3. Diandra

Seorang lelaki bernama Diandra Syauqi Pramudyarajasa, sedang meneguk wine langsung dari botolnya. Entah botol keberapa yang sudah ia kosongkan sejak semalam. Pakaian kotor, sampah sisa makanan ringan, beberapa box kosong sisa makanan cepat saji juga masih berserak sejak seminggu yang lalu. Apartemen yang biasanya begitu rapi dan bersih, beberapa bulan ini sudah seperti sarang tikus atau malah seperti tempat pembuangan sampah. Mungkin jika ibunya tidak mengirimkan beberapa orang untuk membersihkannya ketika anaknya pergi, tempat itu benar-benar tidak layak untuk disebut sebagai tempat tinggal, sebagai bagian dari hunian mewah yang tidak semua orang bisa memilikinya. Namun sejak seminggu lalu, Diandra tidak mengizinkan siapapun masuk ke apartemennya, walau apapun kepentingannya. Semakin hari, Diandra semakin menjadi sosok yang tidak memperdulikan apapun yang ada di sekelilingnya. Bahkan perusahaan yang selama ini dia pegang dan perhatikan seperti hidupnya, dibiarkan terbengkalai dan nyaris bangkrut. Untung saja, ayahnya segera mengambil alih agar perusahaan masih tetap berdiri walau tak sekokoh biasanya. Hal ini bermula ketika perempuan yang telah dicintainya sejak lima tahun lalu meninggalkannya untuk lelaki lain yang lebih kaya. Diandra merasa benar-benar dikhianati. Padahal mereka sudah merencanakan pertunangan dan pernikahan mereka. Tapi sebelum semua itu terealisasi, Rachel sudah lebih dulu memilih pergi dari sisinya.

***

Suara ketukan pintu tidak sedikitpun mengusik Diandra yang sudah kehilangan kesadarannya sebagai akibat dari minuman yang sedari tadi dia teguk. Merasa tak mendapat respon, akhirnya sang pengetuk pintu memasukkan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartemen itu. Seorang perempuan paruh baya masuk dengan kesedihan dan keprihatinan yang mendalam melihat anak lelaki kebanggaannya dalam keadaan seperti mayat hidup, kehilangan gairah dan semangatnya.

" Diandra.." panggil perempuan itu dengan penuh kelembutan. Tetapi yang dipanggil masih tetap diam, tak merespon sapaan ibunya.

" Diandra.. sayang, sudah makan Nak?" Selina terus mencoba mengajak bicara anaknya. Tetapi masih belum ada reaksi apapun dari Diandra.

Selina membenahi posisi tidur Diandra di atas sofa. Mengganjal kepala anaknya yang hampir terjuntai ke lantai dengan bantal. Kemudian Selina mencoba membereskan semua kekacauan yang ada di sana. Tak berselang lama, Bi Siti dengan dua orang rekannya datang membantu sambil membawa beberapa bahan makanan, buah-buahan, sayur, daging, dan kelengkapan lainnya untuk mengisi kulkas. Selina dibantu Bi Siti memasak untuk makan siang , sedang dua orang yang datang bersama Bi Siti langsung membereskan dan membersihkan tempat itu.

***

Diandra terbangun dari efek mabuknya tepat ketika hari menjelang sore. Dengan kepala yang masih berat dan tubuh sempoyongan, Diandra beranjak ke kamar untuk membersihkan diri. Air dingin yang menyiram tubuh dan kepala Diandra memberikan sedikit kesegaran. Seakan membawa lelahnya ikut luruh bersama air yang mengalir.

Diandra meraih pakaian dari lemari kemudian melempar handuk sembarangan. Tak berapa lama Diandra telah rapi dengan celana jeans dan kemeja yang digulung sebatas siku. Menyisir rambutnya sembarangan serta menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.

Tanpa mengetuk pintu, Selina masuk ke kamar anaknya itu. Memungut pakaian kotor dan handuk basah yang di teronggok di lantai.

" Diandra, anak ibu. Mau kemana jam segini sudah rapi?" Tanya Selina sambil memegang bahu Diandra.

" Ibu.." ucap Diandra tak mampu menutupi keterkejutannya.

" Iya.. ibu Nak" jawab Selina.

" Ibu kapan datang?" Tanya Diandra bingung.

" Pertanyaan apa itu Nak? Ibu sudah dari tadi pagi datang, saat kamu tak sadarkan diri di atas sofa." Lirih Selina tak mampu menahan air mata. Melihat hal itu, Diandra benar-benar merasa bersalah.

" Maafkan Diandra ibu, Diandra menjadi anak yang selalu membuat ibu bersedih. Diandra masih belum bisa menerima keputusan Rachel untuk pergi." Kata Diandra

" Tapi jalan yang kamu pilih keliru Nak. Semua ini memang sudah kehendak sang pencipta. Bukannya seharusnya kamu bersyukur Rachel pergi sebelum kalian menikah. Hal ini menunjukkan bahwa Rachel bukan jodoh yang tepat untukmu Nak."

" Rachel itu segalanya buat Diandra Bu. Diandra pengen tua bareng sama dia."

" Ibu cuma bisa ngingetin Nak. Masih banyak perempuan lain yang baik di luar sana."

" Tapi tidak akan sama dengan Rachel Bu."

" Terserah kamu mau berpikir apa Nak. Tapi yang jelas, masih banyak perempuan yang pasti lebih baik dari Rachel. Percaya sama ibu ya Nak" kata Selina sambil menepuk-nepuk bahu anaknya seakan mencoba memberikan kekuatan.

