Menyuapi Ica

Ica mengangguk. Dirinya langsung mengucap syukur mengingat tugasnya yang belum selesai.

"Selamat pagi semua. Maaf saya terlambat."

Deg..

Semua penghuni ruang kelas yang hendak keluar karena pada menyangka tidak akan ada dosen yang masuk, kini mereka semua kembali duduk di kursinya masing-masing, tak terkecuali Ica.

Gadis yang hendak pergi ke kantin itu harus menahan nafasnya karena tidak menyangka, matanya membulat sempurna melihat siapa yang baru saja masuk dan berdiri menghadap kearahnya.

"Bagi yang belum mengenal saya, perkenalkan nama saya Kenan Athalarizky. Untuk sementara saya akan menggantikan pak Rendra yang masih cuti.

Semua mahasiswi berteriak histeris, terlihat jelas kebahagian dari wajah mereka. Tentu saja mereka semua sudah tau siapa itu Kenan. Namun kedekatannya dengan Ica waktu itu belum sempat menyebar luas, karena hubungan mereka yang memang terbilang sangat singkat.

"Selamat pagi, Pak," serentak penghuni ruangan itu menyambut perkenalan Kenan.

Wajah kharismatik nan menawan tak ayal masih saja membuat mahasiswi perempuan kagum terhadapnya.

"Pak, supaya lebih dalam mengenal siapa bapak, boleh gak minta nomornya," ucap salah satu mahasiswi yang kini mendapat teriakan dari mahasiswi lain.

'"Pak, udah punya pacar belum, Pak?" ucap mahasiswi lainnya.

Ica memutar bola matanya, "dia sudah punya istri," celetuknya membuat satu ruangan itu terdiam dan saling berbisik.

Semua mata kini tertuju pada Ica, ingin mendengar lebih lanjut tentang apa yang baru saja terucap dari mulutnya.

Sedangkan Ica yang menyadari setiap tatapan penuh tanya terhadapnya hanya cuek, bermain dengan pulpen dan kertas yang ada diatas meja nya.

Kenan melangkah menghampiri Ica, mengeluarkan pulpen dari saku jas nya, dan menggoreskan tintanya diatas kertas milik gadis itu.

Ica hanya diam menyaksikan. Jaraknya yang begitu dekat dengan Kenan membuatnya kembali menahan nafasnya karena aroma parfum lelaki itu begitu intens tercium oleh hidungnya.

Kenan tersenyum melirik sekilas wajah Ica. "Saya sudah menuliskan nomor saya di kertas milik Khalisa. Siapapun yang membutuhkan boleh minta sama dia," ucap Kenan yang kini sudah kembali kearah mejanya.

Ica melotot tajam kearah Kenan. Sedangkan yang ditatap hanya berlagak cuek.

"Dasar cowok gampangan," gerutunya dalam hati. Diam-diam gadis itu memanipulasi beberapa angka yang tertera.

"Saya mendapat perintah dari Prof Rendra, katanya beberapa dari kalian yang belum mengumpulkan tugasnya, hari ini siap tidak siap kalian harus mengumpulkannya.

Satu persatu berjalan ke depan mengumpulkan tugas. Tak terkecuali Ica. Gadis itu berjalan paling akhir. "Maaf nih Pak, saya kan habis sakit ya, jadi tugas saya belum selesai. Ragu-ragu Ica menyerahkan tumpukan kertas yang masih belum memiliki sampul dan jilid.

"Silakan kembali duduk!"

Setelah mendapat perintah, Ica kembali duduk. Dalam pikirannya dia bingung dengan sikap asisten dosen nya itu. Namun dia berharap Kenan mau memberikan toleransi kepadanya.

Kenan berdiri dari duduknya. "Baik, sepertinya untuk pertemuan hari ini hanya sekian. Dan bagi yang merasa tugasnya belum selesai jangan dulu keluar.

Ica menelan saliva nya. "Benar-benar lu ya Kenan. Awas aja lu!"

Setelah saling rebut mengambil kertas yang berisikan nomor ponsel Kenan, satu persatu keluar dari ruangan itu. Terkecuali Ica dan Hana yang masih duduk.

"Khalisa, berhubung tugas yang kamu kumpulkan belum selesai, kamu ikut saya ke ruangan," ucap Kenan yang kini berdiri.

