Bagian 11 Podcast Gagal Paham

Hujan turun perlahan sore itu. Langit kota seperti sedang meratap pelan—seolah ikut merasakan beban yang dipikul oleh anak-anak SMA kelas 11 yang baru saja mengguncang dunia maya. Nala duduk di ruang tamu rumahnya, menatap layar laptop yang menampilkan angka views yang terus bertambah.

1.200.000.

Itulah jumlah pendengar episode terbaru podcast Gagal Paham dalam waktu kurang dari 48 jam. Juno mengirim pesan suara lewat grup mereka.

> “Kita viral, Nal. Tapi… ini bukan viral yang bikin senang. Kita sedang diawasi.”

Nala membalas dengan rekaman suara juga, suaranya terdengar parau.

> “Aku tahu. Tapi kalau bukan kita yang ngomong, siapa lagi?”

Podcast itu mereka rekam tanpa ekspektasi macam-macam. Hanya berdua, duduk di kamar Juno, ditemani teh tawar, cemilan seadanya, dan keresahan yang semakin menumpuk. Mereka tidak menyebut nama sekolah, tidak menyebut guru. Hanya membahas sistem. Hanya mengurai realita.

Tapi realita itu terlalu tajam. Dan dunia maya tidak punya pelindung dari luka.

---

Pagi hari, suasana sekolah seperti ladang ranjau. Bisik-bisik terjadi di setiap sudut lorong. Beberapa teman memandang dengan mata kagum, sebagian lagi melirik sinis. Armand bahkan dengan santainya menyindir di depan kelas.

"Wah, bintang podcast udah dateng. Siap-siap guru dapet bintang satu, guys."

Juno diam saja. Ia tahu membalas hanya akan memperpanjang api. Tapi Nala, seperti biasa, tidak bisa tinggal diam.

"Daripada kamu ngegosip terus dan nggak ngerti konteks, mending dengerin dulu semua episodenya. Baru komentar."

Armand terdiam, tak menyangka akan diserang balik. Suasana kelas mendadak hening. Bahkan guru yang baru masuk pun sempat berhenti sejenak sebelum menyapa.

“Selamat pagi anak-anak…” katanya ragu.

Setelah jam pertama selesai, Nala dan Juno dipanggil ke ruang guru. Kali ini bukan hanya Pak Hadi yang memanggil, tapi langsung Bu Mirna, wakil kepala sekolah.

“Kalian tahu apa yang kalian lakukan sudah menyebabkan nama sekolah tercemar?” kata Bu Mirna tanpa basa-basi.

“Kami tidak menyebut nama sekolah sama sekali, Bu,” jawab Juno pelan.

“Tapi kalian murid dari sini! Orang-orang tahu! Media sudah mulai bertanya. Kami harus menjelaskan pada dinas,” potong Pak Darwis yang duduk tak jauh dari sana.

Nala menyilangkan tangan di dada. “Kami hanya menyampaikan apa yang kami rasakan. Apakah menyampaikan keresahan itu sekarang dilarang?”

“Itu bukan sekadar keresahan, Nala. Itu pemberontakan,” jawab Pak Darwis tajam.

Pak Hadi mencoba menenangkan suasana. “Anak-anak, saya tahu maksud kalian mungkin tidak buruk. Tapi kalian harus paham, dunia orang dewasa tidak semuanya menerima kebenaran dengan kepala dingin.”

“Kami nggak butuh mereka menerima. Kami cuma pengin mereka dengar,” ucap Nala tegas.

Bu Mirna menghela napas. “Saya akan bilang begini: hentikan podcast kalian. Hapus episode terakhir. Kalau tidak, kalian akan menerima konsekuensi.”

---

Keluar dari ruang guru, Juno dan Nala duduk diam di taman belakang sekolah. Tak ada kata yang keluar. Bahkan Dita yang biasanya menyapa mereka, kini hanya lewat begitu saja.

“Juno,” kata Nala pelan. “Kalau kita harus keluar dari sekolah karena ini, kamu nyesel?”

Juno memandangi langit. “Kalau kita diam, lalu nanti anak-anak setelah kita juga tetap takut bicara… aku rasa aku bakal lebih nyesel.”

Mereka saling menatap, tanpa kata, tapi satu pemahaman: ini belum selesai.

---

Malam harinya, mereka merekam episode terbaru. Tanpa intro ceria. Tanpa candaan pembuka. Hanya suara mereka dan kejujuran.

> “Kami diminta berhenti. Tapi sebelum itu, izinkan kami bicara sekali lagi.”

> “Kalian yang dengerin kami, kalian bukan sendirian. Kalian bukan remaja rewel. Kalian manusia yang punya hak untuk didengar.”

> “Dan kalau besok kami tak bisa bicara lagi… suaramu harus tetap hidup.”

Episode itu seperti bom. Dalam semalam, ribuan pesan masuk ke akun Instagram mereka. Ada dari pelajar di kota lain. Ada guru. Bahkan ada orang tua.

> “Terima kasih sudah jadi suara yang tak bisa kami ucapkan.”

“Saya seorang guru. Saya malu karena saya sering menutup telinga. Tapi kalian membuka mata saya.”

“Aku dengerin podcast kalian sambil nangis. Aku juga pernah dimarahin karena nanya terlalu banyak.”

---

Dinas Pendidikan pun turun tangan. Surat resmi dikirim ke sekolah. Media mulai menulis tajuk besar:

“Podcast Dua Siswa SMA Tuding Sistem Pendidikan Gagal.”

“Dinas Investigasi Konten Tidak Etis dari Siswa.”

Namun yang paling mengejutkan: mereka diundang menjadi pembicara di podcast pendidikan yang dikelola oleh dosen-dosen muda. Judul acaranya: “Suara dari Ruang Kelas”.

“Ini undangan resmi,” kata Juno, menunjukkan emailnya ke Nala.

“Berani?” tanya Nala.

“Apa kita punya pilihan lain?”

---

Satu minggu setelah viral, Nala dan Juno akhirnya tampil di hadapan publik, bukan sebagai murid, tapi sebagai pembicara.

Dalam podcast itu, mereka tidak membela diri. Mereka hanya bercerita.

Tentang bagaimana mereka ingin belajar tanpa takut. Tentang betapa seringnya guru melabeli siswa malas hanya karena tidak mengerti. Tentang bagaimana diam telah lama dianggap sebagai disiplin, padahal itu bisa jadi tanda patah hati yang dalam.

Dan entah bagaimana, kali ini, suara mereka didengar.

---

Namun seperti yang selalu terjadi di dunia nyata, tidak semua respon manis. Di balik pujian, tetap ada tekanan. Kepala sekolah meminta mereka menghapus seluruh konten podcast.

“Kalau kalian ingin tetap sekolah di sini, lakukan. Sekarang juga,” kata Pak Darwis.

Juno memandang Nala.

“Kalau kita hapus, semuanya hilang.”

“Tapi kalau nggak, kita diusir.”

Mereka terdiam lama.

Lalu Nala tersenyum kecil. “Kalau benar memang harus ada yang keluar, biar kita yang duluan. Biar yang lain tahu: ada harga dari kejujuran. Tapi itu bukan harga yang sia-sia.”

Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!