Putus

Monika memutuskan untuk mempercepat waktu pernikahannya. Hari ini wanita yang berstatus janda itu telah menghubungi keluarga calon suaminya untuk melakukan pertemuan makan malam disalah satu restoran yang lumayan ternama. Awalnya Monika enggan mengajak sang anak tiri, namun Ica yang terlanjur kepo dengan calon papa tirinya itu merengek supaya sang ibu mengajaknya.

"Oke, kamu boleh ikut. Tapi apapun yang terjadi nanti, suka atau tidak, setuju atau tidak kamu harus merestui keputusan mami," ucap Monika yang sudah siap dengan gaun mewah warna rose gold dan riasan korean look makeup yang membuat wajah dan penampilannya terlihat lebih muda dari usianya.

Ica mengangkat sebelah tangannya, "siap mamiku sayang," jawabnya tanpa ragu. Gadis yang masih memakai pakaian rumah itu langsung berlari menuju lantai atas untuk bersiap.

Monika menatap sendu punggung sang anak. Ada sedikit keraguan yang hinggap pada dirinya sekarang. Namun, dengan satu tarikan nafas wanita itu kembali meyakinkan dirinya sendiri kalau keputusan nya memang sudah benar.

Monika hendak menyuruh salah satu asisten rumah tangga untuk memanggil Ica, tapi anak tirinya itu sudah lebih dulu menuruni anak tangga dan menghampirinya yang sedang duduk diatas sofa.

Bawahan jeans kulot dengan atasan kaos lengan pendek big size yang bagian depannya Ia masukan kedalam celana membuatnya terlihat sederhana dan jauh berbanding dengan penampilan maminya.

"Ayo mam, aku udah siap," ucapnya sambil tersenyum.

"Udah?" tanya Monika memalingkan wajah dan langsung berdiri melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Ica melihat ada yang berbeda dengan ekspresi wajah ibu tirinya itu, tapi entah apa. "apa mungkin karna dia terpaksa mengijinkan aku ikut?" batin Ica.

Sepanjang perjalanan menuju restoran hanya keheningan yang terjadi didalam mobil. Sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin Ica jadikan sebagai topik pembicaraan. Namun sikap Monika yang mendadak berubah membuatnya mengurungkan niatnya itu.

Ica yang memang sedang memegang kemudi, sebelah lengannya beberapa kali mengecek ponsel. Setelah kejadian Kenan yang batal menjemputnya, hubungan mereka jadi semakin renggang. Keduanya tidak pernah bertemu lagi. Bahkan setiap chat dan panggilan telepon dari Ica tak pernah Kenan bales.

Ica sudah tidak mau memedulikan itu semua. Apapun nasib hubungannya ke depan Ia sudah pasrah, "memangnya cowok hanya dia," pikirnya sekedar menghibur diri. Namun tidak dapat dipungkiri, sesekali kegalauan memang sering Ia rasakan karena sikap pacar pertamanya itu. tapi kesibukannya sebagai mahasiswi berhasil mengalihkan pikirannya.

Mobil yang mereka tumpangi sudah sampai ditempat tujuan. Kebetulan parkiran lumayan penuh membuat Ica kesulitan untuk memarkirkan roda empatnya.

"Mami turun duluan aja, nanti aku nyusul," ucapnya.

"Oke," jawab Monika yang sudah melepaskan seat belt. Wanita itu langsung membuka pintu mobil, keluar menuju restoran.

###########

Lukman yang sudah lebih dulu sampai, dengan senyuman ramahnya menyambut kedatangan wanita yang akan menjadi menantunya. Ada kesedihan yang nampak pada wajahnya. Dengan terpaksa dirinya harus mengikuti keinginan sang istri untuk menjodohkan anaknya. Menjual. Sebenarnya kata itulah yang paling tepat untuk nya yang tega mengorbankan kebahagian sang anak hanya demi harta.

"Selamat malam," ucap Monika membalas jabatan tangan dari Lukman.

"Kebetulan motor yang kita naiki kehabisan bensin pas didepan SPBU, jadi Kenan mengisi bahan bakar dulu," seolah mengerti dengan gerak gerik calon menantu yang usianya tidak berbeda jauh dari dirinya, Lukman menjelaskan penyebab Kenan belum ada di meja yang sudah dibooking Monika.

