Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya

Pagi itu Nala duduk di pojok kantin, dengan satu earphone di telinga kiri dan tangan sibuk menyusun potongan video pendek. Dia bukan editor profesional, tapi punya rasa tajam untuk memilih bagian paling ‘ngena’ dari podcast mereka. Klip-klip itu akan segera tayang di akun Instagram Generasi Gagal Paham yang diam-diam mulai meledak di kalangan pelajar SMA lain.

“Lo tahu gak,” ujar Nala ke Dita yang baru datang dengan dua es teh manis, “video cuplikan podcast kemarin tuh, udah tembus 14 ribu views. Padahal baru semalam gue upload.”

Dita duduk, agak terkejut. “Loh serius? Gak nyangka ya... padahal awalnya kita cuma mau curhat.”

Nala tersenyum kecil. “Curhat yang ternyata banyak banget yang relate.”

Dia tahu betul, kekuatan internet itu luar biasa. Tapi dia juga sadar, kekuatan itu punya dua sisi. Di satu sisi, mereka bisa menyuarakan isi hati banyak orang yang sebelumnya tak terdengar. Di sisi lain, mereka bisa jadi target siapa pun yang merasa terusik oleh keberanian itu.

Nala bukan orang yang suka cari ribut. Tapi sejak kecil, ia punya prinsip: kalau lo gak bicara, lo akan ditelan diam-diam.

**

Salah satu DM masuk pagi itu adalah dari siswa SMA di luar kota:

> “Kak Nala, gua dikeluarin dari OSIS cuma karena ngelawan pendapat pembina. Podcast kakak bikin gua ngerasa gak sendiri. Makasih ya.”

Nala membaca itu berulang kali. Ada rasa hangat di dada, tapi juga tanggung jawab yang membesar. Ia membalas dengan sederhana:

> “Terima kasih sudah bertahan. Suara lo penting. Jangan berhenti bicara.”

Dan dengan itu, Nala membuka Notes-nya. Ia mulai mengetik:

---

Draft Naskah: “Pemberani Bukan Berarti Tanpa Takut”

> “Gue juga takut. Tiap kali post sesuatu yang mengkritik, ada bagian di hati gue yang gemetar. Tapi yang lebih gue takutin adalah, kita semua jadi terlalu nyaman dalam diam. Terlalu biasa dibungkam. Jadi... kalau lo ngerasa takut, itu normal. Tapi jangan biarin ketakutan itu jadi penjara.”

---

Dia tahu kata-kata itu bukan cuma untuk pengikutnya, tapi juga untuk dirinya sendiri.

**

Beberapa hari kemudian, akun podcast mereka di-mention oleh akun Instagram pendidikan terkenal. Caption-nya singkat:

> “Sebuah podcast berani dari pelajar SMA. Kritis, tajam, dan jujur.”

Itu seperti bahan bakar di tengah kelelahan. Nala, Dita, dan Raka saling kirim screenshot di grup WhatsApp. Suasana jadi meriah.

Tapi, seperti biasa, setiap lonceng popularitas akan membangunkan singa-singa konservatif.

Sore itu, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Pak Hadi, memanggil Nala ke ruangannya.

“Ini tentang media sosial yang kamu kelola, Nala,” katanya sambil memutar layar laptop yang menampilkan klip podcast mereka.

“Ya, Pak,” jawab Nala, berusaha tenang.

“Kenapa kalian bahas hal-hal sensitif seperti sistem pendidikan dan ketidakadilan di sekolah? Itu bisa dianggap provokatif.”

Nala diam sebentar, lalu menjawab, “Karena itu kenyataan yang kami rasakan, Pak. Kami cuma ingin didengar.”

Pak Hadi menghela napas. “Tapi tidak semua hal harus diumbar ke publik. Sekolah ini punya reputasi.”

Nala menggigit bibirnya. Ia tahu kalimat itu akan muncul cepat atau lambat: “Reputasi.” Kata yang sering jadi alasan untuk membungkam.

Ia menunduk sejenak. Tapi dalam hatinya, justru sebuah keberanian baru tumbuh.

**

Di rumah malamnya, Nala menulis status anonim di Twitter alternatif-nya. Akunnya tak punya nama asli, tapi pengikutnya sudah ribuan.

> “Terkadang yang bikin capek bukan tekanan dari luar, tapi kesadaran bahwa keberanian kita dianggap gangguan, bukan kekuatan. Dunia dewasa itu lucu. Mereka ngajarin kita jujur, tapi marah kalau kejujuran kita menyakitkan.”

Cuitan itu viral. Ribuan likes. Ratusan retweet.

Beberapa guru dari sekolah lain bahkan ikut menyuarakan dukungan.

Salah satu komentar menohok:

> “Anak-anak seperti Nala bukan generasi gagal paham. Mereka generasi yang mulai paham terlalu cepat—dan itu yang menakutkan.”

**

Pagi harinya, Nala berjalan ke sekolah dengan telinga berdenging. Banyak tatapan. Ada yang simpati, ada yang sinis.

Tapi yang membuatnya sedikit tenang, adalah senyum Dita dan tepukan ringan dari Raka.

“Kita harus siap ya,” gumam Dita.

“Siap untuk apa?” tanya Nala, meski dia tahu jawabannya.

“Untuk semua yang datang setelah keberanian.”

**

Di kelas, Bu Sari tak banyak bicara. Tapi saat jam pelajaran hampir habis, dia berjalan ke arah Nala dan meletakkan selembar kertas kecil di mejanya.

> “Saya dengar podcast kalian. Kalian berani. Hati-hati ya, banyak yang tak suka dengan keberanian. Tapi saya bangga, meski saya tak bisa bilang itu keras-keras.”

Nala menatap tulisan tangan itu lama sekali. Mungkin itu bentuk dukungan paling jujur yang pernah dia dapat dari guru.

**

Malamnya, Nala merekam suaranya. Bukan untuk podcast, tapi untuk dirinya sendiri.

> “Ini catatan suara Nala, 17 tahun. Gue gak tahu apa yang akan terjadi minggu depan. Mungkin kami dipanggil ke ruang kepala sekolah. Mungkin podcast ini akan dilarang. Tapi gue cuma mau bilang, gue gak nyesel. Gak nyesel udah ngomong. Gak nyesel udah berani.”

> “Karena kalau gak ada yang mulai, gak akan pernah ada yang berubah.”

**

Dan malam itu, Nala upload video baru di akun IG mereka. Klip singkat. Satu menit. Potongan wajahnya disamarkan. Hanya suara, dan tulisan di layar:

> “Berani bukan berarti tanpa takut. Berani adalah tetap bicara, meski takut. Kalau lo juga merasa gagal paham, mungkin karena dunia ini belum cukup jujur.”

Video itu ditonton puluhan ribu kali dalam sehari.

Dan untuk pertama kalinya, akun mereka diserang.

> “Anak SMA sok tahu.”

> “Didikan siapa ini?”

> “Kalau sekolah gak cocok, minggir aja.”

Namun, bersamaan dengan itu, muncul pula suara-suara dukungan:

> “Lo mewakili ribuan dari kami.”

> “Podcast lo bikin gue ngerasa didengar.”

> “Lanjutkan, Nala. Suara lo penting.”

**

Dan malam itu, Nala menutup laptop-nya. Ia tidak menang, belum. Tapi ia juga belum kalah.

Ia hanya sedang berjalan di tengah jalan panjang yang bernama keberanian.

Terpopuler

Comments

ISTRINYA GANTARA

ISTRINYA GANTARA

Ceritanya related banget sama generasi muda jaman now... Pak, Bapak author guru yaaa...?

2025-04-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!