Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya

“Kalian tahu nggak, kadang perubahan besar itu datang dari hal-hal yang nggak kita rencanakan,” kata seorang pria berkacamata bulat, sambil menyesap kopi di depan Juno dan Nala. Namanya Arvan. Ia adalah editor dari sebuah platform media alternatif yang beberapa hari lalu mengirimkan DM ke akun podcast Gagal Paham.

“Podcast kalian itu bukan cuma berani, tapi juga jujur,” lanjut Arvan. “Dan jujur itu langka banget sekarang. Terutama di dunia pendidikan.”

Pertemuan ini berlangsung di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Bukan tempat mewah, tapi hangat. Dindingnya dipenuhi rak buku dan poster kutipan filsuf. Arvan mengenakan hoodie hitam bertuliskan “Kritis Bukan Berarti Kurang Ajar”, dan matanya berbinar tiap kali membicarakan soal perubahan sosial.

Nala, yang biasanya vokal, hari itu banyak diam. Entah karena grogi atau karena terlalu banyak hal berkecamuk di kepala. Juno pun mengambil alih pembicaraan.

“Terus, Mas Arvan, tujuannya ngajak ketemu kita buat apa, ya?” tanyanya hati-hati.

Arvan tersenyum, lalu meletakkan cangkirnya.

“Gue mau ngajak kalian kolaborasi. Buat nulis serial opini di website kami, tentang keresahan anak sekolah zaman sekarang. Bukan cuma soal sistem, tapi juga pengalaman pribadi. Kalian bisa jadi suara generasi yang sebenarnya.”

Nala akhirnya angkat bicara. “Tapi kita bukan penulis profesional.”

“Justru itu yang bikin kalian otentik. Tulis pakai gaya kalian. Mau gaya puisi? Cerita pendek? Dialog imajiner? Bebas. Yang penting, suaranya asli. Bukan editan orang dewasa.”

Juno dan Nala saling pandang.

Mereka tak menyangka keresahan yang awalnya cuma mereka bicarakan lewat podcast kecil bisa membuka pintu seluas ini.

Di perjalanan pulang, angin malam terasa berbeda.

Seolah kota ini sedang memeluk mereka.

“Apa kita ambil tawaran Mas Arvan?” tanya Juno, melirik Nala dari spion motor.

Nala memeluk jaketnya lebih erat, lalu menjawab, “Kita udah jauh. Jangan setengah-setengah.”

Juno mengangguk pelan. Di dalam hatinya, rasa haru dan takut bercampur. Mereka bukan hanya sedang bicara soal tulisan. Ini soal keberanian menghadapi risiko yang lebih besar.

Karena semakin luas mereka bicara, semakin banyak mata yang mengawasi.

Esok paginya, suasana sekolah terasa lebih… tegang.

Beberapa guru melirik mereka dengan tatapan tajam. Bahkan Pak Hadi guru sejarah yang selama ini cukup santai tiba-tiba memanggil Juno dan Nala ke ruang guru.

“Podcast kalian sudah terlalu jauh,” katanya tanpa basa-basi. “Kalian tidak sadar, banyak orang tua yang mulai bertanya-tanya tentang integritas sekolah ini.”

Nala mencoba tenang. “Tapi, Pak, kami cuma menyuarakan apa yang kami alami.”

“Dan itu bukan caranya. Kalian menjelekkan institusi ini di mata publik.”

Juno ikut bicara. “Kami tidak pernah menyebut nama sekolah, Pak. Semua disamarkan.”

“Tapi orang tahu. Dan sekarang kepala sekolah sedang mempertimbangkan untuk memanggil orang tua kalian.”

Diam.

Juno mengepalkan tangan. Ia merasa seperti sedang dihukum karena berkata jujur. Tapi sebelum suasana makin panas, Pak Hadi menambahkan satu kalimat yang mengejutkan mereka.

“Tapi saya pribadi… setuju dengan beberapa hal yang kalian sampaikan.”

Mata Juno membulat. “Pak?”

Pak Hadi menghela napas.

“Ini sistem yang sudah berjalan terlalu lama. Kami guru pun sering merasa tertekan. Tapi hati-hati, Nak. Dunia tidak selalu ramah pada mereka yang jujur.”

Malam harinya, mereka mulai menulis.

Juno duduk di meja belajarnya, menyalakan lampu baca, dan membuka laptop bekas ayahnya yang sering ngadat. Ia mengetik:

> Judul: Sekolah Rasa Penjara

Oleh: Juno, 17 tahun

> Kami duduk rapi setiap pagi. Mendengarkan tanpa boleh bertanya terlalu banyak. Menulis cepat untuk mengejar materi, bukan memahami makna. Kami diajari nilai-nilai, tapi tidak diajak bicara tentang nilai-nilai itu. Kami diminta sopan, tapi suara kami tidak pernah diizinkan keluar.

> Ini bukan sekolah. Ini penjara berpagar kurikulum.

> Dan kami… sedang belajar melarikan diri, bukan dari ruangannya, tapi dari kebisuannya.

Sementara itu, Nala menulis dengan cara berbeda. Ia masih menggunakan buku tulis, menuliskan draf dengan pena warna-warni.

> Judul: Nilai yang Tidak Bernilai

> Di sekolah kami, angka adalah segalanya. Nilai rapor lebih penting dari nilai hidup. Anak yang pandai bicara dianggap pembangkang. Anak yang terlalu sering bertanya dianggap mengganggu.

> Lalu, untuk apa kami belajar, jika satu-satunya tujuan adalah menyesuaikan diri dengan dunia yang tidak mau berubah?

Artikel mereka dipublikasikan seminggu kemudian.

Responsnya mengejutkan.

Banyak remaja dari sekolah lain membanjiri kolom komentar. Mereka merasa kisah mereka akhirnya punya tempat. Salah satu komentar berbunyi:

> “Gue pikir cuma gue yang ngerasa begini. Ternyata kita banyak. Mungkin kita harus bersuara juga.”

Namun tentu saja, tak semua senang.

Seorang guru menulis balasan panjang yang menyudutkan mereka. Seorang alumni bahkan menyebut mereka generasi manja. Dan kepala sekolah mulai memanggil orang tua mereka, satu per satu.

Tapi dari semua yang terjadi, satu pertemuan mengubah segalanya:

Mereka diundang ke forum pendidikan nasional di ibu kota, sebagai “perwakilan suara siswa” dalam diskusi panel tentang masa depan pendidikan Indonesia.

Undangan itu datang dari seorang dosen bernama Bu Mariska, yang ternyata diam-diam mengikuti perjalanan mereka sejak podcast pertama.

Di emailnya, tertulis:

> “Kalian bukan hanya sedang bersuara. Kalian sedang menulis sejarah. Jangan berhenti.”

Juno dan Nala tak lagi sekadar pelajar yang resah. Mereka kini pembicara, penulis, dan simbol kecil dari generasi yang ingin dimengerti.

Tapi perjalanan ini belum selesai.

Karena setiap langkah lebih tinggi, anginnya lebih kencang. Dan belum tentu semua teman akan tetap bersama.

Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!