Sinar cahaya pagi masuk lewat celah-celah kamar. Terlihat seorang gadis yang masih menggulungkan selimut di badannya, dengan matanya yang masih sulit untuk dibukanya. Namun pagi sudah datang menjelang. Perasaan malas yang dirasakannya berusaha dia lawan. Karena dirinya harus segera memulai semua aktivitas nya.
Ica bangun, meregangkan semua ototnya yang terasa kaku. Sekarang badannya sudah jauh lebih enakan. Dirinya melirik jam di ponselnya, masih ada beberapa menit sebelum alarmnya berbunyi. Sepintas berpikir untuk kembali tidur, tapi kemudian pikirannya langsung tertuju pada tugas kampus nya yang belum dia kumpulkan.
"Astaga... Mana hari ini hari terakhir pengumpulan," ucapnya sambil menepuk jidatnya.
Ica melirik laptopnya, apa masih ada waktu untuknya menyelesaikan makalah.
"Kenapa bisa lupa," ucapnya.
Ica mengambil ponselnya, hendak menghubungi seseorang. Tulisan berdering berubah menjadi angka pertanda kalau orang diseberang sana mengangkat panggilannya.
Hana ~ "Hallo, Ca?"
Ica ~ "Lo, udah beres ngerjain makalah pak Rendra belum?
Hana ~ "Udah, ini gue baru beres bikin sampul."
Tanpa kembali berucap, Ica langsung mematikan ponselnya. Gadis itu berpikir keras, memikirkan cara cepat mengerjakan makalahnya. Ditambah dia ingat betul betapa killer nya dosen itu kalau saja ada mahasiswinya yang lupa mengumpulkan tugas.
Diliriknya kembali jam yang ada di dinding kamarnya, "mendingan aku siap-siap dulu aja deh," ucapnya langsung berlalu ke kamar mandi.
Tidak butuh waktu lama, kali ini Ica menyelesaikan ritual mandinya dengan memakai metode ekspres.
Sebenarnya hanya tinggal bagian Bab penutup, sama kesimpulan. Namun tentu saja dirinya memerlukan waktu untuk itu.
Ica menghidupkan laptop dan printer. Sementara menunggu kedua benda itu siap digunakan, dia pergi ke arah lemari untuk mencari pakaian yang akan dipakainya.
Rok selutut dengan atasan kemeja yang menjadi pilihannya. Buru-buru Ica memakai pakaiannya.
Diliriknya kembali laptopnya. Dengan cepat dirinya mencari file tugasnya, dan langsung mengklik tulisan cetak. "Untuk kurangnya nanti aku minta waktu lagi buat nyusul deh sama pak Rendra," ucapnya yang kini buru-buru karena hampir telat.
Ica setengah berlari menuruni anak tangga. Namun baru sampai dipertengahan bola matanya melihat pemandangan yang tidak dia sukai.
Monika terlihat serius membetulkan posisi dasi Kenan. Sesekali tawa diantara keduanya tercipta. Membuat sepasang mata yang menyaksikan kegiatan itu terbakar cemburu. Cemburu karena mereka bahagia, sedangkan dirinya enggak.
Ica memutar otaknya, dirinya memang sedang dalam keadaan buru-buru. Namun dia juga mempunyai misi yang ingin segera dia laksanakan.
Ica membalikan tubuhnya, dirinya kembali ke kamarnya.
Setelah menemukan benda yang dibutuhkan, dirinya segera memakaikan di lengannya. Tanpa menunda waktu, Ica kembali lagi menuruni tangga. "Ternyata mereka masih disitu," gumamnya pelan.
"Mami, aku bareng papa ya," ucapnya dengan wajah memelas.
"Tumben," jawab Monika yang heran dengan anaknya. Pasalnya biasanya anaknya itu paling tidak mau kalau disuruh bareng dengan Kenan.
Ica mengangkat lengan sebelah kanan nya, "tangan aku 'kan masih sakit nih, jadi kayaknya bakalan sakit kalau dipakai untuk memegang setir," jawabnya dengan sesekali meniup lengan kanannya itu.
Monika memegang lengan kanan Ica yang dibalut perban. "Ini lengan kamu emang kenapa?" tanyanya. Wanita itu memang belum mengetahui kejadian kemarin.
"Kena air panas mam," jawabnya sambil sesekali meringis kesakitan.
Monika ikut meringis, membayangkan gimana sakitnya terkena air panas, karena dirinya juga pernah mengalaminya. "Makanya kamu kalau ngerjain apa-apa itu harus hati-hati," ucapnya.
"Lagian kalau kamu butuh apa-apa tuh bilang aja sama bibi, atau mami, atau kalau mami gak ada kan ada papa kamu. Kamu jangan sungkan sama papa kamu," imbuhnya kemudian.
