"Selamat pagi, Non," ucap penjaga gerbang, menyambut kedatangan sang pemilik rumah.
Seulas senyum menjadi balasan untuk pria yang sudah lama mengabdi pada keluarganya.
Semalam Ica menginap di rumah sahabatnya. Karena sudah larut malam dijadikannya alasan untuk tidak pulang ke rumah. Seumur hidup nya, baru semalam Ica menginap dirumah orang, itupun membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Semalaman Ica memikirkan tindakan apa yang akan dilakukannya. Setiap harinya dia akan bertemu dengan dua orang yang dibencinya. Ingin pergi dari rumah dan memilih tinggal sendiri, tapi nanti ke enakan buat Monika dan Kenan bisa leluasa tinggal di rumah nya. Ica juga memikirkan nanti ia tinggal dimana, sedangkan tabungannya tidak cukup banyak untuk ukuran mahasiswi yang belum memiliki pekerjaan sepertinya.
Ica memang memiliki banyak harta dari sepeninggalan almarhum papi nya. Namun semua itu masih dibekukan dan entah sampai kapan Ica baru bisa menggunakannya. Bahkan rumah ini sudah atas nama Monika.
Gadis itu tidak mau gegabah, dia berpikir untuk memulai strategi supaya bisa membalas dan menguasai semua harta yang ditinggalkan oleh papinya. Bukankah itu akan sepadan dengan semua rasa sakit yang diterimanya?
"Ica, sayang.." Teriak Monika menyambutnya dari dalam rumah.
Pantauan dari CCTV membuat wanita itu mengetahui siapa saja yang berada di luar rumahnya.
Sekuat tenaga Ica memaksakan senyumnya, "Pagi, Mam."
"Sekali lagi Ica minta maaf ya, kemarin pergi tanpa izin dulu," imbuhnya kemudian.
Monika memeluk tubuh anak sambungnya, gurat kecemasan nampak diwajahnya. Seharian Monika menunggu kabar dari sang anak, tetapi yang ditunggu baru mengirimkan pesan padanya tengah malam.
Mungkin ibu sambung nya itu belum mengetahui kalau Kenan adalah mantan pacar anaknya. Mungkin juga Kenan kemarin belum mengetahui kalau dirinya anak sambung dari wanita yang menjadi istri Kenan sekarang. Sehingga kemarin terjadi pernikahan yang menorehkan luka di hati Ica.
Tapi, bukankah sebelum akad dilakukan Kenan dan Ica sempat bertatapan? Apakah Kenan tidak menaruh curiga dengan posisi Ica yang menggandeng Monika?
Ah, sudahlah. Terserah apapun itu. Yang pasti Kenan sudah meninggalkannya demi memilih janda kaya raya. Memilih wanita yang sudah Ica anggap sebagai ibu kandungnya sendiri.
"Dasar cowok matre! Dan kenapa dari sekian banyak lelaki, kenapa Kenan yang menjadi pilihan mami untuk dijadikan suami barunya. Dasar wanita gatal, tidak sadar umur," dalam hatinya Ica terus memaki.
Ica melihat rambut Monika yang sebagian masih basah, mungkin wanita itu belum selesai mengeringkan rambutnya. "Cih, langsung unboxing aja mereka."
Ada rasa jijik pada ibu sambungnya itu, tapi Ica tetep berusaha senatural mungkin untuk menjalankan misinya. "Akting Ica, inget kamu harus akting kalau kamu tidak membenci wanita gatal ini," Ica masih berucap dalam hatinya.
Ica digandeng Monika memasuki rumahnya. Di Sana masih terlihat sedikit berantakan bekas acara kemarin. Tak lama nampak sosok yang tidak ingin gadis itu lihat.
Deg,,
Tidak bisa di pungkiri nyatanya sangat sulit menghilangkan semua perasaan pada seseorang yang pernah singgah di hati. Masih ada sedikit sisa rasa di hatinya.
"Ciyee,, pengantin baru," ucap Ica datar menyambut papi baru nya.
Entah apa yang ada di pikiran Kenan pada saat itu, raut wajahnya sangat sulit untuk ditebak. Lelaki itu hanya diam, tanpa kata.
"Khalisa. Panggil saja Ica!"
