Jalanan yang sudah menghitam oleh langit
yang kelam, yang tersisa hanya mercury di sudut jalan yang juga mulai memudar. Roda - roda kendaraan yang saling berkejaran berhasil mengubah semua kesunyian jalanan ditengah perkotaan.
Seorang gadis masih terus melangkahkan kakinya. Berlari sekuat tenaga meninggalkan rasa sakit yang begitu amat mendalam, berharap rasa sakit itu tertinggal. Namun ternyata tidak, dada nya malah semakin terasa sesak, mengingat semua ucapan dan janji manis yang pernah Kenan ucapkan saat menyatakan cinta kepadanya. Nyatanya setelah dirinya percaya dan berharap lebih kepada Kenan, Lelaki itu malah menyakitinya tanpa perasaan.
Entah alasan apa lelaki yang sudah diberikan tempat spesial dihatinya itu tega mempermainkan perasaannya. Ica tidak peduli, rasa marah dan kecewa terhadap kata cinta sudah berhasil membuatnya muak. "Kenan si alan!!!" teriak gadis itu berhasil membuat para pengendara menoleh ke arahnya.
Ica bertekad Kenan akan menjadi cinta pertama dan terakhirnya. Dalam artian tidak akan lagi ada rasa cinta pada lelaki lain dikemudian hari. Hati gadis itu terlalu sakit, bahkan sekarang rasa trauma sudah berhasil menutup hati dan pikirannya.
############
Kenan menatap keluar jendela dari kamar tempatnya beristirahat. Bintang kerlap kerlip seolah sedang menertawakan dirinya. Rasa marah akan takdir yang dia terima, rasa penyesalan karena sudah membuat gadis yang dia cintai terluka. Terlintas rasa ingin menyerah atas takdirnya, "tinggal hitungan hari aku akan menikah. Melepaskan kain sutera demi mendapatkan kain perca," Kenan tertawa sumbang. Sempat terlintas rasa ingin menyerah pada takdirnya, namun rasa sayang kepada sang ayah membuatnya kembali kuat. "Ini tidak seberapa, dibandingkan dengan perasaan ayah yang tiap detiknya selalu mendapatkan hinaan dan amukan dari ibu," ucapnya dalam hati saat mengingat nasib sang ayah yang selalu diinjak - injak harga dirinya oleh sang ibu tirinya itu.
Diwaktu yang bersamaan terdengar pertanyaan - pertanyaan dengan sesekali terselip tawa bahagia dari ruang tamu. Sepertinya ibu tirinya begitu bahagia mendengar waktu pernikahan Kenan yang tinggal beberapa hari.
"Pokoknya nanti aku mau minta pakaian paling mahal supaya terlihat glamor. Aku juga mau minta dibelikan perhiasan yang mahal dengan mutiara paling langka, pokonya aku ingin semua yang membuat aku terlihat mewah supaya sepadan dengan bu Monika, ucap Lilis dengan semangat."
Benar - benar sudah tidak memedulikan perasaan sang anak, sesekali Lilis tertawa membayangkan semua impiannya akan segera terwujud.
Kenan memejamkan matanya, kedua tangannya mengepal. Ingin marah namun percuma.
"Sudahlah, kamu jangan terlalu berbahagia seperti itu, hargai juga perasaan anak aku," ucap Lukman.
Lilis mendelik sebal, namun wanita itu tidak menggubris. "Nanti setelah Kenan resmi menikah, aku mau ikut pindahan kerumahnya ah, kan pasti gede banget tuh. Ah enggak deh, aku mau minta dibelikan rumah aja deh, yang mewah dan besar juga tentunya. Hahaha bye bye rumah jelek," ucap Lilis dengan bola mata jengah memindai setiap penjuru rumah yang ditempatinya saat ini.
Brak!!
Lukman yang sudah geram dengan istrinya tidak dapat menahan emosinya. "cukup! sudahi semua khayalan gila kamu. Kamu hanya mementingkan semua keinginan kamu, tapi tidak memedulikan nasib anak aku yang menderita karena ulah kamu!"
Seolah tidak terima, Lilis menghembuskan nafasnya kasar, matanya memancarkan amarah, "khayalan gila kata kamu? Heh! Lukman! perlu aku ingatkan, semua ini juga gara - gara kamu!" Lilis mengarahkan telunjuknya tepat kehadapan wajah Lukman. "Dan khayalan yang kamu sebut gila itu juga akan membuat kamu bahagia, bukan cuman aku saja."