Sebelum sampai Monika memang melihat antrian yang begitu panjang di area SPBU yang letaknya sekitar lima belas meter dari restoran. "Mungkin Kenan adalah salah satu yang mengantri disitu," pikir Monika.

Hanya anggukan yang menjadi respon untuk pernyataan Lukman. "Kalau ibu Lilis?" tanyanya kemudian.

"Istri saya penyakitnya lagi kambuh, jdi dia tidak bisa hadir," jawab Lukman yang terlihat kurang enak hati. Walau bagaimanapun perjodohan ini atas kesepakatan istrinya, tapi Lilis malah tidak bisa datang. Lilis sebetulnya hanya sedikit kurang enak badan, tapi karena stok baju di lemarinya tidak ada yang baru Lilis merasa gengsi jadi memutuskan untuk beralasan saja.

Ica selesai memarkirkan mobilnya, gadis itu langsung tertuju pada dua orang yang salah satunya orang yang dia kenal.

Restoran itu memiliki kaca yang lebar. Bahkan hampir semua dinding bangunan itu terbuat dari kaca. Jadi meskipun dari luar Ica sudah dapat melihat orang - orang yang ada didalam. "Oh jadi itu calon mami," ucapnya yang langsung menuju ke pintu masuk.

"Maaf mas, mas gak boleh parkir disini!"

Suara motor yang baru saja berhenti sangat tak asing ditelinga Ica. Gadis itu menghentikan langkahnya dan sontak menoleh ke arah motor. "Kak Kenan," ucapnya dengan wajah yang berbinar seolah menemukan kembali hartanya yang pernah hilang.

Ada rasa heran kenapa kekasihnya itu datang ketempat yang sama dengannya sekarang. Namun rasa kangen dan penasaran atas semua perubahan sikap Kenan membuatnya tanpa pikir langsung melangkahkan kakinya menuju kekasihnya itu.

Belum menyadari keberadaan Ica, Kenan mendorong motornya menuju tempat parkir khusus motor. Ia yang baru menginjakan kaki ketempat ini baru tau kalau motor dan mobil harus parkir terpisah. "Harusnya pake plang, dong! biar gak salah parkir," ucapnya sambil berlalu pada penjaga parkiran.

"Kak Kenan!" Ica yang sudah tidak bisa menahan dirinya kini menahan tangan Kenan yang masih memegang stang motor.

"Sebentar, saya parkir motor dulu."

Saya??

Ica mematung, mencerna kalimat yang baru saja Ia dengar. Badanya sedikit lemas.

Seolah kembali tersadar, Ica kembali menghampiri kekasihnya yang sudah memarkirkan motor.

"Ada yang mau saya sampaikan," ucap Kenan lebih dulu. Kini mereka berdua sudah berhadapan.

Ica terdiam, namun isi kepalanya terdapat puluhan pertanyaan yang Ia sendiri bingung harus mulai dari mana. Hanya rasa lemas yang kini masih saja dirinya rasakan.

"Saya akan menikah, dan sudah seharusnya hubungan kita sampai sini saja."

Doarrrr....

Tanpa basa basi, Kenan langsung menyampaikan kalimatnya. Kalimat yang berhasil membuat tubuh ramping Ica seperti terkena sambaran petir.

"Haha,," Ica tertawa namun terasa getir. Ingin marah karena merasa telah dipermainkan, tapi Ia melihat sekeliling yang mulai ramai, dirinya masih sadar dengan rasa malu, takut menjadi bahan tontonan.

Dengan sisa tenaga yang Ica punya, Ia mendongak, menatap wajah kekasihnya, "kamu ngomong apa sih kak, kita baru ketemu loh, bercandanya gak lucu," ucap gadis itu dengan suara pelan nan sendu. Air mata yang sudah tak terbendung mulai merembes keluar dari sudut matanya.

"Saya serius dengan yang barusan saya ucapkan. Saya minta maaf."

Jelas sudah, semua pertanyaan tentang perubahan sikap Kenan sudah terjawab. Ica hanya mengangguk - anggukan kepalanya dengan senyuman yang Ia paksakan. Air mata semakin deras membanjiri wajahnya. Gadis itu langsung pergi, berlari meninggalkan lelaki yang telah sukses menghancurkan hatinya.

#jadi melow gini belum ada yang like koment. Huhu...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!