"Bisa tidak, kamu tidak bersikap kasar dengan seorang wanita ?" sentak Aline, ia meringis kesakitan pada pergelangan tangannya yang di tarik kasar oleh Dannis tadi.
"Perempuan licik sepertimu tidak pantas di lembutin." Dannis menatap tajam perempuan yang sedang duduk di depannya itu.
"Jadi selama ini kamu sengaja masuk ke kantorku dan menjadi sekretarisku hanya untuk memata mataiku hah ?" sambung Dannis lagi, ia berteriak dengan nyaring membentak Aline.
Entah kenapa bibir Aline seakan menjadi kaku mendadak, sehingga ia hanya diam menunduk menerima segala tuduhan dan caci maki Dannis kepadanya.
"Asal kamu tahu aku tidak akan pernah tertarik pada gadis jelek dan cupu seperti kamu." ujar Dannis dengan menekankan kata katanya itu.
"Aku juga...." Aline belum menyelesaikan perkataannya tapi Dannis sudah menyelanya.
"Kamu jangan pernah bermimpi bisa menikah denganku." sela Dannis, laki - laki itu benar - benar tidak sedikitpun membiarkan wanita di depannya itu untuk berkata kata.
"Oh ya Nona, wanita picik sepertimu bisa pulang sendirikan dan aku ingatkan jangan pernah muncul lagi di hadapanku ?" ujar Dannis kemudian ia berlalu pergi meninggalkan Aline yang masih diam di kursinya.
"Seharusnya aku senang dia menolakku, tapi kenapa rasanya sesakit ini. Kenapa dia begitu kasar, beda jauh dengan tadi siang." gumam Aline dengan sedih.
Beberapa saat kemudian tampak seorang laki - laki tampan berjalan mendekati Aline yang masih terduduk di kursinya.
"Nona bukannya selama ini kamu wanita yang kuat, kenapa sekarang tampak begitu lemah." Leonel menghampiri Aline dan tanpa permisi ia sudah duduk di kursi tersebut.
Aline tampak memicingkan matanya pada laki - laki di depannya itu. "Apa sesakit itu nona di tolak oleh kakakku." ujar Leonel lagi, ia menatap Aline dengan intens.
"Bukan urusanmu tuan." sahut Aline menatap tajam pada Leonel.
"Sebentar, sepertinya wajah kamu tidak asing. Apa kita pernah bertemu sebelumnya ?" tanya Aline, ia menatap laki - laki di depannya itu dengan seksama.
Leonel yang sedari tadi di pandangi oleh Aline, ia tampak gugup dan segera memalingkan wajahnya ke sembarang arah.
"Tentu saja, dulu kita pernah satu kampus." ucap Leon.
"Benarkah, apa kita juga satu angkatan ?" Aline tampak kaget, ia tidak menyangka Leon adalah teman kampusnya.
"Bukan, aku tiga tingkat di atasmu." sahut Leon.
"Pantas saja aku tidak mengenalimu." sahut Aline.
"Kamu memang tidak pernah mengenal siapapun di kampus nona, kecuali teman perempuanmu itu. Kamu selalu sibuk dengan tumpukan buku - bukumu." Leon mencibir Aline seakan wanita di depannya itu adalah kutu buku.
"Sofia ?" tanya Aline.
"Ya siapapun itu." sahut Leon, ia memang tidak mengenal Sofia yang dia tahu wanita itu selalu menempel pada Aline sejak masuk kampus untuk pertama kalinya.
"Apa kamu kecewa karena kak Dannis sudah menolakmu ?" sambung Leon lagi, ia melihat kekecewaan di mata Aline.
"Tidak, aku justru bersyukur bisa lepas dari buaya darat seperti kakak mu itu." Aline tersenyum sinis menatap Leon.
Leon hanya tertawa mendengar perkataan wanita di depannya itu, "Kak Dannis pasti akan menyesal jika tahu siapa kamu yang sebenarnya." gumam Leon seraya menatap Aline.
Sejak dulu Leon sudah menaruh perasaan pada Aline, bahkan ia sudah mencari tahu asal usul Aline yang sebenarnya. Tetapi ia hanya bisa mencintai dalam diam karena statusnya hanya sebagai anak angkat di keluarga Bryan.
"Jangan ambil hati perkataan kak Dannis ya, sebenarnya ia orang yang baik." ujar Leon.
"Sepertinya kamu sangat mengagumi kakak mu itu ?" sahut Aline.
"Tentu saja, dia nyaris sempurna dalam hal apapun. Berbeda denganku hanya seorang anak angkat." kini Leon tampak merendah.
"Tapi menurutku kakak mu juga sangat menyayangi mu." Aline mencoba membesarkan hati laki - laki di depannya itu.
"Darimana kamu tahu ?"
"Kalau tidak menyayangi mu, mungkin dia sudah membuangmu ke jalanan." sahut Aline ia tampak tergelak.
"Aukhhh, sadissss." Leon tertawa renyah.
"Apa kita bisa berteman ?" tanya Leon dengan serius.
"Asal bisa menerimaku apa adanya kenapa tidak." sahut Aline.
"Tentu saja, asal kamu tidak mempunyai dua kepribadian." Leon mencoba memancingnya, ia sangat penasaran kenapa selama ini Aline selalu menyembunyikan wajahnya yang sangat cantik menurut Leon.
"Kamu tidak sedang mengatai ku sakit jiwa kan ?" Aline tampak melotot dari balik kacamata tebalnya.
Leon hanya tertawa gemas melihat kekesalan wanita di depannya itu, ia tidak menyangka sosok yang selama ini ia anggap cupu dan kutu buku ternyata sangat menyenangkan.
"Sudah malam bagaimana kalau aku mengantarmu ?" Leon melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Ehhmmm
Terdengar suara deheman dari belakang Aline, seketika ia langsung menoleh mencari sumber suara tersebut. "Sam." ucap Aline ia nampak kaget.
"Kak Sam, kalian saling mengenal ?" Leon menatap Sam dan Aline bergantian ia tampak sedikit bingung.
"Tentu saja dia sahabatku." Sam langsung duduk di kursi sebelahnya Aline.
"Ternyata dunia ini sempit ya." ujar Leon terkekeh.
"Jadi bagaimana, apa mau aku antar pulang sekarang ?" sambung Leon lagi pada Aline.
"Aku yang akan mengantarnya !" sela Sam dengan tegas.
"Terima kasih Leon, tapi aku akan pulang bersama Sam." ucap Aline, ia menolak dengan lembut berharap lelaki di depannya itu mau mengerti.
"Baiklah kalau begitu." ujar Leon kemudian ia berlalu pergi meninggalkan Aline dengan perasaan kecewa.
"Kamu kenapa bisa ada di sini ?" tanya Aline menatap Sam dengan bingung karena selalu saja muncul tiba - tiba.
"Sofia, dia memberitahuku kalau kalian berada disini." ujar Sam.
"Apa dia menceritakan semuanya ?" tanya Aline.
"Tentu saja." sahut Sam.
"Ember sekali mulutnya." Aline mencebikkan bibirnya.
"Apa dia menolakmu ?" tanya Sam datar.
Aline hanya menganggukkan kepalanya, tampak ada kesedihan di matanya.
"Kamu sedih ?" tanya Sam lagi.
"Untuk apa ?" Aline pura - pura tidak mengerti maksud dari sahabatnya itu.
"Dicampakkan oleh boss." celetuk Sam tanpa basa - basi.
"Tidak juga." Aline membuang muka ke sembarang arah agar sahabatnya itu tidak melihat kesedihannya.
"Menangislah jika mau menangis, aku bisa meminjamkan bahuku." Sam menepuk - nepuk bahunya.
"Aku tidak menangis." Aline mencoba tersenyum untuk menghilangkan kesedihannya.
"Tapi matamu sudah berkaca - kaca." Sam meledek Aline yang tampak tersenyum sambil menahan air matanya agar tidak jatuh.
Seketika Aline bersandar di bahu Sam, tangisnya langsung pecah. Ia tidak tahu kenapa menjadi cengeng seperti ini.
"Apa kamu menyukainya ?" tanya Sam lirih, bibirnya terasa keluh untuk mengatakannya.
"Tidak, dia sudah bersikap kasar padaku." sahut Aline sambil terisak di bahu Sam.
"Aku tahu kamu menyukainya, selama ini tidak ada wanita yang bisa menolak pesona Dannis. Tapi aku tidak akan membiarkan Dannis menyakitimu." gumam Sam dia menepuk lembut bahu Aline.
"Terima kasih Sam." Aline menatap lembut Sam, matanya tampak sembab karena isak tangisnya.
"Aku adalah sahabatmu, aku akan selalu ada buat mu." Sam tersenyum menatap Aline.
"Kamu tahu, kamu itu seperti Dewa. Dia juga selalu ada buatku." ujar Aline.
"Apa dia kekasihmu ?" tanya Sam penasaran, karena baru kali ini ia mendengar nama itu di sebut oleh Aline.
"Bukan, dia teman sekolahku." Aline tampak tersenyum ketika mengingat sosok Dewa, seorang sahabat yang selama ini ia rindukan kehadirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Bundanya Robby
pingin nya aku masukin Denis ke dalam karung.. ku tunggu curhat bucin mu tentang Aline ..niss
2022-06-30
2
Mumun Munafaroh
ayoo tor alin sma dewa aja
2022-01-19
1
Desrina Tobing
lah....padaa semuaa priaa yg dekeet amaa Aline sukaa....kloo punn jadii sahabat....ah turuunn pesonaa Bu nisaa ni😍😍😍😍😍
2021-11-20
1