Pintu kamar Kenan yang memang tidak seluruhnya tertutup membuat sang pemilik kamar menendang pintu itu dari arah dalam dengan sekuat tenaga.
"Tidak sopan! Dasar anak tidak tau di untung. Harusnya kamu berterimakasih sudah mendapatkan calon yang akan menjamin kehidupan kamu. Jaman sekarang tuh bukan cuman perempuan, lelaki juga harus realistis. Bentak Lilis didepan pintu yang sudah tertutup.
Kenan memegang handle pintu, amarahnya sudah dipuncak kepala.
Gubrak..
Pintu kamar yang sudah terbuka membuat mata Kenan membulat sempurna melihat ibu tirinya sudah terbaring dilantai tak sadarkan diri. Diliriknya sang ayah yang terlihat dengan kedua tangannya yang gemetar. Lelaki itu sudah menduga, ayahnya sudah melakukan sesuatu terhadap ibu tirinya.
Kepala Lilis mengeluarkan cairan kental berwarna merah. "Ayah, ayo cepat kita bawa ibu ke rumah sakit!" ucap Kenan panik.
Harusnya kedua lelaki itu membiarkan saja Lilis yang mungkin sedang sekarat. Toh karena wanita itu keadaan keluarga mereka jadi tertekan. Namun Kenan tidak sejahat itu.
Lukman yang baru tersadar atas perilakunya langsung mengangkat tubuh Lilis ke luar rumah. Diikuti Kenan yang kemudian mendahului untuk mencari taksi.
Tidak butuh waktu lama, Kenan sudah sampai di rumah sakit. Ibu tirinya sudah mendapatkan penanganan dokter.
"Apa yang sudah ayah lakukan?" tanya Kenan menatap wajah sang ayah yang malah nampak tak ada raut penyesalan.
Seharusnya tadi kita biarkan saja dia, "jawab Lukman tanpa balas menatap sang anak.
Lukman mengingat dirinya dengan sadar mendorong Lilis ke tembok membuat istrinya itu terpental dan kepalanya mengenai sudut lemari. Emosinya sudah tak terbendung dia juga sudah siap dengan resiko yang akan diterima setelah ini asalkan amarahnya terselesaikan.
Keesokan harinya Kenan yang masih berada dirumah sakit kini sedang bersiap hendak berangkat bekerja.
"Saya akan melaporkan ayah kamu atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga," ucap wanita yang sedang terbaring dengan selang infusan dan kabel oksigen yang terpasang di hidung wanita itu.
Suara yang terdengar lemah, tetapi Kenan masih dapat mendengarkan dengan jelas.
"Ibu sudah sadar?" tanya Kenan sekedar memastikan kalau memang suara itu berasal dari sang ibu.
"Awas saja kalau kamu berani melawan keinginan saya, saya tidak akan ragu dengan ucapan saya barusan!"
Kenan mendengarkan ancaman dari ibunya, tapi dirinya terus memalingkan wajahnya, berpura-pura sibuk. lelaki itu melirik jarum jam yang ada di dinding ruangan rumah sakit. Masih ada waktu empat puluh menit sebelum masuk jam kerja, tapi terlalu lama diam satu ruangan dengan ibunya tentu hanya membuat emosinya kembali mencuat. Tanpa melirik kembali wajah ibu tirinya, Kenan berlalu dari ruangan itu.
Setelah mengetahui kalau Lilis sudah siuman, Lukman yang kini sedang mencari sarapan segera bergegas menuju ruangan tempat istrinya dirawat.
Pintu berhasil dia buka, baru saja dirinya hendak berbicara, tetapi Lilis lebih dulu membuka mulutnya, "aku tidak akan memaafkan atas kekerasan yang kamu lakukan sama aku. Dan perlu kamu ingat, saya masih menyimpan semua rahasia dan bukti kejahatan kamu dimasa lalu. Kalau sampai Kenan tau, mungkin bukan hanya benci tapi dia juga tidak akan lagi mengakui kamu sebagai ayahnya. Dan tentu saja, jeruji besi menanti kedatangan kamu." Lukman yang awalnya membela Kenan, akhirnya kembali luluh pada istrinya.
#bantu like, koment atuhihhh🙏🙏
hatur nuhun🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments