Bagian 17 Surat Peringatan

Kehidupan mereka di sekolah semakin berubah setelah episode podcast terbaru yang mereka unggah. Meski mendapat banyak dukungan, ada juga banyak yang mulai memandang mereka dengan curiga. Setiap hari, tatapan guru-guru berubah, beberapa di antaranya bahkan menghindari mereka. Ada yang memberi komentar sinis, dan ada yang diam seribu bahasa. Namun, tidak ada yang lebih menyakitkan daripada surat peringatan yang mereka terima secara bersamaan.

Pagi itu, Nala menerima email dari pihak sekolah. Ia membuka pesan tersebut dengan hati-hati. Begitu melihat pengirimnya, ia langsung tahu bahwa ini bukanlah email biasa. Surat peringatan. Satu kalimat yang langsung membuat hatinya berdebar kencang.

Nala menatap layar ponselnya, membaca isi email yang tertera. “Dengan berat hati, kami memberitahukan bahwa Anda dan rekan-rekan Anda telah melanggar peraturan sekolah terkait dengan perilaku yang tidak sesuai dengan tata tertib. Surat peringatan ini dikeluarkan sebagai konsekuensi dari publikasi podcast yang mengandung ujaran yang dapat merusak citra sekolah.”

Dita, yang berada di sebelah Nala, langsung melihat apa yang sedang dibaca. “Nala, kamu juga dapet surat yang sama?” tanyanya dengan cemas.

Nala mengangguk, “Iya. Kita semua kena. Ini jelas akibat dari podcast itu.”

Raka yang mendengar percakapan mereka mendekat. “Aku tahu ini akan terjadi,” katanya pelan. “Tapi kenapa kita malah dianggap merusak citra sekolah? Kenapa mereka nggak mau mendengar kita?”

Juno, yang selama ini lebih banyak diam, akhirnya berbicara, “Mereka merasa kehilangan kontrol. Itu kenapa mereka bereaksi seperti ini.”

Nala menggenggam surat itu erat-erat. “Tapi kita nggak bisa diam lagi. Ini sudah lebih dari sekadar podcast. Ini tentang kita yang akhirnya berbicara tentang apa yang kita rasakan, apa yang terjadi di dunia ini, dan ternyata mereka nggak siap dengan itu.”

Dita menarik napas dalam-dalam, “Tapi kita harus siap dengan segala kemungkinan, kan? Ini baru permulaan. Jika mereka terus-menerus memberi tekanan, kita harus tetap bertahan.”

---

Keesokan harinya, mereka semua dipanggil ke ruang kepala sekolah. Ruangan yang biasanya terasa formal dan dingin, kini terasa lebih berat. Ketegangan di udara hampir bisa dirasakan. Mereka tahu, ini bukan hanya soal surat peringatan lagi. Ini soal siapa yang mereka pilih untuk menjadi di dunia ini.

Ketika mereka masuk ke dalam ruang tersebut, kepala sekolah langsung menatap mereka dengan tatapan serius. "Selamat pagi," katanya, suara formal dan tegas. "Saya ingin berbicara tentang podcast yang kalian buat beberapa waktu lalu. Apa kalian paham betul bahwa apa yang kalian lakukan bisa berdampak buruk pada citra sekolah ini?"

Dita membuka mulut, tetapi Nala segera menyela, mencoba tetap tenang. “Kami paham. Tapi kami juga ingin berbicara tentang apa yang kami alami, tentang apa yang kami rasakan. Sekolah ini bukan satu-satunya tempat untuk belajar. Kami juga punya hak untuk didengar.”

Kepala sekolah itu mengangguk pelan. "Saya mengerti bahwa kalian mungkin merasa ini adalah cara untuk mengekspresikan diri, tapi kalian harus tahu, ada batasan-batasan yang harus dihormati. Kita hidup dalam masyarakat yang punya aturan, dan kalian harus mematuhi itu."

Raka menatapnya langsung. “Tapi kami juga manusia. Kami tidak bisa hidup dalam sistem yang hanya mementingkan nilai dan prestasi. Kami berhak merasakan hal lain selain itu. Dan kami tidak bisa diam kalau melihat kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.”