" Ayo makan dulu ya Nak. Nanti setelah makan temani ibu ke rumah seseorang." Tanpa persetujuan Selina menarik pelan tangan Diandra menuju meja makan. Sementara Diandra tak sanggup untuk menolaknya karena memang perutnya sudah begitu perih belum terisi makanan sejak semalam.

" Memang mau kemana kita Bu?" Tanya Diandra sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

" Ke rumah teman ibu. Ibu sudah lama tidak bertemu mereka, nanti kita ke sana sama Ayah. Sekarang ayah masih rapat, mungkin sebentar lagi akan menyusul kita ke sini."

" Kenapa bukan ibu sama ayah aja yang pergi? Diandra dah janji sama Vito buat ke club Bu." Diandra mencoba menolak ajakan ibunya.

" Tolong berhenti dengan kekeliruanmu itu Nak. Sayangi juga tubuhmu. Kalau setiap malam kamu keluar masuk club. Mabuk. Bahkan tidur dengan orang yang tidak halal untukmu. Bukannya kamu juga sedang menyeret ibu dan ayah semakin mendekati api neraka Nak?" Selina tak mampu menahan air mata yang semakin menderas. Meletakkan sendok dan garpu di atas piring, tak lagi berselera untuk menyuapkan sisa makanan di atas piring. Meneguk segelas air dan melangkah ke sofa.

" Ibu, maafkan Diandra. Tolong habiskan dulu makanannya. Diandra gak mau kalau ibu nanti sakit." Pinta Diandra dengan rasa bersalah. Meninggalkan makanannya dan duduk di dekat kaki ibunya.

" Mungkin lebih baik ibu sakit dan segera dipanggil Allah Nak. Daripada ibu harus menyaksikan anak kesayangan ibu, kebanggaan ibu, terus masuk dalam dosa dan kemaksiatan. Coba setiap kamu akan melakukannya, kamu ingat ada ayah dan ibu. Ada adik perempuanmu. Apa kamu tidak marah dan kecewa jika adikmu yang dipermainkan oleh orang lain. Ibu lebih baik mati Nak." Tutur perempuan itu dengan air mata yang terus membanjir tanpa henti.

Diandra merasa sesak sebab semua perkataan ibunya benar- benar menusuk hatinya. Diandra belum siap jika ibunya pergi. Diandra merasa menjadi orang yang gagal dan kalah.

" Maafkan Diandra ibu. Maafkan.." hanya kata itu yang mampu Diandra ucapkan. Sambil mengingat semua kesalahan dan dosa yang telah membuatnya menjadi orang yang berbeda.

" Ibu akan memaafkanmu, jika kamu kembali menjadi putra ibu yang dulu, yang selalu menjalani hidupnya dengan optimis dan melakukan segala sesuatu dengan tepat. Bukan lelaki lemah yang selalu berteman dengan alkohol dan wanita malam. Ibu hanya ingin itu Nak."

" Diandra juga ingin begitu Bu, tapi Diandra masih belum bisa melupakan Rachel, Bu. Diandra juga gak tahu bagaimana cara melupakannya." Diandra merasa bingung dengan keadaannya.

" Menikahlah Nak. Tunjukkan kepada Rachel kamu kuat dan mampu terus melangkah tanpa dia. Jangan pernah menunjukkan kelemahanmu." Tutur Selina sambil menangkup wajah anaknya dengan kedua tangan. Sambil mencoba meyakinkan Diandra.

Diandra benar-benar terkejut dengan perkataan ibunya.

" Diandra gak bisa Bu. Diandra belum menemukan perempuan yang seperti Rachel. Perempuan yang ingin Diandra nikahi."

" Biarkan ibu yang pilihkan Nak."

" Diandra gak mau Bu. Diandra ingin mencari pendamping hidup Diandra sendiri Bu. Tolonglah Bu" rengek Diandra frustasi.

" Baiklah Nak. Pilihlah, pilihlah perempuan yang ingin kau nikahi atau teruskan lah apa yang sedang kau lakukan saat ini. Dan lihatlah kematian ibumu ini besok." Kata Selina sambil menghapus air matanya dan melangkah keluar. Tanpa berpikir Diandra langsung mengejar ibunya. Bersujud di kaki perempuan yang telah melahirkannya itu.

" Baiklah Ibu. Baiklah Diandra akan menikah dengan siapapun yang ibu pilihkan. Tapi Diandra mohon tetaplah hidup dan bahagia untuk Diandra ibu. Diandra mohon.." ucap Diandra sambil menangis sesegukan. Menahan semua perasaan yang bercampur aduk di dalam dadanya.

" Kalau begitu segeralah berganti pakaian. Rapikan wajahmu yang berantakan itu. Ibu tunggu di sini." Kata Selina sambil melangkah duduk kembali ke sofa, yang dibalas Diandra dengan anggukan.

tbc

Terpopuler

Comments

Lilo 🐻🐼🐢

Lilo 🐻🐼🐢

sukaaa 😍😍

2022-02-05

0

Qothrun Nada

Qothrun Nada

baru mampir baca,👍 bagus,menarik ceritanya.semoga nanti sampai ke end tetap menarik dan tk berbelit💪💪

2022-01-20

1

Tataxx

Tataxx

Lanjut baca.... Smgat ka💪💪💪

2021-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!