"Kamu beneran mau sama laki - laki yang masih perjaka." Sofia menatap serius temannya itu.
"Siapa ?"
"Tuh anak bayi sebelah rumahku, asli original paling - paling baru emaknya saja yang menjamahnya." Sofia tertawa puas bisa membalas kekesalannya.
"Sofiaaaaaaa." Aline berteriak nyaring hingga sebagian pengunjung di Cafe itu menoleh padanya.
"Seru amat sedang ngobrolin apa ?" tiba - tiba Sam sudah menghampiri meja mereka.
"Astaga kamu benar - benar seperti jelangkung." Aline melotot pada Sam yang tersenyum nyengir.
"Bagaimana kamu bisa tahu kami ada disini ?" ujar Sofia ia tersenyum manis pada laki - laki di depannya itu.
"Tentu saja tahu, teriakan kalian terdengar sampai jalanan. Ngomong - ngomong nih muka kenapa sepet gitu ?" Sam mencubit pipi Aline dengan gemas.
"Bagaimana tidak sepet orang dia mau....." Sofia belum menyelesaikan perkataannya tapi Aline sudah menginjak kakinya.
"Akhhhh." teriak Sofia, ia meringis kesakitan.
"Kamu kenapa ?" tanya Sam bingung.
"Tidak, tidak apa - apa hanya terinjak tikus." sahut Sofia sambil melotot ke arah Aline.
"Tikus, dimana ?" Sam tampak melihat kesana kemari.
"Iya tikus kepala hitam." Sofia menatap Sam sambil nyengir dan laki - laki itu hanya geleng - geleng kepala menanggapi kekonyolan sahabatnya itu.
"Oh ya Al, kamu sudah sehat ?" Sam memperhatikan wajah Aline yang masih pucat dan tampak murung.
"Sudah, tapi tidak apa - apakan aku ambil cuti dulu ?" Aline mengiba pada Sam, ia merasa tak bersemangat masuk kerja apalagi harus bertemu Dannis di kantor.
"Iya, aku sudah ijinkan satu minggu buat kamu."
"Benarkah, yes terima kasih Sam." Seketika wajah Aline yang tadinya murung langsung menjadi ceria.
"Orang bilang untuk membuat seseorang jatuh cinta, aku harus membuatnya tertawa. Tapi setiap kali dia tertawa, justru aku yang merasa jatuh cinta." gumam Sam ia menatap Aline dengan intens, tapi tanpa ia sadari ada seorang wanita yang juga menatapnya.
"Apa kamu hanya peduli pada Aline, sehingga sama sekali tak menganggapku ada." gumam Sofia ia membuang muka ke segala Arah agar kedua sahabatnya itu tak melihat kesedihan di matanya.
"Aku balik dulu ya sudah mau gelap nih, kamu tidak pulang Sof ?" Aline melihat Sofia yang masih betah nongkrong di Cafe tersebut.
"Nanti saja, mau nemenin nih orang. Kasihan kopinya belum habis." Sofia menatap Sam sekilas.
"Baiklah, ingat jangan ember tuh mulut !" Aline beranjak dari kursinya sambil melotot kearah Sofia.
"Tenang saja rahasia aman." Sofia mengacungkan jempolnya pada Aline.
"Rahasia apa ?" Sam tampak tidak mengerti dengan obrolan dua wanita itu.
"Urusan wanita, kamu mau tahu ?" Aline menatap Sam yang tampak bingung.
Sam segera mengangguk, sepertinya ia sangat penasaran. "Pakai rok dulu baru kita kasih tahu." Aline tertawa nyaring sambil berlalu meninggalkan mereka.
"Aissssssh enggak asyik."
Keesokan harinya
"Sayang. Kamu tidak kerja, kok masih tidur ?" Nisa menarik selimut anaknya yang masih tampak terlelap.
"Masih ngantuk Ma."
"Ayo cepat bangun, di tunggu Papa di meja makan !" Nisa mengguncang tubuh anaknya agar segera bangun.
"Iya Bu Menteri, iya." Aline memeluk ibunya, kemudian ia beranjak ke toilet.
Nisa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak gadisnya yang selalu manja padanya.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berkumpul di meja makan. "Sayang kamu tidak kerja ?" ujar Austin ketika anak gadisnya itu baru duduk di sebelahnya.
"Aline kan habis sakit Pa."
"Tapi sekarang tidak kan, kalau begitu temani Papa meeting ke kantor." ujar Austin sambil melahap sandwichnya.
"Gawat nih, bisa ketahuan Papa kalau aku tidak kerja di kantornya." batin Aline dalam hati.
"Tapi Pa...." Aline belum menyelesaikan perkataannya tapi Austin sudah beranjak berdiri dari duduknya.
"Papa tunggu di mobil !" ucap Austin sambil berlalu meninggalkan Aline yang masih belum menyelesaikan sarapannya, rasanya sandwich yang ia makan seketika nyangkut di kerongkongan.
🍁🍁🍁🍁
Aline melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor ayahnya dengan cemas, bukannya ia tidak mengerti dengan keadaan perusahaan Ayahnya bahkan dia sangat paham. Karena selain menjadi sekretarisnya Dannis ia juga selalu membantu Wira memantau perusahaannya, tapi yang membuat ia cemas adalah takut ketahuan oleh ayahnya kalau dia bekerja di perusahaan lain.
"Wir, bagaimana perkembangan anakku di kantor ?"
"Tentu saja bagus Pa, ya kan Om Wira ? Aline menatap Wira dengan cemas.
"Sayang, kalau ada orang tua bicara jangan suka menyela." ujar Austin.
"Baik Pa." Aline tampak menunduk dengan rapalan doa yang ia baca, semoga Wira bisa menyelamatkannya kali ini.
"Dia anak yang sangat rajin bahkan hari Sabtu dan Minggupun dia suka membantuku." Wira tampak menatap Aline sekilas sedang senyuman yang sulit diartikan.
"Baguslah kalau begitu, kamu harus terus belajar Nak. Nanti pada saatnya tiba kamu akan menggantikan Papa mengurus perusahaan !" ujar Austin ia menatap anaknya itu yang sedang diam tak berkutik.
"Oh ya Wir, apa nanti malam kamu bisa ikut makan malam bersama kami ?" tanya Austin.
"Apa ada acara spesial ?" Wira balik bertanya.
"Tuan Nicholas Bryan mengundang kita untuk makan malam, sekalian memperkenalkan anak - anak kita."
"Baiklah akan ku usahakan." ujar Wira.
"Sayang. Papa mau berkunjung ke cabang lain, apa kamu mau ikut ?" kali ini Austin melihat anaknya yang sedang duduk di sebelahnya.
"Enggak Pa, kebetulan ada kerjaan yang harus Aline selesaikan. Ya kan Om Wira ?"
Wira hanya mengangguk menatap ponakannya itu.
Setelah Austin pergi meninggalkan kantornya, Aline segera ke ruangan Wira. " Om, tolong Aline dong Om." ujar Aline mengiba pada Wira.
"Bukannya Om sudah menolongmu dengan tidak memberitahukan pada ayah kamu, kalau kamu kerja di perusahaan lain." ujar Wira.
"Ini tentang nanti malam Om ?"
"Masalahnya ?" Wira tampak tidak mengerti.
"Om tahu sendirikan nanti malam siapa yang akan makan malam bersama kita ?"
"Tentu saja tuan Nicholas dan anaknya." ucap Wira sambil menatap layar komputernya.
"Itu masalahnya, Om tahu siapa anaknya tuan Nicholas ?"
"Tentu saja Dannis Bryan, oh astaga dia boss kamu ya ?" Kali ini Wira menatap Aline yang sedang berdiri menatapnya.
"Itu Om tahu." Aline menyebikkan bibirnya.
"Lalu masalahnya dimana ?" lagi - lagi Wira tidak mengerti.
"Masalahnya Aline tidak mau di jodohkan dengan dia."
"Kamu tidak menyukainya ?"
"Tentu saja tidak Om, dia itu playboy dan Papa tidak mempercayainya sebelum melihatnya sendiri. Sepertinya pria itu pintar sekali menutupi keburukannya."
"Tolong dong Om, bagaimana caranya agar pria itu menolakku." sambung Aline lagi seraya menggoyang goyangkan lengan Wira.
"Kamu berpenampilan saja seperti ketika menjadi sekretarisnya." celetuk Wira dengan santai.
"Astaga, kenapa aku tidak berpikiran kesana." tiba - tiba Aline tampak berbinar binar mendengar ide dari Wira.
"Tapi mungkin setelah itu kamu bakal ditendang dari kantornya." ujar Wira lagi.
"Tidak masalah, lebih baik aku kerja disini. Baiklah terima kasih idenya Om." Aline langsung berlalu keluar dari ruangan Wira, tapi baru berapa langkah Wira sudah memanggilnya lagi.
"Enak saja pergi begitu saja, jadi imbalan buat Om apa ?"
"Imbalan apa, duitnya Om sudah banyak."
Wira melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Jemput adik kamu sekarang di sekolah !"
"Siap om, Aline segera meluncur jemput si Ojak." kemudian Aline bergegas pergi dari kantor tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
om kamu bisa diajak kerjasama ya Lin,
2023-07-13
2
Kireina
🤣🤣🤣🤣 ntik salah strategi aline ny..bukanya nolak dannis ny malah mau kali🤣🤣🤣
2022-07-21
0
Bundanya Robby
ojak hehehe ...pak RT dampingan sama ibu Mentri ya Aline...gak pas🤣
2022-06-30
0