Ica mengangguk-anggukan kepalanya sebagai jawaban.
Sedangkan Kenan hanya menatap Ica dengan tatapan datar. Setahunya kemarin lengan Ica hanya merah sedikit. Itupun dirinya langsung mengoleskan margarin pada bagian yang terkena kuah mie itu.
Ica ingin melihat ekspresi wajah keduanya. Dirinya merapatkan bibirnya, sesekali melirik wajah mami, dan papa tirinya bergantian.
Beruntung kemarin, perban yang dibalutkan Kenan masih disimpannya, sehingga kini dirinya masih bisa kembali memakainya.
"Jadi boleh gak nih? Aku udah telat ini," ujarnya karena kedua orang itu masih diam memperhatikan lengan Ica.
"Ya, boleh dong sayang. Cepetan gih kalian pergi!" ucapnya seolah mengusir.
Setelah pamit pada ibu sambungnya, Ica langsung berlalu, diikuti papa tirinya.
Kunci pintu mobil sudah terbuka. Ica langsung masuk dan mengambil posisi duduk.
Kenan yang juga sudah berada di balik kemudi, dirinya memasang seat belt miliknya. Lalu hendak memasangkan untuk perempuan yang ada di sampingnya.
"Eh, gak usah," ucap Ica saat kenan menarik ujung seat belt untuknya. Namun tangan Kenan sudah lebih dulu memasangkannya. Hening diantara keduanya yang kini sedang saling tatap.
Ica memang sedang dalam misi mendekati papa tirinya. Namun setiap tindakan papa tirinya itu selalu saja membuatnya gugup.
"Enggak, gue harus tahan. Jangan pakai perasaan Ica!" ucapnya dalam hati.
Kenan lebih dulu memutuskan tatapan diantara keduanya. "Kan tangan kamu lagi sakit, jdi biarkan saya membantu," ucapnya dengan tulus.
"Lagian ingat 'kan apa kata mami kamu tadi? Jangan sungkan sama saya," imbuh Kenan kemudian. Senyuman manis berhasil dia pancarkan.
Ica membalas senyuman Kenan, "siap papaku sayang," ucapnya.
Deg...
Untuk sementara waktu, Kenan terdiam, memastikan nyata atau tidaknya kalimat yang barusan didengarnya.
Satu kata yang membuat dirinya berbunga-bunga. Namun dia buru-buru sadar diri. Dirinya sudah pernah membuat gadis itu terluka dan kecewa. Sudah untung Ica masih mau berdekatan dengannya. Dirinya tidak berharap lebih. Harapannya sekarang hanya ingin terus melindungi sebisanya, dan membuat gadis itu bahagia.
Kenan melajukan mobilnya. Jalannya yang lumayan padat sesekali membuatnya mengurangi kecepatan pada kendaraan roda empat itu.
"Duh, hampir telat ini," ucap Ica yang mulai gelisah.
Sedangkan Kenan yang hari ini merupakan hari pertamanya mengajar, membuatnya tidak enak dengan profesor yang sudah mempercayainya.
Kenan yang tidak ingin terus diatur orang lain membuatnya memutuskan untuk berdiri di kakinya sendiri. Dan yang paling penting untuknya, universitas yang ditawarkan untuknya mengajar merupakan tempat kuliah perempuan yang dicintainya. Sehingga tanpa banyak berpikir dirinya langsung menerimanya.
Butuh waktu lebih dari biasanya untuk keduanya bisa sampai di parkiran universitas.
Merasa dirinya sudah sangat telat, Ica langsung keluar dari mobil dan melangkah keluar menuju fakultasnya.
Ica langsung masuk kedalam ruangan yang sudah dipenuhi dengan mahasiswa lainnya.
"Pak Rendra belum masuk, ya?" tanya Ica dengan nafas yang terdengar ngos-ngosan
Hana yang memang sedang menunggu kedatangannya langsung menatapnya lega. "Lo emang telat, tapi lo masih beruntung, soalnya dengar-dengar pak Rendra masih memperpanjang cutinya. Katanya sih bakal ada asisten ahli yang bakalan gantiin dia sementara. Tapi kayaknya juga gak bakalan hadir hari ini deh, soalnya udah jam segini beliau belum datang,," ucap Hana panjang lebar menjelaskan pada sahabatnya.
Ica mengangguk. Dirinya langsung bersyukur mengingat tugasnya yang belum selesai.
"Selamat pagi semua. Maaf saya terlambat."
####Selamat pagi, siang, sore.. Jangan lupa tekan like, tulis komentarnya, ya.
Nuhun pisan🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments