaya. Biar dia bekerja dibawah pengawasan Om Heru."

Apa yang Diandra lakukan saat ini pasti tidak mudah diterima oleh Desi, tapi ini demi kebagian mereka. Demi hubungan Diandra dan Anyelir juga karena walaupun bagaimanapun sabarnya seorang perempuan, mereka akan tetap merasa tersakiti jika suaminya bekerja terlalu dekat dengan perempuan lain yang pernah menjadi teman tidur suaminya. Diandra tidak ingin Anyelir salah memahaminya. Apalagi membencinya.

Seperti dugaan Diandra, Desi langsung datang ke ruangan Diandra ketika Alvin memberitahukan kepindahannya. Alvin mengikuti Desi hingga ke dalam ruangan Diandra.

Perempuan seperti inilah yang membuat Diandra begitu terganggu. Sedari awal sudah ditegaskan posisinya tetapi masih terus berusaha melampaui batasannya.

" Mas apa maksud kamu mindahin aku ke Surabaya? Aku gak mau!"

" Itu terserah kamu. Pindah ke Surabaya atau berhenti. Aku gak maksa. Sedari awal kan sudah pernah aku katakan, jika aku mulai tidak nyaman, maka aku gak mau melihat orang itu lagi."

" Mas.. Memang apa yang membuatmu gak nyaman. Selama ini kamu baik-baik saja sama aku. Sekarang kenapa begini? Aku gak terima."

" Kamu terlalu nekat melewati batasmu Desi. Aku gak suka itu. Sekarang terserah kamu. Pindah atau keluar. Hanya itu pilihanmu."

" Mas, memang salah ya kalau aku suka kamu? Izinkan aku menemanimu sampai kapan pun. Walau kamu masih suka keluyuran di luar aku gak papa asal kamu tetap sama aku Mas.."

" Maaf aku yang gak bisa."

"Mas.."

" Alvin, tolong kamu urus perempuan ini"

Diandra sudah tidak berniat lagi meladeni perempuan itu. Dia hanya ingin semuanya selesai. Kemudian Diandra keluar dari ruangannya, meninggalkan Alvin dan Desi yang masih belum terima dengan keputusan yang sudah dia buat. Dengan suasana hatinya yang rusuh, Diandra menuju basemen dan melajukan mobilnya membelah jalanan yang ramai. Hari masih menunjukkan pukul 12.30, belum waktunya Fira pulang dari tempat kerjanya. Namun, Diandra saat ini membutuhkan Zafira untuk mengurangi beban di kepalanya. Hanya melihatnya saja dapat menenangkannya. Diandra mutuskan untuk menelepon Zafira.

" Hallo, Assalamualaikum.." suara yang dirindukan Diandra terdengar dari seberang telepon.

" Wa'alaikumsalam.."

"Ada apa Mas, tumben jam segini telfon?"

" Pengen makan aja sama kamu, kamu ada waktu?"

" Kebetulan aku lagi di Cafe Awan Mas. Kesini aja. Atau aku yang harus kemana?"

" Aku aja yang kesana."

" Ok ditunggu."

Lima belas menit kemudian, Diandra sampai di Cafe Awan dan langsung menuju tempat yang diberitahukan Anyelir. Di sana Anyelir terlihat sedang mengobrol dengan tiga orang yang Diandra kenal sebagai lelaki idola dengan karier cemerlang, pengusaha yang cukup memiliki nama dan banyak prestasi. Siapa lagi kalau bukan Aldo, Rio dan Roland.

Mereka terlihat berbicara begitu serius. Diandra memutuskan menunggu di tempat yang agak jauh dari mereka, memperhatikan mimik dan gesture mereka dalam berbicara.

Diandra melihat kepatuhan tiga lelaki itu kepada istrinya. Padahal yang Diandra ketahui ketiga lelaki itu adalah sosok dominan yang tidak pernah mengalah dalam hal apa pun. Lalu bagaimana mereka bisa begitu patuh pada istrinya?

Melihat mereka yang terlihat begitu serius membicarakan sesuatu, Diandra memutuskan cukup melihat mereka dari jauh. Dengan melihat istinya dalam jangkauan matanya saja sudah cukup membuatnya tenang.

~Fir, maaf ya aku gak jadi ke sana. Ada rapat mendadak~

Diandra mengirimkan pesan pada Anyelir. Diandra melihat ada raut kecewa di wajah perempuan itu. Namun tak lama kemudian seperti hilang sebelum orang lain menyadari perubahan ekspresinya. Benar-benar perempuan yang pandai menyembunyikan perasaannya sehingga tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan.

tbc

*Setelah berjibaku dengan daring, daring, dan daring beberapa hari ini, akhirnya bisa up juga. Mohon dimaafkan ya kalau authornya gak jelas kapan updatenya.

Tetap beri dukungannya dengan like 👍 vote 🌟 dan komen ya...

Biar tambah semangat..

Selamat Malam*...

Terpopuler

Comments

usermaatre

usermaatre

tetap semangatt sayangkuhh... dan fokus utk 1tujuan ya 💪🤗🤗😂

2021-03-09

1

Vayutanchayank

Vayutanchayank

semangat terus

2020-11-20

1

xia~xiaoling

xia~xiaoling

di tunggu up nya yah thorrr

2020-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!