Kenan menjabat uluran tangan gadis yang namanya masih terukir indah di hati nya. Ingin sekali dirinya langsung bercerai dengan Monika setelah mengetahui kalau janda yang dinikahinya itu merupakan ibu sambung dari pujaan hatinya. Namun ingatan akan ancaman Lilis selalu membuatnya takut. Takut kalau sang ayah benar - benar akan dijebloskan ke jeruji besi.
Tak ada kata yang terucap dari mulut lelaki yang ada dihadapannya. Hanya tatapan sendu dan guratan penyesalan yang nampak jelas yang terlihat oleh Ica. Membuat gadis itu semakin merasakan perasaan yang membuat hatinya goyah. "Em, sorry," ucapnya menarik paksa tangannya yang digenggam erat oleh Kenan.
Menyadari tingkah laku suami dan anaknya, Monika mencairkan suasana. "Kita sarapan dulu, yu. Kamu juga belum sarapan 'kan?" tanyanya pada Khalisa.
Khalisa berdehem untuk menghilangkan perasaan nya yang tidak karuan. "Aku mau langsung ke kamar aja. Mau siap - siap, soalnya ada kelas pagi," jawabnya langsung berlalu meninggalkan kedua pasangan pengantin baru.
Khalisa menutup rapat pintunya. Mengunci takut ada yang tiba - tiba masuk. Menangis?? Tidak, kali ini air matanya sudah mengering. Namun sepertinya rencananya akan sangat sulit, karena perasaan dihatinya selalu saja membuat isi kepalanya tidak bisa dipakai berpikir dengan jernih.
Mini dress dengan model rambut yang diikat tinggi berhasil membuat tubuh seksi dan leher jenjangnya terekspos dengan jelas. "Kemarin aku cuek dalam penampilan akhirnya cowok aku diembat janda. Sekarang aku akan buat dia menyesal," ucapnya sambil terus memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin.
Dirasa sudah cukup dengan penampilannya, Ica menyambar tas selempang dan bergegas meninggalkan kamarnya.
"Mam, lihat kunci mobil Ica gk, ya?"
Ica bolak balik mencari remote kecil yang diingatnya kemarin disimpan di lemari kecil di ruang keluarga. "Aku yakin banget, kemarin aku menyimpan disini," batinnya dengan wajah heran.
Monika yang sedang santai menonton televisi menoleh ke arah sang anak. "Mami kurang tau sayang. Nanti mami bantu tanyakan sama Bibi, tapi sekarang Bibi lagi ke pasar."
"Mau sekalian bareng sama saya?" tanya pemilik suara bariton yang sedang menuruni anak tangga.
Ica melirik jam tangannya, masih banyak waktu sebenarnya. Toh tadi juga hanya beralasan saat mengatakan ada jam pagi. Gadis itu hanya berusaha menghindari lelaki yang ternyata saat berdekatan masih membuat hatinya berdebar.
"Tidak usah, aku pesan taksi online saja," jawabnya berusaha mencari ponselnya yang tiba - tiba sulit ditemukan di dalam tasnya.
"Kelamaan sayang. Kan tadi katanya ada kelas pagi?" ucap Monika yang kini berjalan menghampirinya.
Ica tersenyum menemukan benda pipih nya yang ternyata ada di dalam halaman buku. "Aku pesen taksi aja Mam," ucapnya menunjukan ponselnya yang sedang terhubung di salah satu aplikasi.
Bleng..
Belum juga menekan tanda persetujuan pesan mobil, ponsel Ica sudah mati, kehabisan daya. Semalam gadis itu memang lupa menambahkan daya pada ponselnya.
"Si4l," batinnya.
"Mam, aku berangkat dulu ya, taksinya udah perjalanan kesini," ucapnya seolah perkataannya itu benar.
Setelah berpamitan pada sang mami, Ica berlalu tanpa menghiraukan lelaki yang juga masih berdiri disamping Ibu sambungnya.
Hampir sepuluh menit setelah keluar dari area komplek Ica masih juga tidak menemukan taksi yang lewat. Bahkan mobil angkot yang biasanya lewat sekarang mendadak tidak ada yang beroperasi.
Tin..
"Bunyi klakson mobil membuyarkan lamunannya. "Sudah, bareng saya aja. Kalau gak dipesan mana mungkin taksinya datang," Ucap Kenan yang ternyata tadi melihat layar ponsel Ica.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments