Di puncak Gunung Meru, Arka Dewa berdiri di hadapan sebuah artefak kristal besar yang berkilauan, memantulkan cahaya mistis ke seluruh ruangan. Ia menatap dengan penuh perhatian ke dalam kristal itu, yang menampilkan sosok Arjuna di dunia manusia.
Di dalam pantulan artefak itu, Arjuna terlihat berlatih di halaman rumah Kirana, mencoba mengendalikan kembali kekuatannya yang perlahan pulih. Walaupun hanya 5% dari kekuatan aslinya, ia tetap berusaha dengan penuh tekad, sesuatu yang jarang Arjuna lakukan dengan sungguh-sungguh sebelumnya.
Arka Dewa menyilangkan tangannya, menghela napas pelan. “Akhirnya kau mulai belajar, Anakku...”
Ia tidak bisa menahan sedikit rasa bangga yang mulai tumbuh di hatinya. Arjuna, yang selama ini hanya mengandalkan kekuatannya sebagai dewa, kini harus merasakan bagaimana rasanya menjadi lemah, menjadi seorang manusia biasa.
Dewi Laksmi berjalan mendekati suaminya, matanya juga tertuju pada artefak kristal itu. “Kau mulai melihat perubahan dalam dirinya?”
Arka Dewa mengangguk pelan. “Ya. Dia mulai belajar. Aku melihatnya berusaha, meski kekuatannya masih jauh dari sempurna.”
Dewi Laksmi tersenyum kecil. “Mungkin pengasingan ini memang yang terbaik untuknya. Mungkin ini yang ia butuhkan untuk benar-benar memahami makna kekuatan.”
Arka Dewa tetap diam sejenak, lalu berkata, “Aku berharap begitu. Kesombongannya selalu menjadi kelemahannya. Aku ingin melihat apakah dunia manusia bisa mengajarkannya sesuatu yang tak bisa dia pelajari di Gunung Meru.”
Dewi Laksmi menatap suaminya dengan lembut. “Dan jika ia berhasil?”
Arka Dewa tersenyum tipis. “Jika ia berhasil... mungkin akhirnya ia layak menyandang nama sebagai putra sulungku yang sejati.”
Di puncak Gunung Meru, Arka Dewa berdiri di hadapan sebuah artefak kristal besar yang berkilauan, memantulkan cahaya mistis ke seluruh ruangan. Ia menatap dengan penuh perhatian ke dalam kristal itu, yang menampilkan sosok Arjuna di dunia manusia.
Di dalam pantulan artefak itu, Arjuna terlihat berlatih di halaman rumah Kirana, mencoba mengendalikan kembali kekuatannya yang perlahan pulih. Walaupun hanya 5% dari kekuatan aslinya, ia tetap berusaha dengan penuh tekad, sesuatu yang jarang Arjuna lakukan dengan sungguh-sungguh sebelumnya.
Arka Dewa menyilangkan tangannya, menghela napas pelan. “Akhirnya kau mulai belajar, Anakku...”
Ia tidak bisa menahan sedikit rasa bangga yang mulai tumbuh di hatinya. Arjuna, yang selama ini hanya mengandalkan kekuatannya sebagai dewa, kini harus merasakan bagaimana rasanya menjadi lemah, menjadi seorang manusia biasa.
Dewi Laksmi berjalan mendekati suaminya, matanya juga tertuju pada artefak kristal itu. “Kau mulai melihat perubahan dalam dirinya?”
Arka Dewa mengangguk pelan. “Ya. Dia mulai belajar. Aku melihatnya berusaha, meski kekuatannya masih jauh dari sempurna.”
Dewi Laksmi tersenyum kecil. “Mungkin pengasingan ini memang yang terbaik untuknya. Mungkin ini yang ia butuhkan untuk benar-benar memahami makna kekuatan.”
Arka Dewa tetap diam sejenak, lalu berkata, “Aku berharap begitu. Kesombongannya selalu menjadi kelemahannya. Aku ingin melihat apakah dunia manusia bisa mengajarkannya sesuatu yang tak bisa dia pelajari di Gunung Meru.”
Dewi Laksmi menatap suaminya dengan lembut. “Dan jika ia berhasil?”
Arka Dewa tersenyum tipis. “Jika ia berhasil... mungkin akhirnya ia layak menyandang nama sebagai putra sulungku yang sejati.”
Namun jauh di dalam lubuk hatinya, Arka Dewa tahu bahwa perjalanan Arjuna masih panjang. Dan yang lebih mengkhawatirkan, ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengancam keseimbangan.
Bukan hanya di dunia manusia... tapi juga di Gunung Meru sendiri.
Di dunia manusia, suasana pagi yang tenang di rumah Kirana berubah ketika suara ketukan tegas terdengar dari pintu depan. Kirana, yang sedang menyiapkan sarapan, menoleh ke arah Arjuna yang tengah duduk di meja makan.
"Siapa pagi-pagi begini?" gumam Kirana, meletakkan piringnya dan berjalan menuju pintu.
Begitu ia membukanya, seorang wanita dengan jas hitam dan postur tegap berdiri di sana. Matanya tajam, penuh kewaspadaan, dan sorotnya seolah menembus siapa pun yang dipandangnya.
"Liana…" Kirana berbisik, sedikit terkejut.
Agent Liana dari The Vault menyisir rumah dengan tatapannya sebelum berbicara. "Boleh aku masuk?"
Kirana ragu sejenak, lalu menoleh ke belakang. Arjuna, yang sejak tadi memperhatikan, berdiri dengan tangan bersedekap.
"Siapa dia?" tanya Arjuna dengan nada datar.
Kirana menghela napas dan membuka pintu lebih lebar. "Masuklah."
Liana melangkah masuk, lalu menatap Arjuna dengan intens. "Jadi, kau benar-benar ada di sini."
Arjuna menatapnya balik dengan alis terangkat. "Dan kau siapa?"
Liana tidak langsung menjawab. Ia berjalan mengitari ruangan sejenak, seolah sedang menilai sesuatu. Kemudian, ia akhirnya berbicara, "Aku dari The Vault. Organisasi yang mengawasi kejadian-kejadian aneh di dunia ini—termasuk kemunculan seorang pria dengan pakaian kuno yang mengaku sebagai dewa."
Kirana menegang, sementara Arjuna hanya mendecakkan lidahnya. "Jadi, kalian ini mata-mata atau semacamnya?"
Liana menyeringai tipis. "Kami lebih dari itu. Kami melindungi dunia ini dari ancaman yang tidak bisa dipahami manusia biasa."
Arjuna menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap Liana penuh selidik. "Dan kau pikir aku ancaman?"
Liana mengangkat bahu. "Belum tentu. Tapi seseorang seperti Nakula, yang juga turun ke dunia manusia… dia jelas ancaman."
Arjuna mengepalkan tangannya saat mendengar nama itu.
Liana melanjutkan, "Kami tahu Nakula telah bersekongkol dengan para pejabat korup dan memberi mereka kekuatan. Kota ini dalam bahaya, dan aku ingin tahu… kau di pihak mana?"
Kirana menatap Arjuna, menunggu jawabannya.
Arjuna tersenyum kecil, kali ini tanpa kesombongan. "Aku bukan pahlawan mereka. Tapi aku tidak akan diam melihat dunia ini hancur."
Liana mengangguk, lalu menatap Kirana. "Kalau begitu, kita perlu bicara lebih jauh. Tentang apa yang akan terjadi selanjutnya."
Liana menyesap kopi yang disuguhkan Kirana, mencoba menyembunyikan ekspresi gugup yang mulai muncul di wajahnya. Sejak pertama kali melihat Arjuna, ia memang fokus pada identitasnya sebagai seorang "dewa", tapi baru sekarang ia benar-benar memperhatikan pria ini dari sudut pandang yang berbeda.
Arjuna duduk dengan santai, ekspresinya tetap tenang, namun sorot matanya tajam, seolah bisa melihat langsung ke dalam hati seseorang. Dia memang bukan manusia biasa, dan aura yang ia pancarkan terasa begitu berbeda.
Liana berdeham pelan, mencoba mengalihkan pikirannya. "Jadi… kau benar-benar seorang dewa?"
Arjuna mengangguk ringan. "Aku adalah Dewa Arjuna, putra Arka Dewa, penguasa Gunung Meru. Aku turun ke dunia manusia… yah, karena Ayahku menganggapku terlalu sombong."
Liana tersenyum kecil, mendengar pengakuan yang begitu jujur. "Setidaknya kau sadar akan kesalahanmu."
Arjuna mendecak. "Tidak juga. Aku hanya mencoba memahami dunia ini lebih baik. Mungkin Ayahku memang ingin aku belajar sesuatu."
Liana memperhatikan ekspresinya, lalu tanpa sadar berkata, "Kau… tidak seperti yang kubayangkan."
Arjuna mengangkat alis. "Oh? Maksudmu?"
Liana sedikit tergagap, lalu buru-buru mengalihkan pandangan. "Aku pikir kau akan seperti… yah, tipikal makhluk kuat yang angkuh dan tak peduli pada manusia. Tapi kau… lebih tenang, lebih bijaksana."
Arjuna tersenyum tipis, sebuah senyum yang—untuk pertama kalinya—membuat Liana sedikit tersipu.
Kirana yang duduk di samping mereka menyipitkan mata, menyadari perubahan ekspresi Liana. "Liana, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada menggoda.
Liana tersentak, lalu berdeham pelan. "Tentu saja. Aku hanya berpikir…" Ia kembali menatap Arjuna, kali ini dengan sorot yang lebih serius. "Aku bisa membantumu, jika kau memang berada di pihak yang benar. The Vault tidak bisa membiarkan Nakula atau siapa pun yang dia beri kekuatan menghancurkan kota ini."
Arjuna menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk. "Baik. Kalau begitu, aku menerima tawaranmu."
Liana menghela napas lega, lalu menyesap lagi kopinya. Dalam hati, ia bertanya-tanya… apakah ini benar-benar hanya soal bekerja sama, atau ada sesuatu yang lain yang mulai tumbuh dalam dirinya terhadap pria tampan di depannya ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments