"Tenang saja, kamu bisa kerja denganku. Bahkan aku bisa memberimu gaji lebih tinggi dari pria mesum itu." ujar Aline setengah berbisik.
Ehhmmm
Terdengar deheman dari suara bariton Dannis. Aline dan Sam yang sedang melakukan konspirasi, seketika menoleh kearah bossnya yang sudah menatap tajam kearah mereka berdua.
"Kalian ku gaji bukan untuk ngerumpi ?" sentak Dannis hingga membuat Aline dan Sam seketika kembali ke ruangannya masing - masing.
"Kamu ?" Dannis menunjuk Aline dengan telunjuknya tepat dihadapan wajahnya.
"Iya tuan siap." ucap Aline dengan senyum yang dipaksakan.
"Apa sakit matamu begitu parah, hingga kacamata yang kamu pakai setebal itu ?" Dannis memicingkan matanya menatap Aline.
"Astaga sejak kapan tuan mesum ini peduli dengan penampilanku." gumam Aline.
"Sangat parah tuan." sahut Aline ia tampak memasang wajah sesedih mungkin.
"Coba kamu lepas kacamatamu !" ucap Dannis dengan tegas matanya masih intens menatap wanita di depannya itu.
"Maaf tuan saya alergi dengan sinar, jadi biasanya saya melepaskan kacamata kalau mau tidur malam saja." ujar Aline beralasan ia terlihat gugup sekarang.
"Benarkah ?" Dannis tampak tidak percaya ia mendekatkan wajahnya ke Aline hingga menyisakan beberapa senti saja.
Seketika jantung Aline berdebar sangat kencang seperti yang ia rasakan tiga tahun yang lalu, ketika Dannis menolongnya di Changi Airport waktu itu.
"Tuan sebentar lagi meeting di mulai." seru Sam yang baru keluar dari ruangannya.
Seketika Dannis langsung menjauhkan badannya dan ia berlalu pergi begitu saja bersama asistennya itu. Sam yang sudah berjalan disamping Dannis, ia berbalik badan kemudian melihat Aline dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Untung saja ada Sam, kenapa aku jadi berdebar debar begini melihat wajahnya sedekat itu, dia memang tampan sekali. Tapi tidak mungkin kalau aku menyukainya, kalau iya bisa makan hati setiap hari diselingkuhi." gumam Aline ia nampak memegang dadanya yang masih terasa berdebar debar.
Malam harinya
Seperti biasanya Aline menghabiskan waktu malamnya untuk nongkrong dan jalan - jalan dengan sahabat satu satunya Sofia.
Kali ini ia nongkrong disebuah Bar yang cukup terkenal di kota tersebut.
"Akh pusing aku, apa lebih baik aku pulang saja ke negaraku." Aline meneguk cocktailnya lagi.
"Karena bossmu itu lagi ?" tanya Sofia ia tampak menggoyangkan badannya mengikuti live musik yang ada di Bar tersebut.
"Siapa lagi." dengus Aline.
"Kenapa kamu tidak resign aja, selesai urusan." Sofia tampak mengambil minuman yang di berikan oleh seorang bartender.
"Tidak semudah itu onah. Gara - gara ketemu di pestanya tuan Morgan waktu itu, dia sekarang sedang mencari tahu informasi tentangku."
"Benarkah, aku bangga padamu. Tuan Dannis Bryan yang gantengnya sejagat raya dan tajir melintir itu sedang mengejar - ngejar sahabatku, so sweet." Sofia tampak heboh sendiri.
"Hey gila kamu, memangnya aku kurang tajir." Lagi - lagi Aline mendengus kesal, karena sahabatnya itu sama sekali tidak memberinya solusi.
"Kamu memang sudah tajir Aline sayang, tapi tuan Dannis tidak biasanya mengejar perempuan tapi banyak perempuan yang juga tajir seperti mu mengejarnya."
"Tapi aku tidak tertarik dengannya, justru aku sangat membencinya sudah berapa kali dia mengotori mata suciku."
"Jangan terlalu membencinya nanti kamu jatuh cinta beneran tahu rasa."
"Stop membual. Mana mungkin aku jatuh cinta sama seorang playboy seperti dia, yang ada sekarang ini aku sangat membencinya." ujar Aline sepertinya saat ini ia benar - benar kesal.
Beberapa saat kemudian tampak dua orang pria berjalan mendekat kearah mereka yang sedang duduk didepan meja Bar itu.
"Hey cantik, boleh kita gabung." pria itu dengan sengaja memegang pundak Aline yang terbuka.
"Tuan bisa jauhkan tangan anda !" Aline tampak menatap tajam pria itu.
"Jangan galak - galak sayang, pesta kita belum di mulai."
Seketika Aline langsung memegang tangan pria itu lalu memelintirnya dengan kuat. "Baiklah tuan ayo kita segera mulai pestanya." ujar Aline lalu menendang pria tersebut hingga jatuh ke lantai.
Kemudian datang lagi seorang pria lainnya yang siap melayangkan pukulannya kearah Aline, tapi Aline segera menghindar tapi na'asnya ketika ia menghindar kakinya tersandung heelsnya sendiri dan seketika Aline terhuyung. Beruntung ada seseorang yang segera meraih tubuhnya, kalau tidak ia pasti sudah jatuh ke lantai.
"Dannis." gumam Aline, ia menatap Dannis yang sudah memeluk pinggangnya. Pandangan mereka terkunci beberapa saat, Dannis merasa jantungnya berdebar sangat kencang begitu juga dengan Aline.
Kemudian Aline segera mendorong Dannis. "Hey beraninya kamu menyentuhku." ucap Aline dengan sinis pada Dannis dan tampak dua pria pengacau tadi sudah diamankan oleh para security disana.
Dannis sepertinya tidak rela ketika melepas pelukannya. "Nona harusnya kamu berterima kasih padaku."
"Baiklah terima kasih." Aline tampak sinis menatap Dannis kemudian ia berlalu pergi meninggalkannya.
Baru jalan beberapa langkah Aline berhenti dan berbalik badan lagi, "Jangan pernah mengikutiku." ia menatap tajam Dannis yang memang akan mengikutinya dan ia juga tampak melotot kearah Sam.
Kemudian Aline bergegas pergi dengan langkah cepat bersama Sofia. Ketika Dannis akan mengikutinya lagi, Sam segera menahannya sepertinya ia paham dengan kode yang diberikan oleh Aline.
"Boss jangan mengejarnya lagi, sepertinya nona itu sedang marah." ujar Sam beralasan.
"Tapi kita akan kehilangan jejaknya."
"Yang penting kita tahu boss, wanita itu masih berada di Negara ini."
"Entah kenapa kerjamu akhir - akhir ini selalu lelet." Dannis mendengus dengan kesal.
"Secepatnya boss saya akan cari tahu."
Dannis hanya diam, ia tidak menghiraukan lagi perkataan asistennya itu. Dia masih merasakan debaran jantungnya, debaran yang pernah ia rasakan tiga tahun lalu ketika menolong gadis itu yang terpeleset ketika berada di bandara.
Sampai didalam Apartemen Aline merebahkan tubuhnya di ranjang, ia merasakan jantungnya masih berdebar debar. "Apa aku mulai menyukainya. Tidak, itu tidak boleh justru aku sangat membencinya." gumam Aline kemudian ia memejamkan matanya, tapi bayangan Dannis memenuhi kepalanya. Bagaimana pria itu memeluknya dan menatapnya dengan jarak yang sedekat itu hingga akhirnya ia terlelap.
Begitu juga dengan Dannis laki - laki itu sedang merebahkan dirinya di kasur Apartemen. Setelah kepergian Aline tadi, tak berapa lama ia juga meninggalkan Bar tersebut dan pulang ke Apartemennya.
Dannis tampak memegang dadanya ia juga masih merasa debaran jantungnya setiap mengingat tatapan Aline dengan jarak yang sedekat itu.
"Gadis itu, kenapa membuatku seperti ini. Apa aku jatuh cinta padanya. Tidak, itu tidak mungkin. Seorang Casanova sepertiku tidak akan pernah jatuh cinta. Mungkin ini efek aku tidak pernah terpuaskan dalam sebulan ini." gumam Dannis lagi - lagi ia menyangkal perasaannya.
"Lebih baik aku segera melupakan gadis itu, dia sudah menolakku tidak mungkin aku mengejarnya terus itu akan merendahkan harga diriku." gumam Dannis lagi kemudian ia memejamkan matanya hingga ia benar - benar terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Bundanya Robby
Aline..benci dn cinta beda tipis ...ibarat udara dn daging......jangan sampai ada judul ...hidup " hati tak bertuan ya"hehehhh hati hati lho...
2022-06-30
2
Candra Elisa
thor jidohin aja aline sama dewa...
2022-06-02
0
Masita Antu
asyik
2022-04-30
1