Dengan wajah yang lesu, Ica yang diikuti Hana melangkahkan kakinya. Dirinya langsung mengambil beberapa makalah yang ada di meja Kenan.

"Tidak usah, biar saya saja," ucap Kenan.

Kenan melirik sekilas perempuan yang merupakan sahabat Ica. "Tugas kamu sudah beres, jadi kamu boleh keluar," imbuhnya kemudian.

Hana sebetulnya sudah berniat untuk menemani Ica. Namun mendapatkan tatapan seperti itu dari Kenan membuatnya mengurungkan niatnya. "Gue tunggu di kantin, ya," bisiknya pada Ica, lalu berlalu meninggalkan ruangan.

"Ayo!" ucap Kenan saat melihat Ica yang masih terdiam.

Hanya beberapa menit, keduanya kini sudah sampai di ruangan yang ternyata kini menjadi ruangan Kenan. Ica masih berdiri menunggu kalimat apa yang akan terlontar dari asisten dosennya.

Kenan berjalan ke arah pintu setelah mendengar ketukan yang berasal dari benda persegi panjang itu.

"Terimakasih, ya," ucapnya pada seseorang yang baru saja memberikan satu kantung keresek kepadanya.

Kenan kembali berjalan ke arah Ica. "Nih makan."

Ica mengerutkan keningnya, entah apa maksud dari lelaki itu. Bukannya dirinya disuruh ikut Kenan keruangan itu untuk memberikan teguran kepadanya karena belum menyelesaikan tugas. Namun kenapa kini lelaki itu malah menyodorkan satu box makanan kepadanya.

"Tadi kan di rumah kamu belum sempat sarapan. Jadi sekarang cepat kamu makan dulu! Saya gak mau kamu kembali sakit," ucapnya.

Ica hendak menerima kotak yang berlogokan gambar paha ayam itu. Hatinya mulai menghangat mendapat perhatian dari lelaki itu.

Hampir lupa, Kenan yang baru tersadar setelah melihat lengan Ica. Dirinya tidak jadi memberikan box makanan itu.

Kenan menaruh box itu diatas meja, lalu menuntun Ica untuk duduk di kursi. "Maaf saya lupa kalau tangan kamu lagi sakit. Biar saya yang bantu kamu makan," ucapnya langsung berdiri kearah wastafel untuk mencuci tangannya.

Ica hampir keceplosan mau mengatakan kalau tangannya sudah baik-baik saja. Bahkan dirinya juga tadi lupa berpura-pura kesakitan didepan lelaki itu. Beruntung sepertinya Kenan tidak menyadarinya.

Agak canggung sebetulnya yang dirasakan Ica. Namun dirinya sudah terlanjur berpura-pura. Jadi dirinya sekarang hanya duduk berhadapan dengan lelaki itu.

"Mau saus sambal atau saus tomat?"

"Sambal aja," jawab Ica canggung.

Kenan mengangguk, "Oke, tapi dikit-dikit aja, ya," ucapnya.

"Aaa, buka mulutnya!" ucapnya kemudian seperti seorang ibu yang sedang menyuapi anak balitanya.

Kenan tersenyum melihat Ica yang akhirnya bisa nurut terhadapnya. Meskipun hanya menyuapi Ica, namun sangat membuat Kenan bahagia. Bisa terus berdekatan dengan gadis itu merupakan kebahagian yang tak terhingga untuknya.

Ica menyadari tatapan dari Kenan yang menurutnya masih sama. "Sepertinya tidak akan sulit buat ku untuk menaklukan kamu," ucap Ica dalam hatinya.

"Mau minum?" tanya Kenan menyodorkan satu botol air mineral kepada Ica.

Ica menerima botol yang sudah tidak ada tutupnya itu dengan tangan kirinya. Satu tegukan sudah mengalir melalui tenggorokannya.

Dengan sabar Kenan kembali menyuapi gadis itu. "Nih satu suapan terakhir," ucapnya dengan wajah puas melihat box yang kini hanya menyisakan tulang.

Isi box itu kini hanya menyisakan tulang. Menyadari itu membuat Ica malu. Antara memang lapar atau terlalu menikmati moment.

"Lapar banget aku tuh," ucap Ica menutupi rasa malunya.

Kenan terkekeh. Sepanjang menyuapi Ica, dirinya terus menatap gemas ekspresi wajah Ica. "Ikan buntal," gumamnya pelan.

###Like, koment

Nuhun🙏🤗

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!