Mabuk

Padahal waktu itu Monika hanya mengundang beberapa orang yang menjadi kepercayaan nya saja. Entah siapa yang berkhianat berani menggosipkan nya.

Kini semua mata beralih menatap ke arah Kenan. Bisik - bisik dari mulut mereka sedikit dapat terdengar olehnya.

"Ganteng sih, tapi doyannya sama yang sudah tua."

"Pengen kaya jalur ekspres."

"Tak apa tua, yang penting kaya."

Kenan berhenti sejenak, ingin menyumpal satu persatu mulut orang yang tanpa tahu apa - apa tapi sudah berani menghujatnya. Namun tangannya hanya dua, tidak cukup untuk membekap banyaknya orang yang ada di situ.

"Pak Kenan! Anda sudah ditunggu Bu Monika di ruangan rapat, ucap perempuan yang ternyata merupakan sekertaris Monika.

Tanpa memedulikan orang - orang yang terus memberikan sindiran terhadapnya, Kenan langsung melangkahkan kakinya menuju ruangan yang tadi di beritahukan perempuan itu.

Monika tersenyum menyambut kedatangan Kenan. Wanita itu mempersilakan suaminya itu untuk berdiri disampingnya. "Mungkin beberapa dari kalian sudah mengenal siapa yang sedang berdiri disamping saya ini."

Beberapa orang yang kemarin hadir di acara akad nikah Kenan dan Monika tersenyum mengangguk sebagai tanggapan dari ucapan Monika. Tak terkecuali Vina dan Aldo yang merupakan kepala dan wakil kepala di bagian marketing yang sekarang juga sedang berada disitu.

Mereka berdua kemarin tidak hadir, karena tidak mendapatkan undangan. Namun tentu mereka juga sudah mendengar gosip yang beredar luas.

"Kenan makin ganteng aja sih setelah jadi suami orang," ucap Vina berbisik di telinga Aldo.

Aldo yang dari awal tidak menyukai Kenan, mendelik sebal sebagai balasan perkataan Vina.

"Lebih ganteng gue kemana - mana, sayang aja bu Monika gak melirik gue," ucap Aldo kemudian membalas bisikan Vina.

Aldo yang juga sudah berumur, dirinya juga sudah lama menaruh perasaan pada Monika. Siapa sih yang tidak tertarik dengan janda cantik dan kaya raya? Sayang saja Monika sama sekali tidak pernah melirik Aldo.

Monika berdehem sebagai isyarat untuk semua orang kembali fokus pada apa yang akan disampaikannya. "Saya perkenalkan untuk yang belum tau. Ini pak Kenan. Beliau sekarang memiliki sepuluh persen saham di perusahaan ini. Beliau juga sekarang menjabat sebagai wakil direktur di perusahaan ini."

Kedua mata kenan membulat sempurna. Bagaimana bisa Monika menyampaikan pengumuman tentang dirinya, tanpa meminta persetujuan nya dulu."

"Maaf, sepertinya kita perlu bicara," ucapnya pada Monika.

"Sekian pengumuman dari saya," ujar monika keluar dari ruangan itu setelah sebelumnya menyuruh sekretarisnya untuk melanjutkan perihal lain yang belum disampaikan. Monika menyusul Kenan.

"Saya gak suka ya kamu tiba - tiba mengajak saya berbicara dalam kondisi saya sedang memberitahukan hal penting didepan semua orang," ujar wanita yang kini menatap tajam dengan raut kecewa pada Kenan.

"Saya juga tidak suka anda langsung mengambil keputusan sepihak tentang saya seperti tadi," ucap Kenan tidak terima.

Monika tertawa mendengar ucapan Kenan. "Bagian mana yang kamu tidak suka, hah? Apa jabatan wakil direktur masih kurang?" tanyanya dengan tatapan tajam.

"Saya bukan tipe lelaki yang gila akan jabatan."

"Hahaha," Tawa Monika semakin keras. "Lalu apa maksud dari perkataan bu Lilis yang tadi menelfon saya. Dia memaksa supaya saya memberikan jabatan dan saham itu. Bukannya kamu yang menyuruhnya?"

Tadi pagi Lilis memang menelfon Monika. Wanita paruh baya itu merayu sampai Monika berani memberikan semua yang tadi diumumkan pada semua karyawan yang ada di ruangan rapat.

Lagi - lagi semua ini gara - gara Lilis.

Kenan mengepalkan tangannya, amarahnya semakin memuncak ketika nama ibu sambungnya itu disebutkan.

"Maaf, saya harus pergi," ucap Kenan tanpa menunggu jawaban dari istrinya.

#######

Hari sudah mulai gelap, Ica mendongak keatas, melirik ke setiap bagian sudut rumahnya, mencari keberadaan dua orang yang sebenarnya malas untuk dia lihat. "Ibu, sama tuan Kenan belum pulang," ucap bibi yang sedang menyiapkan makanan ke atas meja makan.

Seorang lelaki berjalan menghampiri Ica. "Non, ini kunci mobilnya. Saya sudah memasang kembali sarung joknya," ucap pria yang tadi ditugaskan untuk membersihkan jok mobil Ica.

Khalisa mengambil benda kecil yang memiliki tombol itu, "terimakasih ya, mang."

Ting..

Bunyi dari ponsel Ica yang terletak di sofa bed ruang keluarga membuatnya yang sedang berdiri dekat dapur segera mengambil benda pipih itu.

Baru saja Ica hendak membuka pesan, tapi layar di ponsel menunjukan layar panggilan dari sahabatnya itu.

Ica menggeser tombol hijau dilayar ponselnya, "hallo," ucap Ica. Bunyi yang begitu keras membuat Ica merasa terganggu. "Hallo, gak kedengaran, woy!"

Ica menambahkan volume ponselnya.

"Ca, lo bisa jemput gue gak, di club XXX. Ini pacar gue masih belum mau pulang, dia masih nungguin temennya. Gue gak berani naik taksi." Dari suara yang terdengar, Ica dapat menebak kalau sahabatnya itu sudah mabuk. Takut terjadi hal yang tidak diinginkan, Ica langsung mematikan panggilan telfon dari Hana, bergegas menuju mobilnya untuk menjemput sahabatnya.

tak butuh waktu lama, ditambah jalanan yang kebetulan tidak macet, Ica sampai ditempat yang tadi di sebutkan oleh Hana.

Sebetulnya ini bukan kali pertamanya menginjakan kakinya ditempat itu. Sebelumnya dirinya juga datang ke tempat itu untuk hal yang sama, yaitu menjemput Hana.

Khalisa mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencari sosok sahabatnya.

Khalisa bernafas lega saat melihat bagian punggung yang dia yakini kalau itu Hana, sahabatnya.

Tanpa Ica sadari, sepasang mata sedang menatap dan berjalan ke arahnya.

"Khalisa," ucap lelaki itu dengan senyuman diwajahnya yang malah membuat Ica kaget dan ketakutan.

Seperti halnya kucing yang melihat ikan, begitu tajam Dodi menatap Ica.

"Mau kemana kamu?" tanya lelaki yang kini sudah berhasil memegang pergelangan tangan Ica yang hendak lari.

Teringat kejadian tadi pagi, Ica semakin ketakutan. "Jangan macam - macam kamu, lepas!"

Dodi tertawa, "Kamu gak bisa ngelak lagi, Khalisa! Mana ada perempuan baik - baik datang ketempat ini. Sekarang sebutkan berapa harganya?"

Khalisa berontak, sebelah tangannya dia ayunkan menam par pipi kanan Dodi.

Plak...

Dodi mulai murka dengan kelakuan Ica. Tadi pagi dirinya dan teman - temannya resmi di drop out dari kampus, gara - gara Ica. Dan sekarang perempuan yang sudah membangunkan hasratnya itu dengan berani menam parnya.

"Kurang ajar, berani kamu. Dasar perempuan so suci!" Dodi menyeret Ica menuju salah satu bilik kamar yang ada di situ. "Kamu harus diberi pelajaran," ucapnya kemudian.

"Tolong.. Tolong...!" Teriak Ica berharap akan ada yang menolongnya. Ica menangis, ketakutan.

Dentuman musik yang begitu keras membuat teriakan Ica tidak terdengar. Ditambah posisi orang - orang yang sedang terfokus pada pertunjukan Disc jockey.

Dodi mendorong tubuh Ica. Sehingga tubuh mungil itu kini sudah mendarat di sofa yang ada di kamar itu.

Terlihat pancaran kemenangan dari sorot mata Dodi, "malam ini kamu akan menjadi milikku, sayang."

Like, tulis komentarnya, ya..

Nuhunn..🙏🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!