Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?

Pertanyaan itu datang tiba-tiba dari salah satu komentar pendengar podcast mereka:

"Kalian ini generasi apa sih, ngomongin keresahan kayak orang tua nggak pernah susah ajah?"

Komentar itu sederhana. Tapi seperti peluru yang nyasar, menghantam tempat paling rentan dalam diri mereka. Sore itu, Juno membaca komentar itu keras-keras sambil duduk di teras rumah Nala.

“Kenapa ya orang-orang mikir kita tuh lemah kalau cerita?” gumam Nala sambil memainkan sedotan plastik di gelas es kopi. “Apa karena kita gak pernah ngerasain perang, makanya suara kita gak valid?”

Juno duduk bersila, menatap langit yang perlahan berubah jingga. “Mungkin karena kita dianggap tumbuh dalam zaman yang enak. Teknologi, makanan cepat saji, semua bisa dipesan. Jadi kalau kita ngeluh, dianggap manja.”

“Padahal teknologi juga bikin kita makin bingung,” sahut Dita, yang baru saja datang membawa gorengan. “Tiap hari dicekokin standar hidup orang lain. Kayak… semua orang udah sukses kecuali kita.”

Mereka terdiam. Bukan karena tidak tahu harus berkata apa, tapi karena sadar... itu semua benar.

Podcast Gagal Paham malam itu dibuka dengan suara Juno yang lebih pelan dari biasanya.

"Episode kali ini kita kasih judul 'Kita Ini Generasi Apa?' Karena, jujur aja, kami juga bingung."

Nala melanjutkan, "Dibilang generasi lemah, tapi kita tiap hari berjuang dari tekanan akademik, sosial media, sampai ekspektasi keluarga. Dibilang pintar, tapi kadang merasa bodoh karena nggak ngerti kenapa hidup bisa serumit ini."

Dita menutup bagian pembuka, "Mungkin, kita adalah generasi yang terlalu sadar. Sadar dunia ini rusak, tapi belum cukup kuat untuk memperbaikinya."

Selama satu jam penuh, mereka membacakan curhatan dari para pendengar. Semuanya mengarah ke satu titik: kebingungan kolektif.

Ada seorang siswi dari Palembang yang menulis:

> “Kadang aku merasa harus kuat setiap hari. Tapi nggak ada tempat buat bilang kalau aku lelah. Kalau bilang capek, dibilang lebay. Kalau diem, dibilang gak peduli. Aku bingung aku ini siapa.”

Ada pula seorang cowok dari Bandung:

> “Orang tua bilang aku harus jadi insinyur, padahal aku pengen jadi animator. Tapi kalau aku bilang, mereka bilang aku hidup di dunia khayalan. Apa salah punya mimpi?”

Pesan-pesan itu dibacakan satu-satu. Suara Dita mulai bergetar di tengah siaran. “Kita bukan generasi lemah. Kita cuma generasi yang belum dikasih ruang.”

Setelah siaran selesai, mereka bertiga hanya duduk diam di teras rumah Nala. Angin malam makin kencang. Dan untuk pertama kalinya, mereka merasa... takut.

Bukan takut pada guru. Bukan pada komentar orang. Tapi pada kemungkinan bahwa semua yang mereka lakukan... tidak akan mengubah apa pun.

“Lo pernah mikir nggak sih,” kata Nala, “kalau ini semua sia-sia?”

Juno menggeleng. “Gue lebih takut kalau kita gak ngapa-ngapain.”

“Gue pernah denger kutipan,” ujar Dita pelan. “‘Kalau kamu diam saat ketidakadilan terjadi, maka kamu ada di sisi penindas.’”

Hening lagi.

Tapi hening yang aneh. Bukan hening karena lelah. Tapi hening karena yakin.

Keesokan harinya, suasana sekolah berubah lagi.

Di papan mading sekolah, muncul selebaran dari OSIS:

“Generasi Z: Antara Idealisme dan Realita” – Diskusi Terbuka Minggu Depan di Aula.

Ketiganya saling pandang. “Wah, ini pasti nyambung sama podcast kita,” kata Juno.

Ternyata betul. Dalam waktu sepekan, Podcast Gagal Paham jadi bahan pembicaraan di banyak kelas. Bahkan ada guru sosiologi yang menjadikannya topik bahasan. Sekolah, secara tidak langsung, mulai membuka sedikit ruang.

Diskusi terbuka itu akhirnya menjadi titik balik.

Hari itu, aula sekolah penuh sesak. Ada siswa, guru, bahkan beberapa orang tua yang kebetulan mendengar kabar.

Yang mengejutkan, Bu Sinta membuka acara.

“Kita akan dengarkan suara dari anak-anak yang katanya ‘gagal paham’,” katanya dengan nada bercanda yang agak sinis, tapi tak menyembunyikan rasa hormat. “Tapi saya rasa, mungkin justru kita yang harus belajar memahami.”

Satu per satu, Dita, Juno, dan Nala bicara.

Tentang tekanan jadi ‘anak baik’. Tentang ekspektasi yang terlalu tinggi. Tentang mimpi yang sering dipatahkan oleh orang dewasa yang katanya lebih tahu.

Salah satu guru bertanya, “Lalu, kalau kalian mengkritik sistem, sistem seperti apa yang kalian mau?”

Dita menjawab, “Kami ingin sekolah yang bukan hanya tempat menghafal. Tapi tempat belajar jadi manusia.”

Juno menambahkan, “Kami ingin guru yang bukan hanya menilai nilai. Tapi memahami proses.”

Nala menutup, “Kami ingin orang dewasa berhenti berpura-pura tahu segalanya. Karena kami juga hidup di dunia yang sama. Dan kami juga sedang berjuang.”

Tepuk tangan memenuhi aula. Tidak semua setuju. Tapi semua mendengar.

Dan bagi mereka, itu sudah cukup.

Malam itu, episode baru dirilis.

Judulnya tetap: Kita Ini Generasi Apa? Tapi kali ini mereka menjawabnya.

"Kita ini generasi yang sedang tumbuh dalam ketidaksempurnaan. Kita bukan lemah, cuma butuh ruang untuk menguatkan diri. Kita bukan pembangkang, cuma muak dibungkam. Dan kita bukan gagal paham—kita sedang mencoba untuk memahami, meski pelan, meski sakit."

Mereka menutup episode dengan satu kalimat:

"Kalau kalian juga merasa bingung, tersesat, atau tertekan… tenang. Mungkin kita semua memang sedang dalam perjalanan yang sama. Dan mungkin, itu artinya kita tidak sendirian."

Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!