Nikah

Seiring berlalunya waktu yang terasa begitu cepat, gadis yang pernah merasakan patah hati kini sudah berhasil mengubah kembali dunia nya seperti sebelum mengenal kata cinta. Sempat terlintas beberapa kali mengingat akan sosok lelaki itu, namun tidak membuatnya kembali terpuruk. Life must go on ucapnya yang selalu dilafalkan.

Ica tersenyum menyaksikan wanita yang kini sedang dikerumuni beberapa orang penata rias. "Aku terluka, tapi sebentar lagi mami akan bahagia dengan calon suami barunya," ucapnya dalam hati.

Kebahagian Monika adalah kebahagian Khalisa, sehingga gadis yang pernah melihat calon papa tirinya dari luar kaca jendela itu turun langsung ikut serta membatu semua persiapan pernikahan sang mami. Meskipun terkesan dadakan dan hanya akan digelar dengan sederhana, tetapi tetap saja yang namanya pernikahan harus dipersiapkan dengan sesempurna mungkin.

"Sempurna. Mami cantik banget," puji Ica menatap penampilan Monika yang terlihat begitu anggun dengan kebaya putih dan riasan sederhana namun terkesan anggun.

Ternyata memang benar seperti yang pernah dikatakan Monika sebelumnya, kalau dirinya hanya akan berpenampilan sederhana di acara pernikahannya. Ica yang tau betul dengan keseharian ibu tirinya justru malah merasa heran. Wanita yang selalu berpenampilan mewah dan mencolok itu kenapa di hari spesialnya malah seolah tidak ingin terlihat glamor.

"Terimakasih sayang," jawab Monika yang kini sibuk mencari sesuatu, entah apakah itu.

Terdengar suara ketukan pintu membuat Ica yang berada tak jauh dari situ segera membuka benda yang terbuat dari kayu.

"Maaf Non, itu mempelai prianya sudah datang," ucap salah seorang wanita yang bertugas sebagai wedding organizer.

"Oke, terimakasih Mbak."

Ica memindai dari ujung kepala sampai ujung kaki ibu tirinya. "Mami sudah siap 'kan?" tanya nya memastikan.

Monika hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan putri angkatnya.

Ica tersenyum menggandeng sang ibu angkat menuju keluar kamar untuk diantarkan ke meja akad nikah.

Pernikahan yang diselenggarakan di kediaman rumahnya hanya dihadiri beberapa orang saja. Keluarga inti Monika yang akan menjadi saksi dan wali nikah, juga sekitar sepuluh orang bawahan di tempatnya kerja.

Semua pasang mata langsung tertuju menyambut kedatangan pengantin wanita. Ica yang masih setia menggandeng ibunya itu membalas senyuman dari para tamu undangan dan senyuman seorang pria yang kini berada disamping penghulu.

"Kenapa pengantin pria duduk disitu?" bisiknya pada sang ibu ketika melihat pria yang waktu itu berada di restoran bersama Monika.

"Mungkin calon mami sedang mengobrol hal yang rahasia, makanya mereka berdekatan," ucapnya dalam hati karena Monika tidak memberikan jawaban atas pertanyaan nya.

Ica membantu ibu Monika sampai ibu sambungnya itu mengambil posisi duduk.

"Ini pengantin prianya masih berapa lama lagi ya, saya masih ada jadwal lain soalnya," ujar pak penghulu yang berhasil membuat kening Ica mengerut.

Pria yang berada disamping penghulu terlihat mengecek ponselnya, "sebentar lagi anak saya sampai, pak."

Ica semakin bingung dengan pernyataan pria itu. "Anak? Bukannya pria itu yang akan menikah dengan mami," batinnya.

Setelah beberapa menit bengong layaknya orang bingung, Ica kembali teringat, "oh iya, 'kan memang waktu itu mami sempat mengatakan dia mau nikah sama berondong, aku kira mami bercanda taunya beneran," ucapnya dalam hati dengan kepala mengangguk - angguk paham.

"Jadi penasaran sama cowok yang beruntung dapetin mami," imbuhnya kemudian masih terus bermain dengan pikirannya. Namun kali ini prasangka negatif yang memenuhi semua isi kepalanya.

Ditengah bisik - bisik orang di ruangan itu terdengar bunyi sepasang sepatu yang berhasil membuat semua mata tertuju pada sang pemilik.

"Kak kenan," ucap gadis yang baru saja menghentikan pemikiran nya.

Kenan menatap ke arah sumber suara yang baru saja menyebutkan namanya. Lelaki itu tak kalah bengong dengan Ica.

"Silakan duduk, pak!" perintah wanita yang sama saat memanggil Monika tadi. Wanita itu menuntun kenan duduk disamping mempelai wanita.

Deg...

Ica yang awalnya meyakinkan dirinya kalau Kenan datang sebagai seorang tamu dari pihak mempelai pria, ternyata dengan cepat waktu waktu sudah menjawabnya.

"Oh!" ucapnya dengan beberapa kali anggukan. Air matanya lolos begitu saja. Dengan cepat Ica menghapus air matanya, menggantikan dengan senyuman penuh kepalsuan. Hatinya kembali sakit. Bahkan saat ini rasa sakitnya beberapa kali lipat lebih sakit dari waktu itu. Luka yang baru sembuh kini kembali ditimpa dengan luka yang lebih besar.

Kali ini bukan hanya satu orang yang gadis itu benci, tapi ditambah ibu sambungnya. Wanita yang selama ini menjadi satu - satunya keluarga di hidupnya malah menjadi duri.

Ica yang masih berdiri, menatap tajam pada kedua orang yang sekarang berstatus orang - orang tak punya hati. "Oh, jadi ini alasan kamu ninggalin aku!" teriaknya dalam hati.

Sedangkan lelaki yang ditatap hanya menunduk. Entah apa yang ada dipikirannya.

Ica beralih menatap wajah ibu sambungnya. Wanita yang sudah menemani hidupnya itu terlihat serius mendengarkan perkataan penghulu.

Kedua tangan Ica mengepal, matanya hampir kembali menumpahkan semua cairan yang sudah meluap - luap. Ingin lari meninggalkan tempat terku tuk ini seperti yang biasa dilakukan perempuan perempuan di sinetron. Namun raganya sudah terlalu lemas mendapatkan kenyataan yang terlalu kejam seperti sekarang. Gadis itu hanya terduduk, menyaksikan acara ijab kabul yang akan dimulai.

"Saya terima nikah dan kawinya Ibu Monika..."

"Jangan pakai kata Ibu dong Mas," ucap penghulu tertawa.

Tak terkecuali para tamu yang juga ikut tertawa. Namun tatapan tajam dari Monika berhasil membuat mereka susah payah menahannya. Lebih tepatnya mereka sadar posisi mereka yang hanya pegawai, takut dipecat.

Penghulu menyuruh Kenan mengambil nafas untuk menghilangkan rasa gugup. "Sudah siap?" tanya pak penghulu kemudian.

Kenan mengangguk, menerima kembali jabatan tangan penghulu yang menjadi wali nikah Monika.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Kenan Athalarizky dengan saudari Monika Anindita binti Dito Subagjo dengan mas kawin cincin 3 gram dibayar tunai."

"Saya..."

Ruangan menjadi hening, menunggu kalimat selanjutnya yang akan terucap dari mulut lelaki yang kini terlihat pucat.

Monika yang sedari tadi menahan malu melirik lelaki yang ada disebelahnya.

Kenan mengusap kasar wajahnya. "Maaf, pak saya boleh minta waktunya sebentar untuk menghafal."

Lukman menatap wajah anaknya. Dirinya sangat mengerti betul perasaan yang dirasakan anaknya sekarang.

Kemarin dirinya sempat kembali adu mulut dengan Lilis. Namun istrinya itu malah terus mengancamnya.

"Begini saja Mas, kalau masnya belum siap sekarang, mendingan pernikahannya diundur aja," ucap penghulu yang sudah tak sabaran karena mengingat ada jadwal lain.

"Saya siap sekarang kok pak. Sekali lagi ya pak," ucap Kenan meyakinkan penghulu.

"Ica menatap kedua mempelai dengan tatapan yang tak terbaca. "Aku bersumpah semoga nikahan kalian gagal."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!