Pagi yang datang tanpa diperintah seolah memaksakan semua orang untuk mengerjakan rutinitas seperti biasanya.
Namun, tidak seperti biasanya, pagi ini Ica begitu terlihat ceria. "Pagi, Mam!" ucapnya sambil menarik salah satu kursi meja makan dan mendudukkan tubuhnya disitu.
Monica membalas senyum Ica "tumbenan, habis mimpi apa emang? seneng amat tuh muka," ucapnya sambil memberikan dua lapis roti yang sudah diolesi selai strawberry yang merupakan kesukaan Ica.
"Mimpi yang bakal jadi kenyataan dong Mam," ucapnya dengan sumringah.
"Halah, palingan juga soal cowok," tebak Monica yang begitu tepat sasaran tentunya.
"Semalam aja kamu manyun gara-gara nungguin chat dari doi." Monica mulai menggoda mood putrinya.
Ica melirik sekilas, "malam hp nya lowbat."
Monica memberikan tatapan mengejek, "baru satu hari resmi pacaran aja udah alasan lowbat, nanti-nanti alasan apalagi ya..." ucap Monika dengan mimik wajah seolah sedang berpikir.
"Ih Mami..." bibir Ica maju lima langkah.
"Kuliah aja dulu yang bener, jangan ngurusin pacaran," ucap Monica sambil mengunyah roti miliknya.
"Belum tentu juga dia serius, patah hati baru tau rasanya nanti kamu," imbuhnya kemudian dengan wajah yang mulai terlihat menang.
Ica menaruh kembali gelas susu yang tidak jadi diminumnya. "Dia serius dong, buktinya habis nembak langsung ngajak nikah." Ica mengukir senyum manisnya saat ingatannya kembali pada moment diatas gedung kemarin.
"Oh" tanpa terkejut, Monica hanya menanggapi ucapan Ica dengan datar.
"Bulet banget tuh," sinis Ica yang tidak puas dengan respon sang mami, padahal dia ingin menceritakan semua kebahagiaannya.
Sebegitu akrabnya hubungan antara Ica dengan ibu sambungnya, sehingga tanpa ragu Ica menjadikan Monica ibu sekaligus teman curhatnya. Bahkan dari semua banyaknya teman Ica yang bisa dijadikan teman curhat, tidak ada yang bisa membuat Ica klop selain dengan Mami sambungnya itu.
Namun, biasanya respon Monica yang suka heboh, apalagi berhubungan dengan seorang lelaki, kini hanya biasa saja, membuat Ica heran.
"Apa mungkin Mami lagi galau?" pikiran Ica mulai menjelajah.
"Mii?"
"Hum, iya," jawab Monica yang seketika menoleh.
Ternyata wanita itu sedang memikirkan sesuatu, namun entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Kenapa si, jangan bilang Mami batal nikah?" tanya Ica to the point.
Monica mengulas senyum samar "Mami gak papa. Ya jadi dong nikah, kalo gak jadi nanti Mami repot gara-gara digosipkan minta mahar gede. Mami males kalau harus klarifikasi," jawabnya mulai becanda.
"Dasar korban gosip," celetuk Ica menjulurkan lidahnya.
"Nanti malam, Mami mau makan malam diluar, membicarakan soal tanggal pernikahan Mami. Dan kamu harus ikut ya, biar cepat tau siapa calon papa tiri kamu."
"Kenapa diluar Mii, kenapa gak di rumah saja?"
"Biar Bibi gak repot masak banyak, kasian." Tidak hanya baik terhadap Ica, Monica juga termasuk majikan yang tidak selalu merepotkan asisten rumah tangganya, terbukti dengan ia yang selalu turun tangan sendiri untuk hal-hal sepele yang masih bisa ia kerjakan. Seperti menyiapkan sarapan, Masak untuk makan malam kalau ia pulang cepat dari kantor. Bahkan masih banyak hal lain yang terkadang membuat pembantu di rumahnya merasa tidak enak.
"Oke nanti Ica pasti nemenin Mami deh."
Obrolan mereka terhenti bersamaan dengan acara sarapan mereka yang juga telah habis.
"Yah... kok malah turun hujan si, terus gimana aku berangkat kuliah," Ica menghembuskan nafasnya kasar setelah melihat dari balik jendela kaca air hujan yang mulai turun membasahi bumi.
Monica membereskan bekas sarapannya, "biasanya juga hujan. kan Ica pake mobil, kenapa kaya takut kehujanan."
Ica yang yang juga baru menyelesaikan sarapannya kembali mengukir senyumnya, "soalnya pacar Ica pagi ini mau jemput. kalo hujan gini gimana dong, mana dia pake motor." Wajah yang semula tersenyum itu kini berubah muram.
Bukan soal pakai motornya Ica menjadi muram, namun ia khawatir kalau pacarnya itu tidak jdi menjemputnya.
"Padahal dari kemarin dia gak ada ngasih kabar, giliran mau ketemu, malah terhalang hujan," gerutunya sambil menenteng tas menuju ruang tamu.
"Jangan-jangan pertanda tuh," celetuk Monica yang ternyata mendengar suara pelan Ica.
Ica menghentikan langkahnya, dengan cepat ia menoleh, "Mami.. perasaan dari tadi ngomongnya gitu mulu deh." Dengan mata yang membola, Ica menggembungkan pipi sedikit chubby nya.
Tidak mau kalah julid, kini Ica menyunggingkan senyumnya, "hati-hati aja yang bentar lagi mau nikah, pas udah nikah suaminya ditikung daun muda baru tau Mami, hahaha."
"Sekarangkan lagi viral tuh Mam."
"Iya mami juga tau, si pelakor yang berkoar - koar yang mengatakan ingin insyaf, 'kan?," ucap Monica yang tak mau memberikan kesempatan Ica untuk membuatnya kesal.
Ternyata kesibukannya sebagai wanita kantor tidak membuatnya ketinggalan dengan berita-berita yang lagi viral.
"Yakin Mam? pelakor sekarang serem-serem loh Mam, covernya aja manis, ditambah kalo suami Mami nanti tipe yang mudah berpaling, beuh... alamat Mami menangis deh, kek sinetron kesukaan Mami," Ica mulai merasakan hawa-hawa kemenangannya yang bisa kembali menggoda Monica.
Dengan sikap elegan, Monica berucap, "Mami sii gak takut sama pelakor kaya begituan, asalkan bukan anak Mami aja yang jadi pelakor nya."
Tanpa bisa menahan kegelian nya, tawa Ica seketika pecah, "hahaha, mimpi aja Ica ogah ngerebut suami orang, apalagi suami Mami yang masih calon."
"Hahaha," tawa Ica semakin menjadi saat pikirannya mulai terbayang dengan visual calon Papa tirinya yang kemungkinan bertubuh tambun dengan kepala botak lengkap dengan kumis lele yang menjadi penyempurna kejelekan calon suami maminya.
"Oke, mami pegang ya janji kamu." Setelah sempat mengusap ujung kepala Ica, Monica melangkah menuju pintu utama.
"Ica janji Mam, langit bumi bersaksi," teriaknya dengan sengaja, tanpa menghentikan tawanya yang terus pecah.
Tanpa menoleh, Monica melambaikan sebelah tangannya, "Mami duluan ya, selamat kembali galau gara-gara pacarnya gak bisa jemput, bye.."
"Kenapa buru-buru si Mam, emang gak mau liat pacar Ica dlu?!"
"Gk!" jawab Monica yang hampir tidak terdengar oleh Ica.
"Kata siapa pacar Ica gak jadi jemput, palingan bentar lagi juga hujan reda," gerutu Ica sambil meyakinkan dirinya.
Jarum jam terus berputar. Ica yang mulai gelisah karena hari ini ada kelas pagi ia mengambil ponselnya dari dalam tas, tujuannya untuk menghubungi Kenan.
Drtt..
Belum sampai Ica membuka kunci layar ponselnya, ponsel itu sudah lebih dulu menyala dengan adanya satu notifikasi pesan WhatsApp dari orang yang akan ia hubungi.
maaf, aku gak bisa jemput. ~ Kak Kenan
Dan benar saja, ketakutannya kini terjadi. Dan semua itu pasti gara-gara hujan.
Tanpa membalas pesannya, Ica yang sedikit kesal kembali memasukan ponselnya dan menukarnya dengan kunci mobil yang juga berada didalam tasnya.
#########
Dengan emosi yang meluap-luap, pemuda itu mengendarai motor bebeknya tanpa takut dengan hujan yang masih semangat mengajak pasukannya untuk menyerbu daratan, dan membasahi semua yang menghalanginya, termasuk berjatuhan diatas tubuh Kenan yang dalam hitungan detik berhasil membuat tubuhnya basah kuyup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
ANI MAULIDA HERLIANI
lanjutin trs ka ttep smngt💪
2022-02-07
0
Titik Farniati
1
2022-01-23
0
Alfiah Ermawati
lanjuut
2021-10-30
0