Kepala sekolah itu diam sejenak, kemudian membuka laci meja dan mengeluarkan satu lagi surat. "Ini adalah surat peringatan kedua yang akan kami berikan kepada kalian. Kalau kalian melanjutkan perilaku seperti ini, ada kemungkinan kalian akan diambil tindakan lebih lanjut."

Juno menatap surat itu dengan cemas. “Jadi, kalau kami terus berbicara tentang ini, kami bisa dikeluarkan, begitu?”

Kepala sekolah mengangguk. “Kalian mengerti bahwa kami tidak bisa membiarkan hal seperti ini berlanjut. Jika ada orang tua yang merasa terganggu, atau lebih parahnya, jika ada pihak lain yang melaporkan kalian ke instansi terkait, itu bisa berdampak besar.”

Tiba-tiba Nala merasa dadanya sesak. Dia tahu bahwa mereka berhadapan dengan sistem yang sangat kuat. Mereka sudah melawan arus yang sangat besar. Selama ini, mereka hanya menganggap ini sebagai perjuangan untuk kebenaran. Tapi ternyata, ini jauh lebih berat dari yang mereka bayangkan. Ada ancaman yang nyata, ada konsekuensi yang bisa mereka hadapi.

“Apa yang kami katakan itu benar,” ujar Nala dengan suara bergetar. “Kami hanya berbicara tentang pengalaman kami. Kenapa itu dianggap sebagai pelanggaran?”

Kepala sekolah menarik napas panjang. “Terkadang, kebenaran tidak selalu dapat diterima dengan baik oleh semua orang. Itu adalah kenyataan yang harus kalian hadapi. Jadi, pikirkan baik-baik apa yang akan kalian lakukan selanjutnya.”

Mereka semua terdiam. Tidak ada yang bisa berkata-kata setelah pertemuan itu. Mereka berjalan keluar dari ruang kepala sekolah dengan kepala tertunduk, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Rasa kecewa, marah, dan bingung bercampur aduk dalam hati mereka.

---

Setelah pertemuan itu, mereka kembali duduk di ruang podcast yang sudah mereka kenal sangat baik. Kali ini, suasananya sangat berbeda. Tidak ada lagi pembicaraan ringan seperti dulu. Semua terasa lebih serius. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka seolah berbobot lebih dari sebelumnya. Mereka tahu bahwa mereka kini berada di titik balik. Mungkin mereka bisa bertahan, atau mungkin mereka akan jatuh. Tetapi apapun yang terjadi, mereka sudah menempuh jalan ini bersama-sama.

Dita menatap mereka semua satu per satu. “Gimana kalau kita mulai berbicara lebih keras? Apa kita siap menghadapi apa yang mungkin datang?”

Juno mengangguk. “Aku rasa ini saatnya. Kita tidak bisa mundur. Kita sudah sampai sejauh ini, dan kalau kita berhenti sekarang, apa yang kita perjuangkan akan sia-sia.”

Raka menghela napas. “Tapi aku nggak bisa janji kalau kita nggak akan terluka. Ini semakin berat, dan kalau kita terus melawan, pasti akan ada konsekuensi.”

Nala menatap ke luar jendela. Pikirannya melayang, berusaha mencari jalan keluar. Tetapi satu hal yang jelas, mereka tidak bisa berhenti. Mereka tidak bisa menyerah hanya karena ada ancaman di depan mata. Mereka tahu, kalau mereka menyerah sekarang, mereka akan kehilangan lebih dari sekadar kesempatan. Mereka akan kehilangan hak mereka untuk berbicara.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Nala.

Dita berdiri dan mengangkat tangannya seolah memberi semangat. “Kita harus terus melawan. Kita harus tetap berjuang, karena kalau kita tidak, kita akan terlupakan. Dan kita tidak akan membiarkan itu terjadi.”

Juno, Raka, dan Nala saling memandang. Mereka tahu bahwa ini bukan hanya tentang mereka lagi. Ini adalah tentang seluruh generasi yang merasa tak didengar. Tentang keberanian untuk berbicara meski ada harga yang harus dibayar. Mereka sudah melangkah terlalu jauh untuk berhenti.

---

Dengan penuh tekad, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjuangan mereka, tidak peduli apapun yang akan terjadi selanjutnya. Surat peringatan itu hanyalah batu loncatan dalam perjalanan panjang mereka. Tidak ada yang bisa menghentikan suara mereka sekarang.

Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!